Prologue

247 21 0
                                        

— Prologue —

> “If loving you is a crime… then let me be guilty forever.”


---

Sorotan lampu kamera menembus kaca gedung pengadilan.
Sorotannya dingin. Membutakan.
Dan di tengah keramaian itu, Jake Sim berdiri diam—dengan jas hitam elegan yang biasanya ia kenakan untuk pemotretan, tapi kali ini terasa seperti pakaian berkabung.

Para wartawan berteriak memanggil namanya.
“Jake! Apakah benar kamu terlibat dalam kasus Park Entertainment?”
“Jake, apakah hubunganmu dengan jaksa Park Sunghoon memengaruhi penyelidikan ini?”
“Jake, tolong katakan sesuatu—!”

Click.
Click.
Click.

Ratusan kilatan kamera menyambar wajahnya, tapi senyum khas Jake tak muncul. Ia hanya menunduk, kedua tangannya mengepal di sisi tubuh, menahan gemetar yang bahkan make-up tebal pun tak bisa sembunyikan.

Langkahnya berhenti tepat di depan tangga marmer.
Dan di atas sana—di antara barisan petugas hukum dan awak media—berdiri sosok yang membuat dunia Jake berhenti berputar.

Park Sunghoon.
Jaksa muda berbaju hitam, berdiri tegak dengan map di tangannya. Tatapannya tajam. Dingin. Terlalu profesional. Tapi Jake tahu… di balik dingin itu ada luka. Luka yang sama seperti yang ia rasakan.

Hanya beberapa bulan lalu, mereka berbagi ruang yang sama—bukan ruang sidang, tapi ruang yang penuh tawa, kebersamaan, dan rasa takut untuk mengakui perasaan sendiri.
Dan kini, mereka berdiri di sisi berlawanan dari dunia.

Jake menarik napas dalam, menatap Sunghoon dari bawah tangga.
Tatapan mereka bertemu sesaat—cukup lama untuk mengingat segalanya, tapi terlalu singkat untuk kembali ke masa lalu.

“Aktor Jake Sim,” panggil suara dingin dari petugas. “Silakan masuk. Sidang akan dimulai.”

Jake tak menjawab. Ia hanya melangkah perlahan, melewati lautan kamera yang tak henti-henti menyorotinya.
Tiap langkah terasa berat, seolah lantai itu menariknya turun ke dasar rasa bersalah yang ia buat sendiri.

---

Enam bulan lalu.

Dunia belum seburuk ini.

Jake masih menjadi bintang yang disukai semua orang—ramah, lucu, selalu punya cara membuat siapa pun tertawa di lokasi syuting. Ia masih menjadi Jake Sim, wajah ikonik di billboard, bintang iklan parfum terkenal, dan kekasih impian publik.
Tapi di balik sorot kamera, ia selalu merasa kosong.

Dan di sinilah semuanya dimulai—bukan di studio atau red carpet, tapi di sebuah rumah sederhana di kawasan Mapo.
Temannya, Park Jihoon, baru saja mengundangnya untuk makan malam. Jake yang terlalu santai tak tahu kalau malam itu akan mengubah hidupnya selamanya.

“Hyung, jangan terlalu banyak ngomong ya nanti kakakku gak suka orang cerewet,” kata Jihoon sebelum membuka pintu.

Jake hanya terkekeh. “Tenang aja, siapa juga yang bisa nggak suka aku?”
Nada sombong tapi lucu itu membuat Jihoon hanya bisa memutar mata.

Begitu pintu terbuka, aroma masakan rumahan langsung menyambut.
Tapi sebelum Jake sempat memberi salam, suaranya terhenti.
Di ruang tamu, duduk seorang pria berjas abu gelap, membaca berkas tebal sambil menyeruput kopi. Tatapannya dingin, tanpa sedikit pun ekspresi.

Park Sunghoon.
Jaksa muda yang namanya sering muncul di berita hukum.

Jake bahkan mengenal wajah itu—bukan secara pribadi, tapi dari artikel dan siaran televisi.
Pria yang dikenal “tak kenal kompromi dengan siapapun.”

Sunghoon mengangkat kepala perlahan.
Tatapan mereka bertemu untuk pertama kali.
Jake tersenyum refleks, berusaha memecah ketegangan.
“Annyeonghaseyo, saya Jake. Temannya Jihoon, sekaligus—”
“Artis,” potong Sunghoon tanpa menurunkan berkasnya. “Saya tahu.”
Nada suaranya datar. Dingin. Tapi tajam seperti bilah pisau hukum yang biasa ia gunakan untuk menilai orang.

Jake berkedip cepat, lalu tertawa kecil. “Wah, ternyata nonton juga ya. Nggak nyangka Jaksa Park sempat nonton drama saya.”
Sunghoon tak menjawab, hanya menatap sekilas, seolah sedang menilai karakter di ruang interogasi.
“Duduklah. Jangan buat berisik.”

Jake menatap Jihoon dengan ekspresi what the hell is this guy, tapi adiknya Sunghoon hanya menunduk, menahan tawa.

Itu malam pertama mereka berbicara—dan juga malam pertama Jake merasa… dihakimi tanpa pernah bersalah.

---

Sekarang, di ruang sidang yang dingin itu, Jake memandangi sosok yang sama.
Sunghoon berdiri di seberang meja penuntut, sementara Jake duduk di kursi saksi.
Jarak mereka hanya beberapa meter, tapi terasa seperti dunia yang tak bisa dijembatani.

Suara palu sidang terdengar.
“Sidang kasus Park Entertainment dinyatakan dibuka.”

Jake memejamkan mata.
Sorot kamera masih menunggu di luar. Dunia masih bersiap menghakiminya. Tapi hanya satu hal yang ia takutkan—bukan vonis dari hakim, melainkan pandangan dingin dari orang yang pernah ia cintai.

Dan di tengah riuhnya ruang sidang, suara Sunghoon terdengar—
dingin, tajam, tapi gemetar di akhir kalimatnya.

“Saudara Jake Sim… apakah benar Anda mengetahui bahwa tindakan itu melanggar hukum?”

Jake menatapnya.
Matanya bergetar.
Mulutnya membuka sedikit, tapi suaranya nyaris tak terdengar.

“Kalau cinta termasuk pelanggaran hukum…” ia berhenti sejenak, menatap Sunghoon dalam-dalam, “…maka ya, aku bersalah.”

Ruangan itu hening.
Sunghoon terpaku.
Dan untuk pertama kalinya, dunia melihat jaksa yang tak mampu menatap mata saksinya sendiri.

---

Guilty of You -sungjakeWhere stories live. Discover now