> Do not run. They already know.
Jantungku berdegup kencang.
"Siapa yang tahu?" bisikku panik.
Pintu perpustakaan berderit. Aku menoleh. Seorang pria berjas hitam berdiri di ambang pintu. Tubuhnya tegap, wajahnya teduh tapi dingin. Matanya tajam, menatap lurus padaku.
"Aku sudah lama menunggu kau membuka itu," ucapnya dengan aksen British yang halus namun menakutkan.
"What you hold is not a book... it's a verdict."
Aku mundur, buku tetap kugenggam erat.
"Siapa kau?!" suaraku pecah.
Ia tersenyum tipis.
"A messenger. But if you wish to live, you'll follow me. Because every second you stay here brings you closer to death."
Aku terdiam. Pikiranku kacau, logika menolak, tapi intuisi berteriak untuk percaya.
Buku di tanganku tiba-tiba bergetar lebih kuat. Simbol terakhir di halaman menyala merah darah.
Aku sadar, pilihan yang kuambil malam ini akan menentukan hidupku atau kematianku.
Aku menatap pria itu dengan napas tersengal. Setiap langkahnya terdengar mantap, sepatu kulitnya beradu dengan lantai kayu tua, menimbulkan gema yang menekan dadaku. Aku ingin berteriak minta tolong, tapi kata-katanya tadi every second you stay here brings you closer to death menghantam logikaku lebih keras dari suara hujan.
"Stay back!" aku mengangkat buku itu seperti senjata, meski jelas terlihat konyol.
Pria itu malah tertawa kecil. Senyumannya dingin, seolah sudah sering menyaksikan ketakutan orang.
"You think holding it gives you control? Poor girl... the code doesn't belong to you. It belongs to itself."
Aku menggeleng, memeluk buku itu lebih erat. "Aku tak mengerti maksudmu. Aku hanya... aku hanya menemukan ini secara tidak sengaja."
"Tidak ada yang kebetulan." Suaranya dalam, setiap kata seperti dipilih dengan cermat. "Buku itu memilih pembacanya. Dan sekarang, ia memilihmu."
Jantungku hampir meledak. "Kenapa aku? Aku bukan siapa-siapa!"
Matanya berkilat samar ketika ia mendekat. "Because only those already marked can see the code."
Aku tertegun. Kata-katanya menggantung, menimbulkan pertanyaan lebih banyak daripada jawaban. Marked? Ditandai oleh siapa?
Sebelum aku bisa bicara lagi, buku di tanganku tiba-tiba panas. Kulit sampulnya berdenyut, simbol segitiga di dalam halaman memancarkan cahaya merah yang menyilaukan. Aku hampir menjatuhkannya, tapi buku itu menempel erat di telapak tanganku, seakan menghisap tenaga dari tubuhku.
"Apa yang terjadi?!" teriakku panik.
Pria itu tidak tampak terkejut. Justru ia menunduk sedikit, seperti menyaksikan sebuah ritual yang sudah ia duga.
"It awakens," katanya tenang. "The first seal has been broken."
Lampu perpustakaan mati total. Gelap.
Yang terlihat hanya cahaya merah dari buku di tanganku. Hujan di luar berubah jadi badai, angin berdesir menusuk celah jendela, membuat suara lengking aneh seperti bisikan yang dipaksa keluar.
Aku menutup telinga, tapi suara itu langsung masuk ke dalam kepala.
"Δ-Mortem..."
"Δ-Mortem..."
"Δ-Mortem..."
Aku berlutut, tubuhku gemetar. Suara itu tidak hanya datang dari satu arah, melainkan dari setiap sudut ruangan. Ribuan bisikan mengucapkan kata yang sama, berulang kali, seolah sedang menyegel nasibku.
Pria berjas hitam itu melangkah mendekat. Dalam gelap, wajahnya hanya sesekali disambar cahaya merah dari buku.
"Jika kau tidak ikut denganku sekarang, kau tidak akan bertahan malam ini. Mereka sudah tahu kau membuka segel pertama."
"Siapa... mereka?" suaraku parau, hampir tak terdengar.
Ia menatapku lama, lalu berkata pelan:
"The ones who live by the Oblivion Code... and kill by it."
Cahaya dari buku makin menyala. Simbol-simbol lain mulai terangkat dari halaman, melayang di udara seperti tulisan api. Satu per satu berkedip, seakan menunggu aku mengucapkannya.
Aku tahu... sekali aku menyebut simbol berikutnya, sesuatu yang lebih buruk akan terjadi.
Tanganku bergetar, tubuhku lemas. Tapi di dalam hati, rasa takut bercampur dengan sesuatu yang tak bisa kujelaskan-sebuah rasa ingin tahu yang justru mendorongku lebih dekat pada kegelapan.
Aku mendongak, menatap pria itu, lalu menatap buku.
"Jika aku ikut denganmu... apa yang terjadi padaku?"
Ia menunduk, senyuman samar muncul di bibirnya.
"You'll either learn to control it... or you'll be consumed."
Aku menatap simbol-simbol yang melayang, mendengar bisikan yang kian keras. Pria itu berdiri di depanku, menunggu.
Aku sadar, malam ini aku hanya punya dua pilihan ikut bersamanya... atau menjadi bagian dari daftar kematian buku ini.
Dan untuk pertama kalinya, aku benar-benar takut pada kata-kata.
YOU ARE READING
Oblivion Code
Mystery / ThrillerPeople think destruction comes from poor choices. They are wrong. There are codes in wait to be discovered symbols, numerals, and letters with import, yet power. Whisper them, and somebody's secrets will be revealed. Write them, and reputations will...
The First Code
Start from the beginning
