Panik? Tentu saja. Mereka berdua tidak peduli lagi dengan apa yang dilakukan oleh kedua kakak kandungnya. Virgi berlari terlebih dulu untuk bersembunyi, diikuti Maira dari arah belakang.
Saat ini mereka bersembunyi dibalik salah satu kursi kecil yang ada di ruang tamu. Virgi sering kali menoleh kearah belakang, untuk memastikan agar Maira tepat berada dibelakangnya. Supaya tidak ketahuan, katanya.
“Mai, ih! Kamu lebih dekat lagi ke dinding coba, nanti kita ketahuan!”
“Ini udah mentok tau, emang aku hantu? Bisa nembus gitu? Kan ga lucu.”
“Emang ga lucu, soalnya yang lucu kan aku.”
“Ngomong sama aspal!”
Mereka bersembunyi, sekaligus seperti sedang berdebat disana. Sehingga tidak sadar, bahwa kedua kakak kandungnya telah berhasil menemukan persembunyian mereka itu.
“Ekhm!” Intan memanggil mereka berdua. Raut wajahnya begitu sinis, lengkap dengan kedua tangan yang dilipat sigap di dada.
Tetapi, diluar dugaan. Virgi yang masih sibuk berdebat dengan sahabatnya itu. Ia mengarahkan tangannya untuk memberhentikan ucapan Intan. “Sebentar dulu, Bunda. Ini Mai malah ngeyel sama aku coba? Aku harus debat dulu sama dia.”
Intan menampilkan raut wajah seolah mengerti dengan apa yang baru saja dilontarkan oleh Virgi. Ia berkali - kali menganggukkan kepalanya, bersamaan dengan ber oh ria. “Oohhh, siap - siap.”
Auwia yang berada dibelakang Intan, secara tiba - tiba memukul keras dahi nya. “Duuuhh, kacauu..” Ia merasa tidak habis fikir dengan balasan dari Virgi, kepada Intan. Bagaimana bisa, Virgi tidak menyadari keberadaan Intan yang berada tepat dibelakangnya itu?
Tidak ingin melibatkan adik kandungnya dengan masalah yang sama, Auwia berkali - kali melambaikan tangannya untuk menyadarkan Maira yang masih saja berdebat disana. “Mai! Maira!”
“Kamu tuh beneran deh y-” Ucapan Maira terpotong begitu saja, karena ia menoleh kepada kakak kandungnya yang sendari tadi sudah berusaha untuk memanggilnya. Maira melemparkan tatapan bingung kepada Auwia, dan bertanya. “Kenapa, Kak?”
Auwia memberikan isyarat kepada Maira, dengan cara menunjuk kepada Intan yang masih saja menatap sinis kepada Virgi, dari arah belakang. “Kita disini daritadi, ada Intan juga.” Tamatlah sudah mereka berdua. Maira baru menyadari keberadaan Intan yang sudah seperti “Kak Ros” disana.
Meskipun begitu, Virgi sedikitpun belum menyadari keberadaan dari kakak kandungnya yang berada tepat dibelakangnya. “Tuh giliran kalah debat aja langsung diam, Mai. Bilang aja kalau takut!” Ia merasa menang, karena sendari tadi Maira tidak membalas ucapannya.
Maira berkali - kali memberikan isyarat kepada Virgi, untuk segera menoleh kearah belakang. “Vir, liat belakang kamu.” Namun, Virgi seakan tidak mengerti dengan semua isyarat yang diberikan oleh Maira.
Tidak ingin membuang waktu, Intan akhirnya menepuk pelan bahu kanan milik Virgi dari arah belakang. “Ekhm.” Sekali lagi, Intan memanggil adik kandungnya itu.
Karena merasa terganggu, Virgi dengan bangga langsung berdiri tegap disana. Ketika ia berbalik badan, “Ini siapa sih nepuk - nepuk bah-” Kedua matanya bertatapan dengan Intan yang sudah memasang tatapan tajam. Tentu saja Virgi terkejut dengan hal tersebut, dan menelan salivanya kasar. “Eh.. Kak Intan..”
“Lagi ngapain disini?” Entah mengapa, ketika mendengar pertanyaan tersebut Virgi begitupula dengan Maira, mereka berdua seperti sedang melakukan sidang. Ah, kesalahan besar? Mungkin.
“Engga, Kak! Tadi Mai ngajak main petak umpet gitu.. Yakan, Mai?”
“Iyaa, Kak! Benar banget!”
ŞİMDİ OKUDUĞUN
Red String Theory (Auwin)
Genç KurguMasa - masa SMA memang begitu indahnya. Apalagi, jika mencoba untuk memulai hubungan dengan siapa yang dicintai sejak sekian lama. Setiap pertemuan, pasti akan selalu ada perpisahan. Termasuk jika tidak bisa dipersatukan lagi di sekolah yang sama. N...
13. Kode Keras
En başından başla
