Tre

70 3 7
                                    

Anak anak Raja Clark segera turun dari kereta kuda. Diawali Arion yang masih saja mengelus-elus lutut dan pahanya. Lalu Ayana, Mi, dan terakhir pelayan mereka, Alexa.

Begitu sampai di kastil kerajaan di kota Lahlaian, si kembar A sudah berhenti bertengkar. Sebagai gantinya, mereka menatap takjub pada kastil yang sudah dua tahun tak mereka datangi. Mi sendiri menatap diam-diam bangunan itu dengan rindu.

"Mari Yang Mulia," seorang pelayan laki-laki menyambut mereka. Di belakangnya, beberapa pelayan lain berdiri. Begitu kereta barang datang, mereka segera membawa koper-koper anggota kerajaan.

.

Mi berjalan pelan tak bersuara saat mereka masuk ke dalam kastil. Pintu maha besar menghadang mereka begitu meninggalkan halaman. Ukiran pintunya sama persis dengan ukiran kerajaan mereka, Bunga Teratai.

Otak Mi berusaha kembali mengingat ruangan dalam kastil ini. Sudah lama rasanya ia meninggalkan segala kenangan indah disini. Sejak penyerangan dyret , Mi tak pernah kemari lagi.

"Halloo nona! Jangan melamun terus..." tiba-tiba Arion merangkul Mi dari belakang. Membuat adiknya itu kaget dan sempat melotot padanya.

Arion tertawa, "Owow.. adikku memelototiku.." ujarnya sambil menjawil hidung Mi.

"Maafkan aku," kata Mi pelan sambil merubah wajahnya ke mode 'biasa'.

Arion semakin tertawa mendengar permintaan maaf adiknya itu. Bahunya berguncang. Wajahnya yang tampan semakin terlihat menakjubkan saat tertawa.

Pletak!

"Adaw!!" Arion meringis kesakitan saat sebuah benda keras dipukulkan ke kepalanya.

"Berisik bodoh!" Ternyata Ayana.

Arion melepas rangkulannya di bahu Mi dan memindahkan tangannya ke depan dada. "Sakit! Dasar putri galak!"

Mata Ayana membulat, "Heeh?!! Kauu!"

Mi segera menyelinap pergi sebelum telinganya kembali berdenging gara-gara kedua kakaknya yang kekanak kanakkan itu.

.

Mi masuk ke sebuah ruangan setelah lima menit memutuskan berputar-putar mengelilingi kastil. Saat masuk, hidungnya mencium aroma debu dan kertas tua. Oh. Ternyata Mi masuk ke sebuah perpustakaan.

Perpustakaan itu tampak nyaman. Ada sebuah meja bundar besar berdiri di tengah-tengah ruangan. Di sekeliling meja, terdapat kursi-kursi kayu beralas bantal. Dinding perpustakaan dijadikan rak-rak buku. Tangga-tangga putar menempel pada rak-rak tersebut.

Begitu selesai memperhatikan perpustakaan, Mi melangkahkan kakinya menuju rak buku sebelah utara meja. Matanya membaca judul-judul buku yang dikategorikan ke dalam berbagai jenis genre.

Jari Mi yang lentik menelusuri judul-judul buku dihadapannya. Ketika ia tidak menemukan buku yang menarik, Mi naik ke rak lebih atas dengan meniti tangga putar. Dan kejadian itu terulang sampai sepuluh kali. Alhasil, gadis itu kini berdiri empat meter diatas tanah.

"Jackluen bersaudara, kipas-kipas surga, mimpi para putri, hmm... Kisah Ksatria dunia?" Gumam Mi, sambil menelusuri rak urutan sepuluh.

Matanya membulat saat melihat sebuah buku bersampul kayu mahoni yang tampak tua. Di sisi buku tersebut, tertulis sebuah judul Freud Lantern : Historien om regnbuen. Mi segera mengambil buku tersebut.

Karna tak menyadari seberapa tingginya ia naik, Mi hanya turun dua langkah tangga lalu menjatuhkan dirinya ke bawah. Sontak ia terkejut begitu tubuhnya terbang bebas menuju lantai.

"Aaaa!" Mi tercekat begitu jatuh. Daan.. bruk!

"Aduh.." suara seorang pemuda yang kesakitan mengejutkan Mi. Saat ia membuka mata, ia sadar bahwa dirinya menduduki 'sesuatu'.

Grater av RegnbuenWhere stories live. Discover now