Prolog

26 3 1
                                        

"Hei bagaimana jika suatu hari aku pergi dari sisimu?" Gadis dengan surai pirang keemasan bertanya pada penyihir yang berada dihadapannya.

Penyihir itu hanya diam, berusaha mencerna apa yang telah gadis itu katakan. "Kau tidak akan pernah bisa kemana - mana. Lagipula dunia ini ada dalam genggamanku."

BUGH

Lemparan bantal dari gadis itu mengarah pada sang penyihir, yang untungnya mudah ditepis oleh sang penyihir.

"Aku serius Lucas! Kau ini!"

"Hah. Lagipula kenapa kau menanyakan pertanyaan bodoh seperti itu?"

"Aku kan hanya bertanya! Apa susahnya tinggal menjawab?" Ucap gadis itu dengan kesal sambil menggembungkan pipi bulatnya.

"Aku akan menunggumu." Jawab Lucas dengan santai, sambil menatap buku yang ia genggam.

"Hah?"

Gadis itu tak paham maksud Lucas, menunggunya? Maksudnya?

Mendengus kesal, Lucas hanya memutar bola matanya dengan malas. Sepertinya tuan putri dihadapannya ini memang dungu.

"Aku akan menunggumu, sampai kau terlahir kembali." Jelas Lucas

Athanasia hanya menatap Lucas dengan diam.

"Bagaimana jika aku tak terlahir kembali?" Gumam Athanasia dengan pelan, namun terdengar oleh Lucas.

"Aku akan tetap menunggumu, sampai kau terlahir kembali. Tak peduli aku harus menunggumu berapa lama, aku akan tetap menunggumu."

BLUUSH

Athanasia dapat merasakan bahwa pipinya seketika panas, ah apa udaranya tiba tiba panas? Athanasia merasa gerah sekarang.

Tentunya hal itu dapat dilihat oleh Lucas, tak melewatkan kesempatan ia berencana untuk menggoda tuan putri itu. Lucas bangun dari duduknya dan menghampiri Athanasia yang sudah panik melihatnya.

"A-apa yang akan kau lakukan?!" Teriak Athanasia sembari memundurkan tubuhnya yang sudah menempel pada kursi yang ia duduki.

Dan tada! Terciptalah posisi yang dimana jarak wajah Athanasia dan Lucas hanya berjarak 5 cm.

Lucas menatap Athanasia yang berada dibawah kungkungannya. Pipinya yang merah merona membuat Lucas gemas melihatnya. Dengan sengaja, ia menempelkan dahinya pada dahi Athanasia, membuat gadis itu menahan nafas.

"Sepertinya tuan putri suka dengan kata kata ku, haruskah aku berkata manis padamu setiap hari? Tuan putri?" Ejek Lucas

"HEI! Apa yang kau mak-"

Perkataan Athanasia terpotong saat ia merasakan ada sesuatu ada yang menempel pada pipinya. Terdengar sebuah kecupan, dan penyihir itu tampak tersenyum menang.

"Aku pergi" Lucas pergi dengan teleportasi, entah kemana tujuannya. Sedangkan Athanasia masih mencerna apa yang barusan ia alami.

Apakah barusan.... Lucas mencium pipinya?

Athanasia semakin merona mengingat kejadian tadi.

"LUCAS SIALAAAANN"

_________________________

Ah. Sungguh memori yang tak pernah ia lupakan.

Ia sungguh merindukan gadis itu.

Andai saja saat itu dia tidak pergi dari sisinya.

Andai saja dia terus menggoda Athanasia pada saat itu.

Andai ia datang lebih cepat untuk menolong gadis itu.

Ia pasti bisa menolong Athanasia, saat gadis itu terkena sihir hitam yang menyebabkan Athanasia kehilangan nyawanya.

Tak pernah sekalipun ia mencoba untuk melupakan seluruh memori tentang gadis itu.

Suaranya

Wanginya

Tatapannya

Lucas mengingat semuanya dengan baik.

Kini ia duduk di sebuah menara jam tertinggi di Obelia. Negara yang dulu dipimpin oleh Kaisar Claude yang merupakan ayah dari Athanasia telah banyak berubah. Negara ini sudah semakin maju.

Di era sekarang, hanya dirinyalah yang masih memiliki kekuatan sihir. Angin berhembus menerpa surai hitamnya dengan lembut, tiba tiba mata ruby nya bercahaya seakan melihat sesuatu yang tak ia duga.

Ia merasakan mana yang sangat tidak asing baginya. Ia melihat mana itu seakan mengarahkan suatu arah padanya. Apakah?

Apakah gadisnya terlahir kembali?

The Eternal PromiseWhere stories live. Discover now