9 - PENJUAL KUE DAN PENGAMEN KECIL

690 17 6
                                    

'TING TONG'

Suara bel rumah berbunyi saat Hasita dan bundanya menyiapkan sarapan, Hasita melihat jam dinding yang menggantung di tembok ruang makan yang menyatu dengan dapur.

"Ada tamu tuh, tunggu apa lagi?" ujar Bunda.

"Ah, iya Bunda," jawab Hasita segera keluar rumah untuk membuka pintu.

Sesosok pria berbadan tegap mengenakan kemeja biru polos yang sangat pas di badannya, celana jean biru gelap dan sepatu hitam, rapi. Rambut hitam tebalnya tertata rapi, kalung perak itu tetap ada tapi tidak ada tindik kecil yang selalu ada di telinga kirinya, dia itu tersenyum padanya, senyumannya yang khas.

"Kau terpesona?"

"Shin... untuk apa kau kemari?

"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja jemput kekasihku."

"Maksudku, kenapa sepagi ini? Ini masih jam enam seperempat."

"Boleh aku masuk?" Tanpa menunggu jawaban Hasita, Shin langsung melangkahkan kakinya memasuki rumah Hasita.

"Kau belum sarapan? Ayo kita sarapan dulu." Hasita menarik tangan Shin menuju ruang makan.

"Eh... siapa ini? Tampan sekali," celetuk Bunda saat mereka memasuki ruang makan.

Ayah dan Caraka menoleh ke arah Shin, dia menghampiri orang tua Hasita lalu menjabat tangannya.

"Saya Shin Arghanta, Bunda, Ayah. Selamat pagi! Saya akan mengantar Hasita ke kampus."

"Ah... iya. Silakan duduk dulu, ikutlah sarapan bersama kami." Ayah mengulurkan tangannya ke arah meja makan.

Shin memilih duduk di samping Hasita, dia memasang senyum ramah. Hasita menyediakan potongan buah apel, sepiring nasi, lauk dan sayur lalu menuangkan air mineral untuknya.

"Makanlah buahnya dulu, setelah itu menu utama." Hasita kembali duduk setelah menyiapkan makanan untuk Shin.

"Terima kasih, wah... sepertinya enak sekali."

"Shin teman kampus Hasita?" tanya Bunda.

"Saya kuliah di Institut Bung Tomo, Bunda."

"Kok bisa kenal Hasita? Kenal di mana?"

"Itu... kami bertemu di perpustakaan umum."

"Mereka lebih dari sekedar teman, Bunda. Kak Shin ini yang kapan hari buat galau hari-hari Kak Hasita." sahut Caraka.

"Hemm?" Shin menoleh ke Hasita, Hasita hanya mengendikkan bahunya.

"Kak Shin nggak tahu kan? Waktu kau entah pergi ke mana, Kak Hasita banyak melamun, terus..."

"Bisa diam nggak mulutmu itu? Atau aku suapi apel utuh?" Hasita mengambil buah apel di hadapannya.

Caraka terkekeh, rasanya senang sekali menggoda kakaknya. Orang tua Hasita hanya geleng-geleng tersenyum melihat tingkah mereka.

"Kau seperti itu? Maaf, aku tidak tahu tentang itu."

"Aku... baru ingat ada kelas pagi, kita harus segera berangkat." Hasita beranjak dari kursinya lalu menyangklong tas ranselnya, pipinya terasa hangat.

"Tapi kalian belum sempat sarapan," ujar Bunda.

"Tidak apa-apa, kami bisa sarapan nanti. Kalau begitu, kami berangkat dulu, Bunda, Ayah." Pamit Shin kepada orang tua Hasita.

"Saya titip Hasita, jaga dia baik-baik!" pinta Ayah.

"Tentu."

Hasita mendahului langkah Shin menuju mobil sedan hitam yang terparkir di halaman rumahnya. Hasita memalingkan wajahnya saat Shin masuk ke dalam mobil dan memasang sabuk pengamannya.

Akankah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang