07 ; jeratan tak berujung

158 27 7
                                        

focus : Wira

dan bagaimana jika gelombang rasa bersalah itu terus menggerogoti, menekan setiap bagian dari diri yang hanya ingin terlepas?

»«

"Taksi, Pak? Taksi! Ke Kuta, Seminyak, Ubud, semuanya bisa!" suara lantang seorang pria memecah riuh di depan pintu kedatangan, diikuti dengan suara-suara lain yang saling bersahut-sahutan.

Wira melangkah keluar, udara lembap khas pesisir langsung menempel di kulitnya. Deru kendaraan dan aroma asap knalpot yang bercampur wangi garam laut, semuanya terasa asing sekaligus begitu akrab.

Huruf-huruf besar ber-tulisan Bali itu terpampang jelas di depan matanya. Aneh, seharusnya Wira merasa pulang, tapi yang terasa sekarang hanya rasa sesak di dada.

Kota ini terlalu menyimpan banyak luka yang ingin ia lupakan sejak lama.

Drtt drttt~

— Adek

"Hal—," kata Wira tertahan, kalimatnya terputus begitu saja ketika suara di seberang menyerbu lebih dulu, Maera Hanggara. Adik perempuannya.

"Kak!" pekiknya.

"Sampun mendarat belum? Makelo pisan ih, ade suba ngantosin saking tadi tauu,"
[ Udah mendarat belum? Lama banget ih, aku udah nungguin dari tadi tauu ]

Wira terkekeh, "Iyaa, sampun, Dek."
[ Iyaa, udah, Dek ]

"Ini lagi nungguin taksi," lanjutnya pelan,

kemudian Wira kembali bertanya, "Kamu sampun ngajeng, Dek? Mau Kakak beliin makanan nggak?"
[ Kamu udah makan, Dek?... ]

"Ten usah, Kak. Ini Nini udah masak plecing kangkung sama sate lilit, kesukaannya Kakak tuh."
[ Gausah, kak. ]

Wira menahan senyum, "Asik, makan enak."

"Makanya Kakak cepetan kesini, kalo lama sate lilitnya aku abisin, liat aja," ucap Maera seakan mengancam.

"Gayaan, kayak bisa aja ngabisinnya." ejek Wira.

Kemudian terdengar suara dari kejauhan yang tidak begitu jelas,

"Cening! Mai, tulungin Nini ngae banten!"
[ Nak! Sini, bantu Nenek nyiapin sesajen! ]

"Eh, Kak, Nini manggil. Adek tutup dulu ya, nanti telepon lagi," ucap Maera terburu-buru.

"Yaudah. Kakak otw ya, udah dateng taksinya," jawab Wira.

"Oke. Hati-hati, Kak."

Sambungan pun terputus. Wira menarik napas sejenak, kemudian berjalan ke arah taksi dan pulang.

Perjalanan dari bandara ke rumah Nini memakan waktu sekitar satu jam, padahal biasanya hanya membutuhkan waktu 30 menit.

Pagi ini jalanan terasa jauh lebih padat dari biasanya.

Mobil berhenti di depan sebuah angkul-angkul dengan ukiran batu yang mulai berlumut. Aroma dupa yang sudah padam masih tertinggal di udara.

Wira turun, membawa kopernya melewati gerbang kecil itu. Di dalamnya, ada natah terbuka, dengan bale-bale kayu di sisi kanan dan pelinggih kecil di sudut, rindang oleh pohon kamboja yang bunganya berjatuhan di tanah.

Rumah Nini masih kental dengan nuansa Bali tradisional, sangat berbeda dengan rumah Wira yang dulu.

Langkah Wira hanya sempat terdengar dua kali sebelum seseorang berlari menghantam pinggangnya.

Hai finito le parti pubblicate.

⏰ Ultimo aggiornamento: Nov 09 ⏰

Aggiungi questa storia alla tua Biblioteca per ricevere una notifica quando verrà pubblicata la prossima parte!

Kosan Cat Biru || BOYNEXTDOORDove le storie prendono vita. Scoprilo ora