Inheritance of Discord

05

" Jika saja dulu ayahmu tak menekanku demi pewaris, aku tak perlu melahirkan anak pembangkang seperti dia!" teriak Hyunho.

Hyunho menatap Taeyong yang kini menatapnya dengan tatapan nanar.

" Sekali lagi aku mendengar bantahanmu"

" Aku akan membencimu lebih besar karena aku harus melahirkan anak sepertimu!"

Hyunho berjalan meninggalkan Taeyong dan Haeun dengan emosi yang masih mendominasi.

Haeun menatap Taeyong sekilas kemudian memilih menyusul sang suami.

..

Yuta terdiam di kamarnya.

Dia memeluk bantal kesayangannya.

Perkataan sang papa berputar di kepalanya.

Yuta tersenyum miris.

" Papa, kau yang mengajariku soal pilihan"

" Tapi kenapa sekarang kau tak memberiku kebebasan untuk memilih?"

Yuta berkata dengan lirih.

Pintu kamar Yuta diketuk.

" Masuk" sahut Yuta.

Tampak Nakamichi datang sembari membawa kue kesukaan Yuta.

" Tadaaa~"

" Kue manis ini sangat pas untuk anak papi yang paling manis"

Yuta tersenyum melihat sang papi yang berusaha menghiburnya.

Nakamichi meletakkan kue itu di nakas kemudian menyentuh pipi gembil putranya.

" Langit sedang mendung di luar, ini pasti karena pemuda pembawa kecerahan sedang sedih"

Yuta tersenyum kecil mendengar perkataan sang papi.

" Yuu-chan, maafkan papamu ya?"

Perkataan sang papi membuat senyum Yuta menghilang.

" Papa hanya ingin yang terbaik untukmu, tapi mungkin-"

" Tidak, dia hanya ingin melihat darah dagingnya sendiri menderita" sela Yuta.

Nakamichi menyentuh jemari sang putra.

" Terkadang apa yang menurut kita buruk itu belum tentu buruk, nak"

Nakamichi berusaha memberi pandangan pada sang putra.

Namun Yuta tetap lah Yuta, dia enggan menerima semua nasihat di saat emosi sedang menguasainya.

Nakamichi mengusap lembut surai Yuta sebelum berpamitan untuk kembali ke kamarnya.

Yuta membuka laci nakas, jemarinya segera meraih botol berisi pil tidur.

..

Taeyong masuk ke kamarnya dengan langkah pelan.

Pintu kamarnya dia tutup dengan pelan, tak lupa memutar kunci.

Kakinya melangkah pelan menuju ranjang.

Tatapan mata yang kosong membuat Taeyong larut dalam lamunannya.

Perkataan sang papi terus berputar di otaknya.

Tanpa sadar, tubuh Taeyong mulai gemetar.

Bisikan-bisikan lirih itu kembali datang.

Taeyong segera menutup telinga dengan telapak tangannya.

Suara di kepalanya terasa begitu menyiksa.

Taeyong menggeleng keras, berusaha menghilangkan semuanya.