Toy x Rinz
Selamat membaca!
Pagi itu tidak seperti biasanya. Matahari sudah tinggi, menelusup malu-malu lewat sela tirai jendela, membelai wajah seorang anak yang masih terlelap. Alarm yang sedari tadi berbunyi tak dapat menganggu tidur nyenyaknya.
Hingga suara nyaring yang diketahui berasal entah berasal dari mana membangunkan nya. "RISKI INI UDAH JAM BERAPA? BANGUN!!!" Ucapnya dengan memukul anak itu menggunakan guling.
Sontak dirinya terbangun dengan keadaan kaget. Jantungnya berdetak cepat, rambutnya yang acak acakan dan muka yang terlihat kebingungan. Ia kembali menetralkan detak jantungnya.
"apaansih bun, bikin kaget aja" Riski menatap ibunya kesal.
"liat jam berapa itu!" setelah mengatakan hal tersebut ibunya keluar dari kamar Riski.
Ia menoleh ke arah jam dinding, dan dalam hitungan detik dirinya dibuat kelabakan. Ia mulai berlari ke kamar mandindan bersiap siap.
Dengan langkah tergesa, seragam belum rapi dan rambut masih acak-acakan, ia berlari turun ke bawah—mengejar waktu. Ia melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil sepotong roti. Dengan roti masih digigit di mulut, tas tersampir miring, ia mulai berpamitan kepada ibunya dan lari keluar rumah.
-
Sesampainya di sekolah ia melihat jika siswa sudah pada berbaris di lapangan. Karena Ia belum mengetahui dimana kelasnya, Riski sangkutkan tas itu di stang motor lalu ikut berbaris-walau ia tak tahu barisan kelasnya dimana tapi daripada telat, pikirnya.
Ia mengambil barisan paling belakang "bro, gua nunpang baris disini ya hehe" Riski berucap dengan pria di depannya. Yang di ajak bicara pun menoleh ke belakang, "eh, lu siapa?" tanya nya.
"sorry, gua anak baru pindahan" jawabnya.
"oalah"
"salam kenal ya lek, gua Rendy!" Ia menepuk bahu Riski tanda pengenalan.
"wih anak pindahan dari mana lu?" ternyata interaksi mereka dilihat oleh beberapa teman Rendy.
Riski menoleh ke arah samping dan mendapatj seorang pemuda yang mempunyai tinggi persis seperti dirinya. "gua pindahan dari riau" jawab Riski.
"Ooh, gua David, salken ya"
"lu kelas mana?" tanya pria yang berada di depan David, Nael namanya.
"gua kelas IPS 2" jawabnya.
Nael mengedarkan pandangannya mencari barisan kelas Riski, "Ohh tuh kelas lu noh, di ujung barisannya" kata Nael.
"kalau kita mah IPS 6" sambung Rendy.
Sudah setengah jam upacara dimulai, Mentari pagi mulai meninggi, menyengat tanpa ampun di atas kepala. Riski menunduk kan kepala, menghindari teriknya matahari. Seragam putih abu-abu mulai basah oleh keringat dan kaki yang pegal tak bisa banyak bergerak.
Hingga sampailah sesi upacara ini selesai, Riski menarik napas lega. Namun siswa tidak boleh bubar dulu karena akan ada penyerahan medali dan piala yang beberapa siswa dapati karena telah menjuarai lomba tersebut.
Riski berdecak malas, kapan selesainya coba. Ia mengedarkan pandangannya perlahan, seolah mencari pelarian dari rasa bosan yang menyergap selama pelantikan OSIS. Pandangannya melintas pada tiang bendera, deretan osis yang berada di tengah tengah lapangan, hingga teman-teman seangkatan nya. Tiba-tiba, matanya berhenti—terkunci pada satu sosok di depan Nael yang menatap dirinya.
Dan dia tersenyum singkat sebelum mata nya fokus ke depan. Sedangkan Riski, ia tetap menatap pria tersebut. Sosok itu berdiri tegap, pipinya yang berisi, rambutnya tertiup angin, dan sorot matanya tampak tenang serta senyuman yang tak luntur seperti memberi apresiasi kepada mereka yang telah di lantik. Entah mengapa, dunia Riski seolah mengecil hanya pada titik itu.
