II. THE TWIN'S

159 21 5
                                        

"Kenapa kau terlihat buru-buru?"

Logan menghentikan langkah kala Rhaegar tiba-tiba muncul begitu saja di hadapannya. Ia memutar bola mata sambil melirik Miriel yang juga sedang bersiap untuk pergi.

"Pangeran, ada apa gerangan Anda ke paviliun?" Miriel langsung mengalihkan topik karena merasa Logan sedang tak ingin membahasnya lebih lanjut.

Dahi Rhaegar yang awalnya mengkerut langsung berubah pada posisinya. "Ah, itu, Velenna Baren mencarimu, Paman. Katanya Dewan ingin merundingkan sesuatu denganmu."

Logan nampak tertarik. Wajahnya yang tadinya terlihat malas mendadak bersemangat sembari menatap Miriel penuh harap.

"Dan kau," Rhaegar beralih memandang Logan. "Kita perlu bicara."

Miriel mengerti arah pembicaraan Rhaegar walau jelas Logan lah yang lebih tahu. Air muka Sang Raja mendadak kaku. Entah sejak kapan Miriel merasa Logan dan Rhaegar bukanlah dua kutub yang mudah untuk disatukan.

Kepergian Miriel membuat hawa di sekitar paviliun mendadak tegang dan panas. Logan sebenarnya mengerti apa yang diinginkan adiknya, tapi sejauh ia mengenal Rhaegar, peri paling karismatik itu lebih pandai membaca situasi ketimbang Logan yang berusaha keras membaca pikirannya.

"Kau sudah tahu tanpa harus menungguku bicara." Tepat sasaran. Selalu menusuk tepat ke jantung Logan.

"Aku bahkan lebih mengenalmu. Kau tidak bisa mempermainkanku, Rhaegar. Aku adalah seorang Raja." Tegas Logan dengan tenang tapi penuh penekanan.

Namun, penekanan tiap kalimat yang dilontarkan Logan seolah hanya angin lalu bagi Rhaegar. Ia malah tersenyum kecut, sedangkan Logan berusaha mengendalikan amarahnya yang sejak tadi naik turun.

"Sudah sepuluh tahun berlalu dan kau masih saja menutup diri dari saudara-saudaramu. Sekarang kutanya .. siapakah kita bagimu, Yang Mulia?" Logan benar-benar tak habis pikir kalimat itu berhasil keluar dari mulut Rhaegar.

"Seolah-olah kita semua hanya boneka yang bergerak jika kau mainkan. Apa pantas kau disebut sebagai Raja?"

"Tutup mulutmu!"

Seulas senyum simpul menghiasi wajah tampan Rhaegar. Logan hapal betul, Rhaegar mulai memainkan perannya.

Sayap Logan refleks mengembang. Ia merasa tersuduti oleh pria itu. Tawa Rhaegar mendadak pecah. Sial. Ia sudah mendapatkan atensi Logan.

"Calm down, My King. Aku kemari bukan untuk sebuah pertengkaran."

Inilah yang Logan benci dari dirinya. Ia selalu merasa tak pantas untuk memimpin Ragnar. Ia lemah. Sangat lemah bahkan untuk melawan adiknya sendiri. Rhaegar tahu kelemahannya. Ia benar-benar sengaja membuat Logan semakin membenci dirinya sendiri.

Logan tanpa sadar mengeluarkan kekuatannya. Menghujani beberapa kayu ke arah Rhaegar. Rhaegar cukup kaget dengan serangan tiba-tiba tersebut. Ia kalah cepat ketika kayu-kayu yang runcing melukai permukaan kulitnya.

"Rhaegar!"

Sang Pangeran tersungkur dengan beberapa luka torehan di wajah dan lengannya. Logan baru menyadari ada tameng air di tangan Rhaegar yang sigap dibuat pria itu. Ternyata gerak Rhaegar jauh lebih gesit dari perkiraannya, walau beberapa tetap meleset.

"Apa perlu kupanggil peri penyembuh?"

Rhaegar menahan lengan Logan. "Kau lupa? Aku bisa menyembuhkan diriku sendiri."

Logan membantu Rhaegar duduk dengan menopang punggungnya. Ia memejamkan mata ketika permata di keningnya mulai bersinar terang. Tangannya mengendalikan air dan mulai menjelajah luka-luka tersebut. Sakit ternyata. Namun, Rhaegar tak bisa mengatakannya langsung pada Logan.

"Ternyata kau benar-benar ingin membunuhku."

Logan berdecak. "Kau yang memulai."

Rhaegar menyembuhkan satu persatu luka pada tubuhnya. Sepuluh menit berjalan dengan sangat lambat. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Ia terlalu banyak menggunakan kekuatannya, apalagi dalam keadaan sakit seperti saat ini.

"Jika ada yang melihat ini, kau akan terkurung di penjara."

Logan tak bisa menahan tawanya. Ia memapah Rhaegar yang masih lemas dan menopang tangannya. Mengeluarkan mereka berdua dari paviliun menuju kamar.

"Kau lupa? Aku seorang Raja. Mungkin kau lah yang lebih dulu kupenjarakan."

Rhaegar sontak terbahak mendengar itu. Mereka berdua melupakan kejadian beberapa menit lalu dan kembali menjadi Raja dan Pangeran seperti biasa. Ditambah beberapa pengawal satu per satu mendekat dan membantu Logan untuk membawa Rhaegar ke kamarnya.

🍁🍁🍁🍁🍁

Rhaegar berendam sebentar pada danau dekat Magic Forest. Mengisi kembali kekuatannya yang cukup terkuras karena menyembuhkan diri sendiri.

Sebenarnya apa yang Rhaegar lakukan cukup sulit dan berbahaya. Mengingat ia bukanlah terlahir sebagai peri penyembuh, namun selama beberapa tahun ini ia belajar menggunakan kekuatannya untuk menyembuhkan diri sendiri.

Cukup berhasil, namun tenaga dan kekuatannya terkuras beberapa kali lipat ketika melakukan hal itu. Ini semua karena Logan. Ia tak mau Logan khawatir.

"Butuh bantuan?"

Killian tiba-tiba muncul dari balik pohon. Tak mengusik sekali pun posisi Rhaegar yang masih menikmati air danau jernih yang mengalir di tubuhnya.

"Tidak, aku bisa melakukannya sendiri."

Killian mengangkat bahunya acuh. "Kudengar kau dan Logan saling menyerang di pavilliun."

"Logan yang mulai." Sahut Rhaegar sewot. "Aku kalah cepat dan gesit darinya."

Killian mendekat. Duduk di bebatuan di tepi danau. Merasa tertarik dengan apa yang diceritakan oleh Rhaegar. "Tapi kenapa aku merasa kau yang memulai pertengkaran itu, Rhaegar?!"

Mata biru Rhaegar terbuka sempurna. Cahaya-cahaya keemasan dari tubuhnya meredup. "Come on, kau menuduhku sekarang?"

"Beberapa tahun terakhir Logan sangat jarang mengeluarkan kekuatannya. Marah pun ia tak bisa. Tidak mungkin ia melalukan itu tanpa ada yang mengusiknya."

Rhaegar mengembuskan napasnya panjang. Ia menyudahi ritualnya dan bangkit dari air.

"Kau tahu sendiri Logan benar-benar terlalu lemah untuk menjadi seorang Raja, bukan?"

Killian tak menjawab. Ia hanya menatap Rhaegar yang air mukanya tiba-tiba berubah kesal. "Logan terlalu banyak menyembunyikan sesuatu. Sesuatu yang bahkan kita pun tak tahu. Percuma ada keturunan Fawkes, bahkan Dewan pun ikut tutup mulut pada kita."

Killian merasa Rhaegar benar-benar akan mengamuk kali ini. Ia bisa melihat air danau yang tadinya tenang, tiba-tiba bergelombang tanpa sebab. Mata biru Rhaegar masih berkilat penuh amarah. Ia harus menyudahi perbincangan panas ini.

"Rhaegar, ada satu bahkan banyak hal yang mungkin Logan sembunyikan demi kebaikan kita semua. Aku yakin ia tak akan begitu jika tanpa sebab. Yang bisa kita lakukan hanya menunggu dan selalu bersiap dengan semua yang akan terjadi."

Nasehat Killian bagaikan angin lalu untuk Rhaegar. Ia dengan cepat berkemas dan pergi dari tempat itu sebelum amarah kembali menguasainya. Ia tak mau mengusik Killian kembali.

"Aku pergi." Tanpa menoleh Rhaegar berpamitan.

"Ke mana?"

"Meluapkan amarahku."

Killian dengan cepat paham ke mana pria itu akan pergi. Tentu saja untuk mencari musuhnya, Cyra Fawkes.



—to be continue

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 10 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

RAGNAR: Red String of FateWhere stories live. Discover now