/Conditional Sentence/
/Menyatakan hubungan Sebab-Akibat antara satu kondisi ataupun situasi/
/Memiliki hasil tindakan yang mungkin terjadi atau tidak/
● Zero Conditional Sentence (n) kalimat yang menyatakan pernyataan umum atau fakta yang selalu...
If she smiles, my heart definitely feels warmer than before
🍓🍓🍓
Jeevan POV
Cara kerjanya sama seperti If Clause Type Zero, yang menyatakan pernyataan umum, tak bisa dibantah dan dilawan, karena ketentuannya memang seperti itu.
Senyum gadis itu benar-benar membuat hatiku menghangat. Lihat saja sekarang, dia... dengan lebarnya tersenyum, kurva manis itu bisa membuat siapapun yang melihatnya terbuai akan pesona tanpa ampun.
Sebut saja hiperbola, tapi ini kenyataan. Jika kalian berada di samping gadis itu, sudah dipastikan kalian lupa daratan. Tapi bagiku hal mustahil untuk bisa berada di samping gadis itu. Dia terlalu bersinar untuk sekedar didekati.
Callisa Kaditha, gadis yang ku bicarakan. Dia, gadis energic dari FK, satu tingkat lebih tinggi dariku.
"Ga bosen apa liatin dari sini mulu? Minimal samperin." Deep voice khas yang familiar itu membuyarkan lamunanku. Aroma matcha menyeruak kala manusia itu berdiri di samping kanan.
"Padahal jarak lantai dua ke kafetarian ga sampai setengah lapang lari anak-anak penjas, jarak tempuhnya juga cuma lima menit." Ocehannya terdengar enteng untuk dilakukan.
Melirik sekilas, "Dia lagi sibuk sama temennya."
Ekspresi meledek itu muncul ke permukaan, raut muka tengil itu seperti mengejek.
"Halah... alesan aja lu kak... ntar diserobot sama kembaran gue tantrum lagi."
Mendengus pelan, satu fakta yang hampir terlupakan, jika seorang Jace Nyxie yang notabenya kembaran manusia jangkung itu—Anjani Nyxie, pun tengah gencar mendekati gadis primadona fakultas kedokteran itu.
"Suruh kembaran lu itu buat jauh-jauh dari Kak Isa." Bukan jawaban yang ku terima, namun tawa besar yang lebih mirip suara bapak-bapak terdengar nyaring.
"Aduh sorry to say nih Kak Jeev, tapi makin di bilangin, si Jace malah makin ngelunjak." Tak lupa tangan kirinya menepuk pundakku berkali-kali, seakan memberi petuah.
Cibiran pelan tak tertahankan, dia cukup menyebalkan, sama seperti kembarannya.
"Terus ini anak Faperta ngapain kesini? Dari ujung ke ujung mau ngapain coba?"
Suara menyedot panjang yang mengganggu itu cukup nyaring. Sebelum menjawab, si rambut nyentrik itu menggeleng pelan diikuti cengiran lebar.
"Biasalah... mau liatin bidadari tanpa sayap." Pandangan Jani langsung berpindah ke arah meja paling tengah di kafetarian. Dimana di sana ada sekelompok gadis yang tengah serius berbincang.
"Halah... sama aja ternyata lu cuma bisa liatin kayak gue."
"No no no... jangan samain gue sama lu kak. Kalo gue itu apa ya? Lagi nunggu momen yang pas buat ngajak kenalan Kak Yumna, lagian gue baru ketemu seminggu yang lalu. Kalo elu sih... udah kenal setaun tapi kok ga ada progres sama sekali."
Sialan... ucapan anak itu benar-benar selalu tepat sasaran. Kepalang kesal, tanganku diulurkan lantas merangkul pundak Jani—sedikit memberik tekanan pada rangkulan.
"Uhuk... Kak... lu mau bikin gue mati hah?!" Dia sedikit memberontak, memukul lenganku berkali-kali.
"Makanya, jadi orang jangan nyebelin."
Dia mendengus sebal setelah rangkulannya terlepas, "Ah ribet kalo ngomong sama kulkas pms. Mending cabut aja lah."
Mukanya masih sedikit kesal, sebelum pergi, Jani menghentakan kakinya dan melempar cup minuman ke tong sampah.
"Awas aja, gue aduin lu ke kembaran gue." Setengah berteriak, dia pun berlari entah kemana.
Tak menggubris ucapan Jani—membiarkan dia pergi sesuka hatinya.
Kini, aku kembali memperhatikan gadis itu. Di mejanya terlihat ramai, ada Yumna, gadis cantik yang menjadi incaran Anjani. Seline, si centil yang terkenal di kalangan anak kesehatan. Dan tentunya Callisa, gadis pujaan semua orang, termasuk aku.
Cukup lama aku mengawasi gerak-geriknya, dan sepertinya dia sadar akan tatapan intens yang aku berikan, sehingga dalam gerakan cepat dia menemukan dan menatap ke arah ku.
Senyum itu semakin lebar kala iris kami bertemu, tak lupa dia melambaikan tangan kepadaku.
Aku? Jangan tanya keadaanku seperti apa! Yang pasti, salah tingkah langsung menyerang, diikuti wajah yang memanas karena senyuman maut gadis Aries itu.
Segera membalikkan badan, memutus kontak mata dengannya.
"Gelooo... Baru juga dikasih senyum tapi udah panas gini." Menggeleng cepat, dada ini terasa bergemuruh—layaknya ombak yang menerjang tebing karang.
"Engga... ini ga bisa kayak gini... gue harus pergi dari sini, Kak Isa pasti nyamperin kalo gue masih disini." Berjalan cepat meninggalkan koridor lantai dua tanpa menoleh kembali ke kafetarian.
Namun, baru setengah jalan menuju tangga, ponsel di saku celana bergetar, menandakan jika ada pesan masuk.
Alis ku mengerut, Seline? Ngapain ngirim pesan? Dengan penasaran, pesan pun dibuka.
Klik
Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.
Sial... hari ini kenapa orang-orang menyebalkan?!
Tanpa menjawab pesan bule centil itu, aku memasukkan kembali ponsel ke saku dan berjalan dengan hati yang dongkol.
🍓🍓🍓
To be continue
.
.
.
Gatel banget yaampun ini tangan... Ga bisa engga diem kalo liat ini kapal walaupun momen nya cuma seupil:))
Pemanasan dulu ah... semoga pada suka ya~ Kalo rame ntar lanjut lagi xixixi