11. Jarak yang terlalu dekat

23 5 1
                                        

Up lagi nih gapapa siapa tau kangen mwehehehe

Happy Reading guys🦋

Aula Dwintara sudah mulai penuh. Kursi-kursi plastik berderet rapi, dan para siswa baru duduk dengan seragam yang masih kaku dan wajah yang masih bingung.

Indria duduk di barisan tengah. Matanya lurus ke depan, tapi pikirannya berantakan. Jantungnya belum juga tenang sejak insiden barusan. Andrian muncul terlalu tiba-tiba, terlalu cepat, dan terlalu tajam menatap.

Dia tahu benar apa arti tatapan kakaknya tadi:
“Abang bakal awasi kamu."

Suasana makin tidak nyaman saat ia melihat Andrian berdiri di belakang, bersama beberapa senior basket dan OSIS. Matanya masih menusuk dari jauh.

Indria menarik napas pelan. 'Udah, jangan macem-macem lagi. Fokus aja dengerin sambutan…'

Tapi saat dia sedikit menoleh ke kanan…

Renaldi.

Sudah duduk tepat di sampingnya. Santai, tangannya masuk saku, matanya melihat ke depan—seolah itu posisi yang memang dia pilih dengan sengaja.

Indria menegang.

Dia menoleh pelan, berbisik nyaris tak terdengar, “Kamu ngapain di sini?”

Renaldi menjawab tanpa menoleh. “Semua udah penuh tinggal di sini yang kosong.” ucap Renaldi

“Kamu bisa berdiri di belakang,” desis Indria cepat, matanya melirik panik ke arah kakaknya.

Renaldi mengangkat alis. “Kenapa? Lo takut kakak Lo marah?”

Indria tak menjawab. Tapi jelas, dia
sangat takut.

“gue cuma duduk di samping lo, nggak duduk di pangkuan lo juga,” gumam Renaldi ringan, tapi cukup untuk membuat wajah Indria memanas.

“Renaldi, serius. Jangan bikin masalah,” bisiknya pelan, tapi tajam.

Renaldi akhirnya menoleh, menatap wajah Indria yang tegang.

“Masalahnya bukan gue, tapi lo yang terlalu takut kelihatan kenal gue.”

Indria memalingkan muka.

Dan saat Wakil Kepala Sekolah naik ke podium, semua suara menjadi senyap. Kecuali satu — degup jantung Indria yang masih berlari tak karuan.

> “Selamat datang para siswa baru. Mulai hari ini, kalian adalah bagian dari keluarga besar Dwintara. Kalian bukan lagi anak-anak biasa. Di tempat ini, karakter kalian akan dibentuk…”

Indria mendengarkan sambutan itu sambil menunduk, tapi kesadarannya hanya tertuju pada dua hal:

Tatapan Andrian dari Belakang, dan keberadaan Renaldi yang terlalu dekat di sampingnya.

Dan untuk pertama kalinya sejak masuk Dwintara, Indria berharap jam sambutan ini cepat berakhir.

Sangat cepat.

Aula Dwintara masih ramai dengan pidato sambutan dari Wakil Kepala Sekolah. Para siswa baru duduk rapi, meski sebagian sudah mulai bosan. Tapi tidak dengan barisan kanan tengah — tempat duduk Black Rose

Geng paling mencolok itu terdiri dari tiga cewek dengan penampilan yang sudah seperti senior.

Di tengah duduk Raina, gadis berambut panjang dengan wajah tenang tapi mematikan. Di sampingnya, Kiara, si pemilik senyum sinis, dan Alana, si bawel dan cute.

Mereka bertiga menyaksikan sesuatu yang tak mereka suka:
Renaldi, Duduk di samping seorang cewek baru.

“Siapa dia?” bisik Raina datar, tapi nada suaranya cukup membuat Kiara langsung serius.

Andrian Faris Erlangga (On Going) Where stories live. Discover now