James yang pertama kali terpesona mendapati sorot mata menggemaskan si pemuda. "tentu! Kau boleh menambah gulanya sebanyak apapun yang kau inginkan," sahutnya disertai dengan kerlingan jenaka khas lelaki era sembilan puluhan.
Keonho baru saja meraih sendok takar untuk menuang sirup gula ketika sebuah bayangan besar tiba-tiba menutupi pandangan kerjanya.
"Hyung, kau kenapa mendekat?" tanya Keonho tanpa menoleh.
"Aku mau membantu," jawab James, padahal wajahnya jelas-jelas terpaku pada pelanggan baru yang sedang menunggu di depan etalase.
"Membantu kepalamu," gerutu Keonho, kendati ia terpaksa mundur setengah langkah ketika James benar-benar mengambil alih gelas teh yang sedang ia siapkan. "Hyung! Itu-"
"Tenang, Ahn. Aku ahli dalam membuat barley tea yang... penuh cinta," bisik James tanpa malu, disertai lirikkan nakal ke arah si pemuda berkacamata tebal itu.
Keonho hanya bisa menghela napas panjang. Sudahlah, biarkan orang tua itu. Dia sudah tidak memiliki energi untuk mendebatnya.
Sementara itu, sang pelanggan yang berdiri di depan etalase tampak semakin salah tingkah. Kedua tangannya saling menggenggam erat di depan perut, dan matanya bergerak-gerak gelisah setiap kali James menatapnya.
"Ini tehmu," ucap James lembut, menyerahkan cup barley tea yang penuh es dan ditambahkan gula sesuai permintaan. "Kalau kurang manis, bilang saja. Aku bisa buatkan yang lebih... manis lagi."
Si pelanggan praktis tersedak udara. Sementara Keonho menahan tawa. Namun ironisnya, James terlihat semakin percaya diri.
Lantas, tanpa aba-aba, pria itu menyodorkan ponselnya.
Yang disodorkan ponsel berkedip cepat. "Eh...?" bibirnya membentuk huruf O kecil. Sorot matanya seolah bertanya, "apa maksudnya ini?"
James yang paham persis kebingungan itu, mencondongkan tubuh sedikit seraya tesenyum kecil yang menurut standar Keonho, terlalu norak untuk ukuran lelaki era dua ribu-an.
"Boleh aku minta nomor ponselmu?"
Keonho membeku, begitu pula dengan si pemuda manis.
"N-nomor...?" ia memegangi gelasnya erat-erat, seolah minuman itu adalah satu-satunya penyelamat hidupnya.
Yang kebih tua mengangguk sekali, mantap. "Nomor ponselmu. Untuk berjaga-jaga kalau tehmu nanti terlalu manis atau terlalu pahit."
Penjelasan paling tidak logis, namun diucapkan dengan percaya diri tingkat dewa.
Si pelanggan tidak paham, kendati ia terlalu bingung untuk menolak. "Ah... i-iya..." ujarnya lirih, lalu dengan gerakan kikuk ia mengambil ponsel James dan mengetikkan nomor miliknya.
James menerima kembali ponselnya dengan wajah berbinar seperti baru memenangkan lotre. "Terima kasih, adik manis."
Si manis nyaris tersedak lagi. Namun ia hanya menunduk, memeluk minumannya, dan hendak bergegas pergi seolah ingin segera mungkin melarikan diri dari atmosfer memalukan yang ia ciptakan sendiri.
Tetapi, belum tiga langkah ia bergerak, suara berat dan renyah itu kembali memanggil,
"Hey, adik manis!"
Ia terhenti kaku, menoleh dengan perlahan, laiknya robot yang kehabisan baterai.
"Siapa namamu?" Tanya James, senyum menawannya semakin mengembang.
Pemuda androgini itu mengeratkan pelukan pada cup teh di dadanya laiknya anak kecil memeluk buku anggun. Pipinya memerah lembut. "J-Juhoon..." ia menunduk lebih dalam. "Namaku Kim Juhoon."
YOU ARE READING
The Way Of Life [Drabble]
FanfictionAda banyak cara dari Sang Dewata untuk menghadirkan cinta. Berikut dengan rasanya yang beragam. Pahit dan manis. Suka dan duka. Senang dan sedih. The Way Of Life, buku ini menyajikan beragam potongan kisah cinta. [Drabble of Kpop Random BL]
I for Iris - (JamesHoon)
Start from the beginning
![The Way Of Life [Drabble]](https://img.wattpad.com/cover/404598891-64-k215828.jpg)