Part 1 - Perjodohan

Start from the beginning
                                    

"Kan ada mama."

"Kamu yakin Mama masih hidup ketika saat itu tiba?"

Edgar terdiam. "Ma, Jangan ngomong gitu."

"Ed, kamu bukan butuh mama. Kamu butuh istri."

Edgar mendesah dengan keras, tangannya mengusap rambutnya dengan kasar ke atas, membuat rambut ikal itu terlihat lebih berantakan dari sebelumnya. Baiklah, ia mengalah. Ia memang butuh seorang istri yang mengurusinya, mengurusi anak gadisnya yang masih kecil. Mengurusi semua kebutuhan dirinya dan anaknya. Mengurusi rumah ini. Mamanya memang benar, mama sudah tua sehingga tidak bisa menjaga Alby dengan maksimal, ruang geraknya terbatas karena tubuhnya yang sudah sakit-sakitan.

"Dimana Edgar bisa memukan wanita yang bisa sabar ngehadapin Alby, ma?" tanya Edgar pasrah.

Renata tersenyum puas, akhirnya Edgar mau mendengarkannya. "Mama yang cariin ya?"

"Dijodohin maksudnya?" Edgar menaikkan sebelah alisnya.

"Iya. Mama punya temen yang sabar, baik terus berhati lembut banget. Nah anak bungsunya sifatnya sama seperti dia, sayang sama anak-anak lagi. Apalagi anak-anak seumuran Alby. Ya?"

Edgar mendesah. "Iya, terserah mama."

Renata tidak bisa menyembunyikan senyum kebahagiaannya, melihat itu pun Edgar hanya bisa tersenyum kepada ibunya. Membahagiakan mamanya sekarang adalah hal yang memang ia inginkan. Sebagai balasan untuk kasih sayang yang melimpah yang diberikan ibunya dari ia kecil sampai ia dewasa, bahkan sampai memiliki anak seperti saat ini mamanya terus memberikannya kasih sayang yang tanpa meminta balasan.

"Ya udah, mandi sana. Bau."

***

Almira meletakkan buku jawaban soal dari buku paket pelajaran Bahasa Indonesia milik Abigail dengan sedikit tersenyum. Luar biasa, jika dilihat dari sikap Abigail ketika ia sedang menerangkan, ini adalah hal yang mencengangkan. Almira mengira, Abigail tidak pernah serius mendengarkan, tapi percayalah. Gadis itu ternyata mendengarkan dan mengingatnya dengan jelas. Ya, jawaban dari semua pertanyaan di buku itu dijawab dengan benar oleh Abigail. Mungkin dia sensitif dan sedikit aneh, tapi otaknya memang luar biasa.

Sudah enam bulan lebih Abigail berada di kelasnya. Almira juga sudah membaca sebagian insormasi tentang anak-anak dominan otak kanan. Seperti yang pernah Ibu Diana jelaskan. Anak-anak dengan dominan otak kanan, cenderung lebih sensitif. Tidak suka diberikan perintah dan diberikan tugas dengan waktu terbatas, mereka lebih menyukai kebebasan. Sulit mengerjakan soal-soal matematika logika atau rumus-rumus, terkadang lebih suka soal cerita atau dengan contoh-contoh nyata. Itu makanya Alby lemah dipelajaran matematika logis, ia lebih suka menghitung dengan soal cerita. Alby juga lebih menyukai pelajaran bahasi inggris dibandingkan pelajaran matematika. Seringkali Almira mendengar Alby berbicara dalam bahasa inggris, lebih tepatnya mengucapkan dialog dari sebuah film kartun yang baru-baru ini digemarinya. Alby terkadang sering bernyanyi sendiri menirukan lagu yang ada di film Frozen, film kartun yang paling terkenal tahun lalu. Masih banyak yang belum Almira ketahui tentang Abigail ini. Ingin rasanya ia menggali lebih dalam lagi tentang seorang Abigail.

"Alby, hari ini kamu bawa bekal apa?" Suara anak-anak di kelas membangunkan Almira dari lamunannya. Jam istirahat siang sudah terdengar dari tadi dan dia masih berada di kelas hanya untuk memeriksa hasil jawaban selagi anak-anak menikmati jam istirahatnya.

Sepertinya Alby, Resti dan Sisi sedang menunjukkan bekal makan siang mereka yang dibawa dari rumah. Sekolah ini memang menyediakan kantin untuk anak-anak jajan, tapi ada juga beberapa anak yang dibekal dari rumah oleh orang tuanya. Tidak ingin anak-anak mereka makan dari jajanan di luar, takut tidak sehat atau tidak bersih seperti yang sering diberitakan di Televisi.

[SUDAH TERBIT] An Eternal VowWhere stories live. Discover now