Avocado toast with spicy miso yang tadinya terlihat begitu menggugah selera, kini tidak lagi. Sabitha menatap amplop coklat yang baru saja gadis itu buka, dan baca isinya dengan lesu.
"Pi, yang bener aja dong? Nikah? Minggu depan? Ini gak lebih mendadak daripada Abang-abang tahu bulat," keluhnya dramatis.
Dihadapannya, Aditya Pranata— berdehem sebelum akhirnya bersuara. "Gak mendadak sebetulnya. Pernikahan ini sudah resmi disepakati setelah perusahaan Papi bangkit dan kembali jaya seperti sediakala."
"Tapi aku baru tau sekarang??"
"Surprise"
Sabitha melongo. Rahangnya nyaris jatuh sesaat setelah mendengar balasan Sang Papa. "Bukan surprise ini namanya, tapi serangan mendadak."
"Kamu cuma perlu menyetujui dan tanda tangan setelahnya," timpal Rania Prameswari— Sang Mami. "Lagian, putra dari keluarga Adinata juga bukan sembarang orang. Kami gak asal mengiyakan tawaran cuma untuk keuntungan perusahaan— calon suami kamu orang yang baik," pungkasnya.
Sabitha menghela napas pendek, tapi berat. "Ini aku gak bisa nolak, ya? Hukumnya wajib?"
"Bisa."
"Serius?!" seru Sabitha dengan mata berbinar.
Aditya mengangguk. "Asal kamu bisa mencari pengganti yang lebih unggul dari putra tunggal keluarga Adinata."
Seketika bahu gadis itu melemas. "Yaelah, sama aja bohong."
"Kalau saran dari Mami sih, terima. Daripada kamu pusing tujuh keliling nyari CALON SUAMI idaman," ucap Rania. Tenang. Padahal, Sabitha sudah hampir menjadi Reog Ponorogo.
Gadis berusia 20 tahun itu lagi-lagi hanya mampu menghela napas, sebelum akhirnya berkata. "Oke. Deal. Aku mau, tapi ada syaratnya."
"Syarat?" tanya Aditya, keningnya mengerut. "Syarat apa? Sebutkan. Selagi Papi mampu dan permintaan kamu gak aneh-aneh atau diluar nalar manusia."
Sabitha tersenyum manis. "Beliin aku Bentley."
"Bentley?" tanya Aditya memastikan. Sabitha mengangguk, berharap Sang Papi akan menolak dan dengan begitu gadis itu juga bisa menolak perjodohan ini.
Tapi sekali lagi, harapan hanyalah harapan. Aditya justru mengangguk. Mengiyakan. Santai. "Gak masalah. Sekalian buat hadiah pernikahan kamu dengan Kaleandra."
Kocak, Sabitha mendengus dalam hati.
"Dari Mami kamu gak mau minta sesuatu?" tanya Rania sambil menyuap nasi gorengnya.
Sabitha menggelengkan kepalanya. Setengah frustasi setengah pasrah. Duh, keluhnya. "Tapi aku gak keberatan kalau Mami mau beliin aku Baking House, sih."
"Oke, noted."
Kocak part dua, Sabitha lagi-lagi hanya bisa melemaskan bahu. Pasrah dengan keadaan. Harapannya hanya satu, semoga tampang Si Kaleandra itu sedap dipandang. Seumur hidup soalnya.
"Nanti malam kita dinner sama keluarga Adinata, sekaligus untuk membahas rangkaian acara pernikahan kalian minggu depan," ucap Aditya.
"Oke," balas Sabitha sekenanya. "Formal?"
"Semi-formal. Yang penting sopan."
"Pake crop top aman kan, Mi?"
Rania menatap putri tunggalnya lekat-lekat, sedangkan yang ditatap membalas dengan cengiran tanpa dosa. "Bercanda doang yaelah. Chill"
"Sabitha.."
"Astaga, iyaaaa. Gak akan pake begituan."
Vintage banyak aturan, omelnya dalam hati. Sabitha masih cukup menyanyangi dirinya untuk tidak mengatakan secara langsung.
BINABASA MO ANG
A Contract of Heart
Fanfiction[SLOW-UPDATE] They say love grows with time- living together as husband-wife, even if it's arranged . But let's be real, Sabitha only believes 20% of that.
