“Tenang, tenang.. Aku disini.”
Petir yang ketika terdengar oleh Intan seperti menggetarkan hatinya, jelas rasa takutlah yang berhasil untuk menyelimuti tubuhnya.
Karena hal itulah, pada saat ini Intan memegang kerah leher baju yang terpakai oleh Auwia, sembari menutup wajahnya tepat di dada milik manusia tiang listriknya itu. Tidak hanya tangannya saja yang bergetar, tubuhnya juga merasakan hal yang sama.
Auwia tidak bisa melakukan banyak, selain memeluk erat Intan sembari mengelus pelan tulang punggungnya. Ia menenangkan sahabat kecilnya itu, dengan lembut. “Santai.. Jangan takut..”
3 menit berlalu, kedua mata Intan masih saja terpenjam sempurna. Rasa takutnya sudah cukup memudar, karena elusan lembut pada tulang punggungnya.
Auwia akhirnya mengambil alih semuanya. Ia mengarahkan kedua tangannya untuk menangkup gemas dagu milik Intan, agar bisa menatap lurus kepadanya. Walaupun kedua mata Intan masih saja terpejam sempurna, tetapi Auwia sebisa mungkin untuk mengajaknya berbicara. “Intan, buka matanya, ya? Petir nya udah redaaa, buka aja gapapaaa.” Tuturnya, lembut.
Namun, Intan tidak langsung menuruti permintaan dari Auwia. Ia berkali - kali menggelengkan keras kepalanya, lengkap dengan bibir cemberut. “Engga, engga.. Bohong pasti kamu..” Bisiknya, takut.
Auwia tertawa kecil ketika melihat tingkah dari Intan. Menurutnya, wajah sahabat kecilnya itu begitu lucu ketika merasa ketakutan seperti ini. Apalagi, saat Intan memeluknya. “Udah dewasa gini, masa masih takut sama petir..”
Intan melepaskan genggaman eratnya pada kerah leher baju milik Auwia, dan beralih untuk memegang erat pergelangan tangan dari manusia tiang listrik tersebut. Anehnya, Intan tidak merasa ragu sedikitpun untuk melakukan beberapa hal itu. “Masih hujan?”
Auwia paham dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Intan kepadanya, meskipun dengan suara yang kecil. Ia menundukkan tubuhnya sedikit, untuk berbisik pada telinga kiri milik Intan. “Udah engga, buka aja matanya.”
Berkat balasan dari Auwia, Intan membuka kedua bola mata nya secara perlahan, tapi pasti. Ketika sudah berhasil membuka kedua mata nya itu, ia dapat melihat jelas Auwia yang sedang tersenyum lebar kepadanya. “Haaiii, manusia kecil!”
Pemandangan macam apa ini? Seharusnya, ketika Intan membuka kedua matanya, ia lebih baik melihat bunga. Ini malah melihat manusia menyebalkan yang selalu ada di setiap harinya. Astaga..
“Bisa stop muka jail nya ga?” Intan membalas senyuman manis Auwia, dengan raut wajah sebalnya. Ia juga menampilkan senyuman terpaksa, lengkap dengan deretan gigi yang tersusun rapih. “Nih makan nih senyum, dasar nyebelin!”
Auwia menatap Intan yang berjalan menjauh darinya, cukup sinis. “Giliran tadi aja meluk, sekarang ditinggal.. Sabar..” Akhirnya, ia mengikuti kemana Intan pergi dari arah belakang.
Sementara itu, ternyata sendari tadi Virgi bersama dengan Maira juga memperhatikan gerak gerik mereka dari arah luar dapur.
Virgi memberikan arahan kepada Maira, untuk segera menulis apa saja yang baru mereka lihat 5 menit yang lalu.
“Mereka pelukan, udah ditulis belum?”
“Udah ih, daritadi bilang yang sama mulu. Aku nulis juga ga selama itu ya. Emangnya kamu, Vir?”
“Yaudah sih, kan memastikan namanya juga.”
“Nyenyenye, memastikan apa nya.”
Namun, ketika Virgi melihat Intan berjalan kearah luar dapur. Ia panik dan berbalik badan untuk bertatapan dengan Maira, sahabatnya. “IHHH, MEREKAA KESINII!”
ESTÁS LEYENDO
Red String Theory (Auwin)
Novela JuvenilMasa - masa SMA memang begitu indahnya. Apalagi, jika mencoba untuk memulai hubungan dengan siapa yang dicintai sejak sekian lama. Setiap pertemuan, pasti akan selalu ada perpisahan. Termasuk jika tidak bisa dipersatukan lagi di sekolah yang sama. N...
