Prolog

27 2 0
                                        

Hembusan angin malam berbaur dengan rintik hujan yang jatuh tanpa ampun. Di tengah jalan yang sepi dan basah, dua sosok berdiri saling berhadapan - seorang pria dan seorang wanita. Tatapan mereka saling mengunci, tajam, seolah waktu berhenti di antara keduanya.

Di sekeliling mereka, belasan pasang mata menyaksikan dalam diam. Tidak ada yang berani bergerak.

“Sudah lama tak bertemu, Yuzuru,” ucap sang wanita dengan senyum miring, nada suaranya meremehkan namun tenang. Matanya berkilat saat menyebut nama itu - Yuzuru, atau lebih dikenal sebagai Park Jonggun.

Jonggun tertawa pelan, nada suaranya dingin seperti hujan yang menetes di ujung rambutnya.
“Jadi kau akhirnya muncul juga,” katanya datar. “Setelah sekian lama bersembunyi seperti pengecut.”

Senyum wanita itu memudar sesaat - hanya sesaat - sebelum berganti dengan tawa kecil yang tajam.
“Pengecut, katamu? Mungkin. Tapi setidaknya aku masih punya harga diri.”
Ia mencondongkan tubuh sedikit ke depan, suaranya kini bernada tajam seperti belati.

“Sedangkan kau, Yuzuru... lihat dirimu sekarang. Dari seorang Tuan Yamazaki menjadi anjing yang menggonggong untuk tuannya - Choi Dongsoo. Turun derajat cukup jauh, bukan?, That's not the teaching of mine”

Beberapa orang di sekitar mereka menahan napas. Tak ada yang pernah berbicara seperti itu pada Jonggun - bahkan para petarung kelas atas pun tak berani.

Jonggun hanya menatapnya tanpa ekspresi, namun ada sesuatu di balik matanya - sesuatu yang berbahaya.
“Hirofumi Fumiko,” ucapnya pelan namun penuh tekanan, seakan setiap suku kata adalah ancaman.

Fumiko menegakkan tubuhnya, pandangannya tak bergeming.

“Bagaimana kalau kita buat taruhan,” kata Jonggun tiba-tiba.
“Jika aku kalah, kau boleh membawa Yoojin pergi. Tapi jika aku menang... kau akan memenuhi satu permintaanku.”

Tatapan Fumiko mengeras. “aku tidak mungkin kalah dan aku akan tetap membawa yoojin pergi tapi Permintaan macam apakah itu?” tanyanya dingin.

Jonggun menyeringai tipis. “Itu nanti kau tahu. Pertanyaannya sekarang-” ia melangkah maju satu langkah, jarak di antara mereka kini hanya beberapa meter, “-apakah kau berani menerima, atau masih pengecut seperti dulu?”

Fumiko menatapnya lama, hujan menetes di pipinya. Kemudian ia menghela napas pelan.
“Baik. Aku terima tantanganmu,” katanya mantap. “Tapi jangan menyesal, Jonggun. Aku tidak akan kalah semudah itu.”

“Bagus,” jawab Jonggun datar, namun matanya menyala dingin. “Kita lihat siapa yang bertahan sampai akhir.”

Hujan semakin deras. Petir menyambar di kejauhan, menyinari dua sosok yang kini berdiri tegak dalam diam.
Udara di sekitar mereka terasa berat, menandakan bahwa pertarungan malam itu bukan sekadar duel biasa
-tapi pertemuan dua legenda lama yang akhirnya kembali menuntaskan kisah yang tertunda.

“Jadi,” bisik Fumiko, suaranya hampir tenggelam oleh suara hujan, “siapkah kau untuk mengulang sejarah, Yuzuru?”

Jonggun mengangkat dagu sedikit, senyum tipis kembali muncul di wajahnya.
“Aku selalu siap untuk mu, Fumiko.”

Dan di bawah langit yang diguyur hujan, dua nama besar itu bersiap untuk menulis babak baru dari perang yang seharusnya sudah lama berakhir.

MythOnde histórias criam vida. Descubra agora