~selamat membaca~
Sepertinya ini hari keberuntunganku, bunga-bunga begitu berseri tersentuh helaian angin petang hari ini, harum roti yang baru saja keluar dari pemanggang memanjakan indera penciumanku. Jangan salahkan jika aku menganggapnya begitu, kendati hari ini adalah perayaan satu tahunku dengan kekasihku, Richard.
Pekerjaan hari ini juga begitu lancar, laporan mingguan kuselesaikan tepat waktu. Pertama kalinya tidak terdengar sahutan menjengkelkan yang akan dilakukan Mrs. Garber, sang manajer tim audit yang selalu meminta perfeksionis, dan percayalah, hanya ia yang mampu merubuhkan gedung kantor pada teriakan mautnya. Maka dari itu, apalagi jika tidak kusebut 'beruntung'?
Tidak lupa aku membelikan beberapa potongan kue kesukaan kami di toko kue favoritku sepanjang masa di kota New York yang super sibuk ini saat aku turun dari metro bus tepat di rute terakhir. Beruntungnya lagi, aku diberi satu porsi kecil tiramisu secara gratis. Oh, Tuhan, jangan bangunkan aku, ini semua terlalu indah.
Aku memberi pesan pada Richard untuk tidak terlambat datang ke apartemen, aku tidak ingin hadiah yang kusiapkan tertunda untuk dilihat, bukan?
Richard bagaikan malaikat, melebih itu, ia adalah pahlawan dalam hidupku, serta pangeran impianku sedari kecil. Kami bersama sudah lama seolah jiwa kami sudah terikat satu sama lain, terlepas New York adalah negara modern, dengan segala hal yang berbau hubungan, Richard tetap menghormatiku sebagai wanita berbalut berlian. Bisakah kau bayangkan? Richard bahkan tidak menyentuhku sebelum aku siap, terkesan klise, tapi aku benar-benar bahagia. Dan oleh karena itu, aku sudah menyiapkan diri untuknya malam ini, menjadi miliknya.
Karena tidak ada orang yang pantas selain dirinya. Dengan segala pemberiannya yang tidak bisa kubalas, bahkan setiap usaha yang ia keluarkan tidak sebanding dengan timbal baliknya dariku. Entah mengapa Tuhan menurunkan hal indah ini padaku, aku bersyukur.
Sesampainya di apartemen, bergegas aku membersihkan tubuhku, memastikannya sempurna. Semua perawatan yang sudah kujalani rutin akan terbayarkan malam ini.
Dengan cantik aku menunggu kekasihku, dengan balutan mantel mandiku yang di dalamnya kukenakan gaun malam indahku. Kue, lilin, dan beberapa cemilan kesukaan kami tertata indah sesuai harapanku. Aku juga menggugah fotonya di X pribadiku dengan tagar #soontobewomanthisnight.
Aku tidak bermaksud sombong atau suci, karena sejujurnya, Richardlah pengalaman pertamaku. Cinta, pelukan, ciuman, bahkan, aku tidak tahu bagaimana caranya menjalani kencan kalau bukan bersama Richard.
Ketika aku termenung, suara tombol terdengar sebelum terbuka, dan benar saja, kekasih tampanku muncul. Rambutnya berantakan tapi terkesan rapih, jas biru mengkilapnya--kesukaannya, yang jelas kuberikan saat ia ulang tahun--diselipkan di lengan bawah kiri memegang bunga tulip. Buru-buru ia berjalan ke arahku untuk menciumku dengan lembut.
Iya, kan, ini sangat indah.
Richard mencium puncak kepalaku sesudahnya. "I miss you, Diamond."
Tidak ada yang lebih indah dari suaranya yang bagaikan pasir terkena air laut, aku tersenyum malu akan ucapannya, lalu kami sama-sama bertatapan. Aku melihat jelas raut wajahnya yang lelah, tentunya karena pekerjaan yang banyak. Kini giliranku untuk menghiburnya malam ini.
"Ayo sayang, kita masih banyak waktu untuk menghabiskan malam bersama. Kita bertukar hadiah, bercerita, meniup kue untuk kebaikan hubungan kita kedepan dan seterusnya...." Aku tetap berceloteh tanpa melihat ke arahnya. "Dan aku sudah menyiapkan tontonan series drama kesukaan kita!"
"Vero ...," tutur Richard dengan halus.
Aku mengambil beberapa kali napas sebelum menjawab, "iya, cintaku? Oh, kau akan senang dengan kejutanku malam ini."
Ia membawaku duduk bersama. "Ada hal yang harus kau ketahui."
"Oh, ayolah, tidak harus terlalu serius. Aku siap mendengarkan!" seruku.
Saat ia mengerutkan alisnya, aku mulai merasakan kakiku menggatal tanpa alasan, dan deru keringat tubuhku terasa lebih deras.
"Mari kita sudahi ini."
Ucapannya sontak menggelegar di dalam tubuhku. Sudahi? Maksudnya apa? Kini perutku seakan terasa terkoyak.
"Maksudmu? Oh, aku paham, kau pasti lelah. K-kita bisa lanjutkan ini besok, sayang. Aku terlalu bodoh tidak menyadari."
Ia malah menggelengkan kepalanya. "Veronica mari kita sudahi hubungan kita."
Bagai sirine di dalam telingaku, aku tidak merasakan otakku bekerja sempurna saat ini, ini masalah darurat. Terlalu awal untuk melihatnya datang, bahkan, terlalu membingungkan saat dikatakan tiba-tiba.
"Richard, kau bercanda, bukan?" Tanpa kusadari air mataku menutupi penglihatanku. Aku memegang bahunya, tangannya tanpa kekerasan menyingkirkan tanganku.
"Maafkan aku, aku harus pergi," ucapnya lalu ia membiarkanku terdiam di atas harapan-harapan indah. Menutup pintu seakan malam ini tidak ada arti untuknya.
Ini ... ini tidak mungkin terjadi, kan? Bagaimana semuanya? Hubunganku? Cintaku? Kini aku ditinggalkan?
Oh, Tuhan, bangunkan aku dari mimpi buruk ini.
Tbc💔
YOU ARE READING
Crossing Line Of Range
RomanceYang Veronica butuhkan adalah melupakan cinta pertamanya yang memutus hubungan dengannya secara sepihak, yang bodoh dan beralasan tidak berdasar membuat Veronica membenci Richard sampai dalam lubuk hatinya. Payahnya, Veronica masih mencintainya deng...
