A Decision in Disarray

Start from the beginning
                                        

Carius berbalik tanpa menunggu jawaban. Ia masuk kembali ke aula, beberapa orang menatapnya wajah penasaran. Akan tetapi, Carius tak membalasnya dengan wajah kekhawatiran. Wajahnya ketus, membuat siapapun tak akan berani bertanya, meski di benak mereka penuh dengan terkaan.

Roin membelah orang-orang yang sedang berdansa, menyelip hingga sampai pada Carius yang masih berdiri dan memasang matanya untuk mencari keberadaan Serina.

"Pangeran, saya memohon maaf dengan sangat jika Kenneth membuat Anda marah," ujar Roin dengan nada penuh penyesalan.

Carius tak begitu menggubris, pasalnya ia masih sibuk mencari dan sampai sekarang ia tak menemukan Serina. Ke mana gadis itu?

"Roin."

"Iya, Pangeran?"

Carius melirik Roin yang masih menunduk. "Bangun, cari Serina."

Roin segera menegakkan tubuh. "Serina, Pangeran?"

Matanya masih mencari. "Iya, Serina, cepat cari dia." Nada suara Carius terdengar gelisah.

Tanpa menjawab pria itu mengangguk dan lekas pergi dari sana. Entahlah firasat Carius tidak enak sekarang, takut jika Serina pergi mengikuti salah satu dari mereka dan gadis itu sekarang terhimpit tak bisa lolos.

Suara musik yang mengalun dan canda tawa para tamu sama sekali tak membuat Carius hilang fokus. Ia bisa saja bergerak mencari, tetapi itu akan membawa banyak kecurigaan jika dirinya terlihat gelisah di depan banyak orang seperti ini.

"Kau tahu ... kemarin Lord Mark sakit lagi, tetapi tadi siang saat aku berkunjung dia kembali sehat," ujar seseorang yang membuat Carius membeku. Ia melirik dan menajamkan telinga.

"Wah ... dia terlalu menerima banyak berkat hingga diberi umur panjang dan kesehatan," balas pria di sampingnya.

Bagaimana bisa? Apakah Lord Mark merebut kembali benang yang sudah dipotong? Atau dia mencuri lagi?

Ia harus segera menemukan Serina. Gadis itu harus tahu jika Lord Mark kembali pulih. Maka kini kakinya balik arah, ia keluar dari aula dan mencoba mencari Serina di luar.

Carius masih mencoba untuk mencerna baik-baik. Itu artinya misinya kemarin gagal. Ia menjambak rambut sebelah kanannya mulai cemas. Ia berjalan mondar-mandir sekarang.

Kemudian ia kembali melangkah, ia harus tetap mencari Serina bukan panik sendiri seperti sekarang. Ia menarik napas pelan-pelan, mengeluarkannya dengan tenang. Merasa sudah cukup dingin, matanya kembali memindai sekitar.  Lorong-lorong yang ia lewati diamati dengan sangat, pilar-pilar besar juga ia pastikan tak menyembunyikan sosok di baliknya.

Namun, pembicaraan dua orang tadi sungguh mengganggu pikirannya. Lalu sebuah pemikiran gila muncul, bersamaan dengan langkah tegasnya berhenti.

Bagaimana jika sebenarnya Serina tak benar-benar memotong benang Lord Mark? Atau bagaimana jika dia mengarang semuanya untuk menarik simpati Carius dan memanfaatkannya untuk sebuah misi rahasia?

Mata Carius membulat, pikirannya berhasik menjebak dirinya di dalam dilema yang membuat kepercayaannya terhadap Serina berkurang.

"Apakah dia pengkhianat?" gumamnya lirih.

Kemudian Carius mendengar suara langkah kaki, dengan hati-hati ia menepikan tubuh. Menyembunyikan dirinya di belakang pilar yang cukup besar. Lalu gaun hijau berbahan satin mulai terlihat dari belokan kiri, jaraknya sekitar 500 meter dari posisi Carius.

Gaun itu diikuti dengan sosok Serina yang  terlihat sembari menarik tangan seseorang. Carius segera menyipitkan mata, melihat dengan jelas siapa orang yang Serina tarik pergi dari sana menuju luar istana. Semakin diamati, Carius tampak tahu siapa orang itu.

Matanya membulat seketika, wajah yang sedang melihat ke kanan-kiri itu adalah Kenneth. Tubuh Carius yang awalnya sedikit menunduk kini menegak, mengapa Serina keluar dari aula jika para pencuri itu ada di dalam sana? Bukannya dia harusnya menyelesaikan pekerjaannya dengan benar? Bukan pergi seperti ini bersama orang lain.

Tangan Carius mengepal, napasnya terasa panas. Gejolak amarah di dalam dirinya kini membuncah. Jika sampai persepsinya benar, ia tak akan mengampuni Serina. Tidak akan.

Akhirnya Carius kembali melangkah, mengikuti keduanya secara diam-diam dari belakang. Serina membawa Kenneth menuju taman di samping istana.

Gadis itu bertolak pinggang, wajahnya jengkel. Lalu tangannya menuding Kenneth seraya berteriak, "Karena kau mereka pergi!"

"Karenaku? Aku melakukan apa?" tanya Kenneth tak mengerti.

"Kau tadi mengahadangku dan misiku gagal dilakukan!" teriak serina penuh dengan amarah.

"Aku tidak paham dengan apa yang kau maksud. Tadi Pangeran juga berkata jika aku mengganggumu." Kenneth mengeluarkan keluh kesahnya. "Sebenarnya apa yang kau lakukan? Beritahu aku."

"Tidak bisa! Ini bukan urusanmu! Arghh!" Serina mengacak rambutnya, gadis itu marah-marah sendiri membuat Carius kebingungan.

"Serina," panggil Kenneth.

"Apa??" sahut Serina dengan suara tak bersahabat.

"Apa hubunganmu dengan Pangeran?" tanya Kenneth tiba-tiba dan di situasi tidak tepat.

"Apa pun hubunganku dengan Pangeran bukan urusanmu!" Serina  beranjak berniat meninggalkan Kenneth, tetapi pemuda itu menahan tangannya.

"Apa kau mencintainya? Atau dia yang mencintaimu."

Serina mengempas tangan Kenneth.

Mata pemuda itu memandang Serina penuh harap. "Semoga tidak keduanya."

Serina memiringkan kepalanya, ia menghela napas kesal. "Jika pun aku mencintainya, itu bukan urusanmu!"

Kenneth terdiam. Ekspresi wajahnya mengeras dalam kesedihan yang sekilas. "Baiklah, maafkan aku. Aku tidak akan bertanya lagi. Pergi, selesaikan urusanmu," katanya, nadanya kini pasrah.

"Lain waktu, jika aku buru-buru jangan pernah menahanku," titah Serina yang kemudian pergi dari sana.

Meninggalkan Kenneth yang menatap kepergiannya dengan parau. Carius perlahan keluar dari tempatnya bersembunyi, ia juga melihat kerpegian gadis itu yang kini sedang melangkah tegas. Dari suara langkah kakinya, sangat menunjukkan seberapa emosinya gadis itu. Kini pikiran Carius jadi kalut, ia tak bisa mencerna apapun malam ini.

When Loom CallsWhere stories live. Discover now