HAPPY READING🥳🥳🥳
.
.
.
Angin di pagi memang cocok untuk bersantai di taman, apalagi dengan seseorang yang beberapa hari ini selalu mengisi tawa.
Ten duduk di kursi bawah pohon trembesi, tak jauh dari kampus. Di tangannya ada dua gelas kopi dingin yang baru saja ia beli. Ia memeriksa ponselnya, memastikan isi pesannya masih centang dua tanpa balasan. Belum sempat ia mengetik ulang, bayangan seseorang menghampiri dari sisi kiri.
"Maaf, telat lagi," suara perempuan itu terdengar setengah terengah. Tapi senyumnya tetap sama, ramah dan cerah, seperti yang selalu Ten ingat.
"Gak apa-apa. Kopinya masih dingin," kata Ten, menyerahkan satu gelas.
Mary duduk di sebelahnya, menarik napas panjang. "Hari ini padat banget. Tadi hampir batal datang."
"Untung gak batal," ucap Ten sambil tersenyum.
Percakapan mereka mengalir seperti sungai kecil yang tenang, ringan, tapi cukup dalam untuk membuat Ten nyaman. Mary bercerita tentang skripsinya, tentang dosen killer yang mendadak jadi lembut, tentang sahabatnya yang mulai sibuk dengan persiapan kelulusan. Ten mendengarkan, menyisipkan lelucon kecil di sela cerita. Sesekali membenarkan baju Mary yang tersingkap.
Beberapa kali tangan mereka bersentuhan saat berebut camilan. Dan setiap kali itu terjadi, ada jeda aneh yang tak mereka bicarakan. Tapi mereka juga tak menjauh.
Ten merasa, ia sedang mendekat.
Semoga saja ini menjadi awal yang bagus untuk mereka berdua.
***
Sementara itu, disisi lain. Lukas sedang tenggelam dalam persiapan sidang akhir. Tara kadang membantunya, terutama saat Lukas mulai panik soal presentasi. Malam-malam panjang mereka habiskan dengan kopi, kode program, dan komentar-komentar sarkastik dari Tara yang entah kenapa selalu berhasil menenangkan Lukas.
"Gue punya feeling lu bakal lulus dengan nilai bagus," ujar Tara. Seperti mereka terhubung voice discord. Lukas meminta untuk ditemani sebelum sidang besok pagi.
"Feeling lu pernah salah gak?" tanya Lukas, senyum setengah takut.
"Pernah."
"Bangke"
"Hahahaha, tapi serius Bang. Besok lu bakal keren banget. Nanti pas lu keluar ruangan sidang, kita ada di luar nungguin lu dan lu bawa kabar lulus dengan cumlaude"
"Serius?"
Tara hanya menaikkan bahu, tapi sorot matanya menyimpan sesuatu yang lebih hangat dari sekadar candaan. "Kalau yang ini gue serius"
"Thanks"
"Always Bang"
***
Hari itu akhirnya tiba.
Benar saja, Lukas keluar dari ruang sidang dengan wajah lega, langkahnya ringan, dan senyum tak bisa disembunyikan. Tepuk tangan dan sorakan menyambutnya. Ten, Tara, Senja, Putri, dan Caca sudah berdiri di luar ruangan sambil membawa minuman dingin dan kertas warna-warni bertuliskan Congratulations!.
"Woyy, akhirnya lulus juga si botak programmer ini!" teriak Ten sambil menepuk punggung Lukas.
"Botak dari mana, rambut gue masih tebal!" Lukas tertawa, memeluk satu-satu teman-temannya.
YOU ARE READING
CODE
Teen FictionMasih ingat tentang pesawat kertas yang tak pernah bisa terbang? Ia bukan gagal, ia sengaja dijatuhkan, ditahan angin, ditandai luka. Seperti kebenaran yang pernah diseret ke pengadilan, bukan untuk diselamatkan, tapi agar bisa dikubur dengan rapi. ...
