"Cih, Lo cantik juga gara-gara oplas." Celetuk Dina yang sama kelas Xll.

Lidia yang di katain oplas langsung pergi karena malu, pasalnya hampir semua murid Gold merah putih mengetahui kalau cewek itu operasi plastik.

Sementara Azell hanya diam, mendengar kakak kelasnya yang seakan mengatai dirinya jelek.

Agra yang tadi fokus memijat kaki mulus nya, diam-diam memperhatikan wajah teduh Azell yang sedikit menunduk.

"Cantikkan Lo kok." Ucapnya dalam hati, lalu cowok itu ikut menunduk untuk menyembunyikan senyumnya.

🌧️

Disaat para cewek mengerumuni Azell yang di urut kerena kakinya membiru bahkan sedikit membengkak, berbeda dengan cowok-cowok yang kini sedang meminta pertanggungjawaban atas kesalahan seorang laki-laki paruh baya yang enggan meminta maaf kepada siswanya.

"Pak, istighfar pak."

"Bapak harus bertanggung jawab sama apa yang bapak perbuat ke Azell temen saya." Ucap Arhan yang masih mengintimidasi pak Muhtar.

"Nanti saya akan tanggung jawab, berapa? Berapa banyak yang di butuhkan teman kamu?" Tanya pak Muhtar berlagak sok kaya.

"Akan saya bayar berapa pun, kalau perlu rumah sakit nya saya belikan untuk teman kamu itu." Sambung pak Muhtar lagi.

"Busettt dah, uang korup aja bangga!" Celetuk Bages kuat dari arah belakang.

Mendengar celetukan itu, semua murid yang berkumpul menyaksikan tampang guru korupsi kompak mengarahkan pandangan mereka kepada Bages.

"Pahlawan sekolah Dateng." Ucap salah satu siswi yang mengenal Bages dan juga dua sahabatnya.

"Gilak langsung to the point dong." Sambung Riki yang juga ikut membela Azell.

Cowok itu berdiri tepat di samping Arhan yang menghadap kearah pak Muhtar, niatnya adu makan bakso bersama Arhan tadi kini tertunda karena permasalahan ini.

"Ekhem." Bages berdehem ingin membuka suara.

"Wahai bapak Muhtar alqadim guru bimbingan konseling, saya selaku Abang kelas dari cewek yang bapak SEREMPET, menyatakan bahwa bapak saya tahan!" Ucap Bages tegas di hadapan laki-laki paruh bawa itu.

Mendengar ocehan tiba-tiba dari salah satu muridnya, pak Muhtar pun berkata sambil membantah ucapan cowok itu.

"Siapa kamu, tidak usah mengada-ada dengan ucapan kamu itu." Ucapnya kepada Bages.

"Oh, bapak nggak tau teryata-" Ucap Bages memotong sebagian kalimatnya.

"Bapak nggak tau kalau Bokap temen saya ini polisi." Sambung Rama.

Deg.

Seketika jantung pak Muhtar berdetak, dirinya terdiam, wajahnya yang tadi marah berubah pucat. Ucapan Rama berhasil membuat nya takut dan ingin segera menjauh dari area sekolah.

"Njir langsung diem tuh si mutar sialan." Gumam Arhan dalam hati.

Riki melempar pandangannya kearah Arhan lalu berbisik, "Bangsat,  tadi Lo yang ngomong polisi dia nggak sediem ini han." Bisik Riki pelan kepada temannya. Arhan tak menjawab, dirinya sibuk memperhatikan sosok Bages yang mempunyai latar belakang kaya raya yang setahu Arhan tidak memiliki seorang ayah abdi negara melainkan pemilik perusahaan terbesar di Jogja.

"Begini pak, kalau bapak pengen selamat. Cepat tanggung jawab sama kesalahan bapak karena-" Ucapan Bages terputus ketika mendengar teriakan seorang gadis dari halaman sekolah.

"Aaaa!... Kaki Gue kenapa nge-gedein?" Teriak Azell dengan suara parau seperti ingin menangis.

"MAMAH KAKI AZELL MAH!..." Teriak Azell lagi sambil terisak histeris.

"Hiksss akh haa sakitt..." Tangis gadis itu terdengar keluar gerbang sekolah.

Mendengar itu kompak atensi mereka yang sedang menghadang pak Muhtar teralihkan ke sumber suara, bahkan Bages, Arhan, Riki dan juga Rama yang sedari tadi menemani Bages pun ikut melihat gadis itu dari luar.

Sedangkan pak Muhtar, dirinya yang sejak tadi enggan turun dari motornya langsung tancap gas menerobos rombongan siswa-siswi yang mengepungnya.

Saat itu terdengar suara motor pak Muhtar yang mengalihkan pandangan mereka kembali kepada guru BK itu, tapi terlambat pak Muhtar sudah berhasil keluar tanpa menabrak seorang pun lagi.

Melihat itu, Bages yang teringat langsung menyuruh Rama untuk memotret plat nomor kendaraan laki-laki paruh baya itu.

"Ram, foto plat nomor nya." Suruh Bages sebelum pak Muhtar benar-benar menghilang, sementara Arhan dan Riki kompak berlari mengejar motor pak Muhtar karena reflek.

"Dapet ges." Ucap Rama yang berhasil menjepret nomor kendaraan nya.

"Sial, lolos lagi dia." Umpat Bages kesal.

Pasalnya tidak ada satu pun guru bahkan satpam sekolah yang menyaksikan kejadian itu, hanya ada beberapa murid dan beberapa pedagang kaki lima yang menyaksikannya, itu pun tidak satupun dari mereka yang mendekat untuk membela korban.

🌧️

Kenapa author nya yang kesal sendiri ya, liat guru-guru Gold merah putih nggak ada yang datang ngebela + nggak ada yang liat kejadian ini sama sekali.

Kalian kesal nggak? Apa ada hal yang kurang nyambung? Komen dong, ya?

Jangan lupa VOTE juga, karena "Ku tetap menanti..."

Ya sudah, kita sudahi bincang-bincang nya🥰

Love You💓 buat semuanya 사랑해 [Saranghae]

감사합니다 [Terimakasih] guys kuyyy...

Jumpa lagi di part selanjutnya bersama author Liseumaa [리스마]

Jejak Langit Yang Membasahi Bumi Where stories live. Discover now