Part 3

14.6K 788 2
                                    

Kengsinton, London

Rumah besar bergaya mediterania itu tegak menjulang menyambut kepulangannya. Aron Windsor melangkahkan kakinya untuk pertama kali setelah enam tahun sejak kepergiannya meninggalkan semua orang yang menyayanginya. Cukup lama ia berdiri mematung di depan rumahnya, mencoba menggali ingatannya tentang rumah didepannya.

Darren menepuk bahu Aron, menyadarkannya dari lamunan. Ia terlebih dahulu masuk ke dalam rumah sambil menyeret koper milik kakaknya. Aron perlahan mengikuti langkah Darren secara perlahan. Kedua orang tuanya, Reggie dan Keana Windsor sudah menunggu kedatangan kedua putra mereka di ruang keluarga. Aron memeluk erat ibunya begitu ia masuk ke ruang keluarga.

"Anakku, akhirnya kau pulang juga", Keana mencium kedua pipi anak laki-laki yang sudah lama tak pulang ke rumah.

"Aku sangat merindukanmu mom", Aron membalas pelukan ibunya erat. Hampir satu tahun ia tak bertemu dengan orang tuanya, hanya Darren adik satu-satunya yang sering mengunjunginya.

"Dad", giliran Aron memeluk ayahnya yang sejak tadi ada disamping ibunya. Ayahnya menepuk punggungnya sayang.

"Ayo duduklah, kau pasti lelah. Akan kubuatkan teh untukmu", Keana meninggalkan mereka ke dapur membuatkan teh untuk keluarganya.

Aron mengambil tempat di sebelah Darren yang sudah terlebih dahulu menduduki sofa besar di ruang keluarga. Ia segera mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya dan menyalakannya. Ia mengecek ponsel yang sejak beberapa jam lalu ia matikan ketika pesawatnya akan lepas landas.

"Berapa lama kau akan disini?", Reggie menanyakan pertanyaan yang membuat putranya sontak mengalihkan pandangannya.

"Entahlah Dad. Mungkin untuk sementara aku akan menetap",

"Bagaimana dengan pekerjaanmu?",

"Aku sudah menyelesaikan semuanya Dad. Perusahaan disini lebih membutuhkanku",

"Apakah kau pulang hanya karena perusahaan?", suara Keana mengagetkan ketiga pria itu.

"Bukankah Darren mengatakan perusahaan membutuhkan kehadiranku?", tanya Aron heran.

"Perusahaan lebih penting dari orang tuamu sendiri?", Keana memberikan cangkir teh yang dibawanya kepada Aron.

"Bukan seperti itu mom maksudku. Tentu saja kalian lebih penting dari perusahaan. Tapi...", Aron menggantungkan ucapannya melihat ekspresi ibunya.

"Lantas kenapa kau baru mau pulang setelah mendengar kabar perusahan. Mom sudah memintamu untuk pulang berkali-kali kau tak pernah mau menuruti keinginan ibumu ini",

"I'm sorry Mom", Aron memeluk ibunya.

Ia merasa bersalah pada ibunya yang sudah ia tinggalkan bertahun-tahun hanya karena keegoisannya. Demi menjaga hati seorang wanita, ia telah membuat hati orang-orang yang menyayanginya bersedih.

***

Aron merebahkan tubuhnya di tempat tidur putih besar yang berada di tengah ruangan kamar tidurnya. Kamar ini tampak asing baginya, meskipun ruangan ini sudah ia gunakan sejak ia lahir. Wallpaper kamarnya telah diganti menjadi warna cream. Perabotan lama sebagian diganti dengan yang baru, letaknya pun telah berubah.

Di sudut ruangan dekat jendela kamarnya ditambahkan satu set sofa coklat muda menggantikan meja kerjanya yang kini telah berpindah ke sisi lain ruangan. Tempat tidur yang semula juga berada di dekat jendela pun kini berada di tengah-tengah ruangan.

Aron memejamkan kedua kelopak matanya. Berusaha untuk tidur menghilangkan rasa lelah akibat perjalanan jauh. Perlahan kesadarannya mulai hilang, ia tertidur pulas.

Remember Me (Pre Order NOW)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang