some of the past can be part of the future

375 35 2
                                        


Hari itu café Fesya mulai ramai. Aroma kopi dan kue segar memenuhi ruangan, beberapa pelanggan duduk santai sambil menikmati pagi. Fesya sedang sibuk menata kue baru dan memeriksa espresso yang baru jadi, namun hatinya berdebar. Ia takut takut Aurel akan membencinya karena dulu pergi diam-diam tanpa memberi kabar.

Di salah satu meja dekat jendela, seorang gadis muda sedang merekam dirinya sendiri dengan ponsel. Seperti dia seorang content creator, wajah manis feminim menyatu pada dirinya, ekspresi yang ceria dan senyum yang manis menawan. Aurel, Ya dia benar-benar mewujudkan mimpinya menjadi seorang content creator. dengan banyaknya pengikut yang ia miliki sekarang membuat kedatangannya sangat di nantikan oleh semua orang yang punya usaha cafe.

Aurel memanfaankan kecintaanya pada kopi dan dessert untuk membuat konten. dan Ia tidak sengaja menemukan cafe ini, sangat mencolok karena satu-satunya bangunan kecil yang berdiri di antara gedung-gedung menjukang tinggi.

Tiba-tiba, matanya menangkap sosok yang sangat familiar Fesya.

"Apa itu... Fesya?" gumam Aurel pelan, tubuhnya tegang.

Dengan langkah cepat tapi hati-hati, Aurel mendekati Fesya. "Fey... ini... nggak mungkin..." ucapnya serak, hampir tak percaya.

Fesya menoleh, matanya membesar. "Aurel?! lo... lo di sini?"

Aurel tak bisa menahan tangisnya. Air mata mengalir deras, tubuhnya gemetar saat semua emosi yang tertahan selama ini pecah. Tanpa ragu, ia melangkah lebih dekat, dan Fesya segera memeluk sahabatnya itu erat.

"Ssst... Lo kok nangis sih," kata Fesya namun suaranya mulai serak ia lalu memeluk Aurel. hatinya sedikit lega ternyata Aurel tidak membencinya. setidaknya itu yang di pikirannya, dengan melihat reaksi Aurel yang datang menangis dan menerima pelukannya.. berarti Aurel tidak membencinya.

Aurel menunduk di bahu Fesya, suaranya pecah. "Lo pergi gitu aja Fey... tapi gue nggak pernah mau ninggalin Lo, gua gabisa lupain temen gue ini..."

"Jahat banget Lo!! ninggalin gue" kata Aurel dengan airmata yang terus mengalir di pipinya

"Lo kalo benci sama gue bilang dong Feyy, gausah pergi tiba-tiba gitu" Aurel semakin menangis, tidak peduli makeupnya akan seperti apa.

Fesya menepuk punggungnya pelan, suara lembut tapi penuh kelegaan. "Nggak, Aurel... aku pikir kamu bakal benci sama aku karena aku pergi diam-diam... tapi ternyata nggak. Aku senang banget kamu nggak marah dan bisa ada di sini sekarang."

Air mata Aurel terus mengalir, namun wajahnya kini tersenyum tipis. Kelegaan menyelimuti hatinya, mengetahui Fesya menyesal tapi tetap peduli.

Fesya menatap mata Aurel, masih dalam pelukan. "Aku nggak nyangka bisa ketemu kamu lagi... ini cafe aku.. rasanya luar biasa" kata Fesya dengan senyuman manis tapi airmata di pelupuk matanya sudah mulai tidak terbendung.

Aurel kaget "Ini beneran cafe lo?"

Fesya mengangguk cepat "Café ini... baru buka kemarin..Senang banget kamu nemuin cafe ini."

Aurel mengangguk pelan, tersenyum di antara air mata. "Aku juga, Fey... lega banget. Aku nggak nyangka kita bisa ketemu lagi... dan kamu omaygatt ga nyangka udah punya cafee sendirii."

Dalam kehangatan pelukan itu, Fesya menyadari betapa ia telah merindukan sahabatnya, dan bahwa rasa takutnya selama ini akan dibenci Aurel ternyata tak beralasan. Aroma kopi dan kue, suara alat espresso, dan cahaya pagi yang masuk dari jendela menjadi saksi momen haru yang tak akan terlupakan keduanya.

Setelah pelukan panjang itu, mereka duduk di salah satu meja café, masih berdebar-debar. Aroma kopi dan kue hangat memenuhi ruangan, tapi suasana di antara mereka terasa lebih tenang.

Bound by SecretWhere stories live. Discover now