Remember Me

32.6K 2.4K 283
                                    

Aku bukan siswi SMA yang berangkat diantar pakai mobil BMW, Alphard, Jazz, ataupun Lamborghini yang mengkilap. Pada kenyataannya Ayah lah yang selalu setia mengantarku sampai sekolah dan angkutan umum yang mengantarku pulang.

Aku bukan siswi SMA yang selalu berpenampilan kekinian dan serba matching, dengan rambut hasil salon perminggu. Pada kenyataanya penampilanku sangat biasa saja, tidak ada kata istimewa dan serba kekinian.

Aku bukan siswi SMA yang terkenal karena cantik atau prestasi yang dimiliki.

Aku bukan siswi SMA yang selalu dipuja oleh kaum hawa.

Dan, aku juga bukan siswi SMA yang beruntung bisa didekati seseorang yang kita suka tanpa usaha. Karena jalan satu-satunya adalah jatuh cinta diam-diam. Mengangumi sosok itu dalam diam. Karena menurutku, aku, tidak pantas untuk bersanding dengannya.

°°°

"Ca, kamu jadi ikut kemah minggu depan?" Reva tiba-tiba datang di depanku dengan buku novel klasik yang selalu dibawanya, tanpa pernah menggantinya.

Aku mengangguk, lalu kembali menulis rumus yang ada di papan tulis. "Kenapa Va?"

"Nggak sih, nggak apa-apa. Cuma ... aku mau tanya kalau nggak ikut, boleh nggak sih?" Aku yakin dia cemas. Pasalnya ekstrakulikuler pramuka wajib untuk siswa kelas sepuluh.

Aku mengangguk, lalu menggeleng. "Entah," jawabku akhirnya sambil mengendikkan bahu.

Reva mendengus sebal lalu mengacak kerudung putihnya dengan gemas. Merasa tidak berguna karena tidak memberikan saran sama sekali, akhirnya aku menutup buku catatan dan melangkah keluar kelas. Menghampiri Tiya yang sedang duduk di depan kelas. Mungkin menggosip, kebiasaan.

"Iya, katanya kak Arez udah punya pacar."

"Katanya juga ternyata kak Arez nggak alim."

"Iya! Bener banget! Masak di akun Instagramnya, kak Arez nge-follow model Victroria's Secret daripada nge-follow back orang yang minta-minta di komennya." Tiya ikut menimpali, sedangkan aku yang baru datang hanya mengangguk.

Kugulung lengan seragamku sampai atas, sambil sesekali memperhatikan Yuni yang sibuk mengoceh panjang lebar tentang kak Arez. Kapten basket yang merangkap menjadi ketua eskul SARGAS dan ketua organisasi ROHIS di sekolah. Tinggi dan putih. Secara keseluruhan dia bisa dibilang tampan, macho, atau apapun itu. Hebatnya lagi, dia bisa membuatku menyukainya.

"Udah?" Aku berdiri, berhadapan dengan mereka yang langsung menghentikan suara saat melihatku.

"Idih Ca, kacamatamu melorot tuh," celetuk Ira yang langsung membuatku melotot.

Aku membenarkan letak kacamataku, lalu sibuk memperhatikan sosok itu yang berjalan ke arah mushola sekolah. Arezha Seniven Syah. Lelaki yang keren dan tidak pernah bosan dipandang. Walaupun terkadang aku bosan--melihatnya jalan berdua dengan perempuan setiap harinya. Tak heran juga karena dia, kak Arez, masuk di berbagai eskul dan termasuk jajaran orang penting.

Dengan terkejutnya aku berdiri tegak sambil menepuk dadaku. Kak Arez menatapku tajam namun menyiratkan kelembutan. Jika bisa digambarkan, mungkin tempo detak jantungku sekarang sudah seperti musik di diskotik.

"Ih! Dia jadi imam lho! Astaga, calon suami yang baik banget itu mah!" Tak kuhiraukan suara jejeritan itu, mata minus duaku tengah sibuk memperhatikan kak Arez.

"Calonku tau!"

"Enak aja!"

"Nggak boleh, kak Arez punyaku!"

Sejak masa orientasi siswa waktu itu, kurasa aku sudah tertarik dengan kak Arez. Mata hitam legam, kulit putih kekuning langsatan, serta rambut cepak yang terpotong rapi. Entah kenapa di mataku kak Arez terlalu sempurna. Apa lagi membayangkan dia bersanding denganku, itu sangat tidak mungkin. Dan saat aku mulai suka dengannya, sejak saat itulah aku memberi tembok yang kokoh untuk menjadi pengagum rahasianya saja. Meskipun sering memimpikan kak Arez duduk berdua denganku di sofa rumah masa depan kami sambil melihat cucu dan berpegang tangan erat.

Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang