IN THE APARTMENT

3.4K 205 31
                                    

"Here's your hot chocolate", ucapnya sambil menyerahkan satu mug berwarna merah, yang aku raih dengan kedua tangan. Rasa panas langsung menjalari telapak tanganku, dan memandang cuaca di luar, aku beruntung ada di sini. Hidungku dengan cepat mengenali aroma kayu manis dalam cokelat panas yang dibuatnya.

"Aku suka kamu mencampur cokelat panas ini dengan kayu manis. Not many people do it."

Dia tersenyum."You love it, then?"

Aku mengangkat wajah untuk memandangnya dan mengangguk. "Cokelat panas jadi sesuatu yang harus aku minum setiap hari sejak musim dingin. Twice."

"Ditambah dengan baca buku sambil mendengarkan Ludovico Einaudi. Perfect."

Nama yang disebutnya jelas membuatku mengerutkan dahi. Ludovico Einaudi?

"Sebentar."

Dia kemudian beranjak dari hadapanku dan berjalan menuju salah satu meja di sudut ruangan. Rasa cokelat yang kental langsung membuatku ketagihan sebelum sebuah dentingan piano membuatku mengangkat kepala untuk menatap punggungnya. Dia membalikkan tubuh dan tersenyum.

"Dia salah satu pianis favoritku," ucapnya sambil kembali berjalan ke tempat dia duduk sebelumnya.

"Tidak banyak orang yang masih menggunakan pemutar CD ketika semua hanya tinggal klik."

"Aku termasuk orang yang memilih beberapa hal dalam hidup konvensional," jawabnya sambil meluruskan lengannya di atas meja.

"Kamu tidak suka cokelat panas?" tanyaku.

"I prefer tea," jawabnya sebelum menyesap teh yang sedari tadi, belum disentuhnya sama sekali.

"Sebagai peminum teh, cukup mengejutkan kamu menyimpan cokelat bubuk."

"Aku hanya menggunakannya ketika ingin membuat makanan penutup atau camilan yang menggunakan cokelat bubuk."

"Di Bari, setiap kali hujan atau mendung berkepanjangan, aku selalu bilang ingin pulang ke Indonesia."

"Mendung berkepanjangan? Interesting words."

"Banyak orang bilang, musim dingin adalah musim paling bagus untuk mengunjungi Eropa atau Amerika, tentu saja karena salju. Terutama orang Indonesia. Mereka pasti akan mengutuk hujan dan rasa dingin, jika tahu betapa menggigilnya musim dingin di sini . Mereka mungkin akan lebih banyak menghabiskan waktu di kamar hotel."

"Well, aku tidak bisa menyalahkan mereka. Apalagi, di Indonesia tidak ada salju. Wajar kalau mereka ingin ke Eropa atau Amerika ketika musim dingin."

"We have one thing in common: We both hate winter."

Dia mengangkat cangkir teh-nya sementara aku melakukan hal yang sama.

"For us who hate winter."

"For us who hate winter," ucapku.

Kami terdiam. Musik Ludovico Eiunadi mengingatkanku akan musik Philip Glass yang dipakai untuk The Hours. Minimalis.

"Tell me, apa yang kamu kerjakan di ASM?"

Aku menarik napas dalam. "Aku bertanggung jawab atas buletin yang terbit tiap bulan dan juga membantu mereka ketika ada youth exchange atau training course, belajar untuk menulis proyek. Selain itu, membantu mengoreksi untuk setiap artikel dalam bahasa Inggris."

"Sounds interesting."

Aku mengangguk. "Aku belajar banyak di ASM. Kebetulan, hanya ada lima orang volunteer di sana, jadi tidak terlalu banyak orang."

ONE FINE DAY (NOW AVAILABLE ON KARYAKARSA)Where stories live. Discover now