Tristan menghela nafasnya "dan kalian berdua memenjarakan kebebasanku" ucapnya pasrah.

Maura menatapnya dengan kejam "kami berusaha membantumu, kalau kau kami bebaskan, kau tidak akan bisa menghitung berapa ranjang yang sudah kau singgahi"

"dan sekarang aku juga tidak bisa menghitung berapa ranjang yang ku singgahi, karena tidak ada sama sekali, kecuali ranjangku yang setiap malam terasa sama, kosong dan dingin" Tristan kembali membayangkan malam-malam kelam yang di alaminya, jika Alvin dan Om nya bisa menaiki ranjang perempuan mana pun yang mereka mau, maka dia tetap dengan ranjangnya karena kehadiran kedua gadis yang menjadi istrinya, menghalau setiap perempuan untuk mendekatinya.

Perempuan mana yang berani berhadapan dengan tatapan tajam Clara, tatapan tajam kucing yang tak ingin santapannya direbut. Atau tatapan Maura yang penuh senyum dan intimidasi.

"kau harusnya bersyukur kami menghindarkanmu dari berbuat kesalahan, tidak mengikuti jejak yag salah" dia berbicara kepada Tristan tapi tatapan tajam Maura masih tertuju pada orang yang berada di hadapannya.

"sudahlah Tristan, seharusnya kau bersyukur memiliki dua istri yang cantik dan setia menemanimu" Clara berusaha menghiburnya dengan suara lembutnya.

"aku akan lebih bersyukur kalau kalian setia menemaniku di ranjang" Ucapnya dengan kekesalan yang memuncak.

Clara langsung melepaskan pegangan tangannya dan menjauh beberapa langkah dari Tristan, begitu juga Maura.

"Kak Dimas belum ngucapin selamat ke Alvin" Clara mengabaikan Tristan dan beralih kesebelah Dimas.

"oh ya, Selamat Ulang tahun Alvin. Aku nggak bawa kado karena ku rasa kamu nggak main tamiya lagi kan" ucapnya

"Trims, nggak perlu tamiya, asal harga mobil yang aku pesen di hargai dengan harga pabrik, bukan harga showroom"

Dimas adalah seorang pengusaha yang sukses, dalam waktu kurang dari 10 tahun dia sudah memiliki bebererapa bengkel, satu showroom mobil dan juga satu pabrik perakitan mobil merek ternama yang memberikan kepercayaan terhadap perusahaannya dalam perakitan mobil mereka untuk wilayah Asia Tenggara. Dari bengkel kecil yang ada di depan rumah mungil miliknya dulu sekarang dia sudah menjadi pemilik perusahaan besar.

"bisa di pertimbangkan" jawab Dimas santai.

"mau ganti mobil lagi? perempuan mana lagi yang tidak menyukai mobilmu yang sekarang" Clara mengalihkan perhatiannya kepada Alvin, gadis itu berdiri di hadapannya, meninggalkan Dimas dia mulai mencecar Alvin dengan berbagai pertanyaan.

Dimas dengan santainya meninggalkan Alvin dan Clara dengan segala urusannya, karena dia sendiri punya hal lebih penting untuk di urus.

"apa kabar Maura" perhatian Dimas tertuju pada Maura yang sudah menjauh dari Tristan.

Dengan tatapan sinisnya Maura menjawab "baik" bibirnya bahkan tidak terlihat bergerak.

"kita sudah lama tidak bertemu ya, terakhir kali bertemu di acara ulang tahun Calista bukan"

Dimas mengingat hari itu dengan baik, hari ulang tahun keponakan cantiknya Calista Waradhana dan juga hari dimana bibir yang saat menjawab pertanyaannya tadi tidak begerak, bergerak liar dan menuntut bibirnya.

Dan sepertinya Maura juga mengingat hari itu, wajahnya memanas, dengan cepat di teguknya habis minuman yang ada di dalam gelasnya.

"bukan hari itu, tapi satu hari setelahnya" melihat wajah bingung Dimas, Maura melanjutkan kalimatnya "di apartemen Palazo dengan gadis berambut coklat"

Maura mengingat jelas hari itu, dimana lelaki yang semalam menciumnya, siang harinya di lihatnya menggandeng mesra perempuan lain.

"ahh, apartemen Palazo" Dimas dengan senyumnya menatap Maura.

Melihat ke dua istrinya meninggalkannya Tristan merasa lega "ku harap mereka berdua berhasil di jinakan dan tidak kembali padaku" ucapnya dalam hati.

Dia berjalan meningkalkan istrinya dan menikmati kebebasannya. Gadis bergaun merah yang ada di sudut ruangan sejak tadi menarik perhatiannya, dan kesanalah kakinya melangkah.

"Tantan!!!" suara manja menghentikan langkahnya, gadis cilik yang mengenakan gaun warna pink itu menghampirinya.

"di cariin mama tau" bibir gadis kecil itu mengerucut kesal

"Calista dengernya, jangan panggil Tantan, namaku Tristan. Dan panggil aku, kakak" perintahnya.

Calista menggelengkan kepalanya, rambut panjangnya bergerak mengikuti gerakan kepalanya "dari dulu aku sudah manggil itu, kenapa sekarang baru protes"

"karena sekarang kamu sudah besar, sudah SMP, belajar lah untuk manggil kakak" perintahnya

"oke, kakak. . . tua"

Di iringi tawa, secepat mungkin gadis cilik itu berlari dari hadapan kakaknya. Hal itu mengingatkan Tristan tentang kejadian masa lalu, dimana ada gadis cilik yang juga berlari darinya dengan tangis.


ini cerita tentang anak-anak mereka ya.
Dari jaman pas nulis Raya yang masih carut marut dan Anin yang sudah lumayanan.

Dan itu lah yang namanya belajar :)

kritik dan saran yang kalian kasih itu membantu saya buat belajar lebih baik.
Tapi kritik dan saran itu bersifat "membantu" kalau penyampaiannya dengan baik ya guys

Berharap tulisan yg ini bisa lebih baik lagi

tetep kasih dukungan kalian ya guys :)


thank you :*

She is PrincessWhere stories live. Discover now