Ayah yang melihat bagaimana tubuh Sagara yang sedikit bergetar dan langsung menjelaskan apa yang telah anak itu lakukan membuat alisnya menyerit. "Kamu tidak melihat meja kerja saya? kamu tidak melakukan apapun dengan meja dan berkas saya bukan?"
Sagara mengangguk. "Iya ayah, aku enggak pegang apapun di meja ayah kecuali gelas bekas kopi ayah. aku ambil gelasnya ke dapur karena takut ada semut."
Ayah menatap anaknya dengan pandangan menelisik. "Serius? kamu bener-bener enggak ngambil apapun di meja kerja ayah kan?"
Sagara kembali mengangguk namun kali ini jantung terasa berdetak sangat cepat karena merasa nada bicara ayahnya terdengar lebih dingin dari pada sebelumnya.
"Ayah kehilangan jam tangan ayah."
Sagara langsung mengangkat pandangannya. "Enggak yah, tadi..tadi aku enggak lihat jam tangan ayah di meja. aku gak tahu."
"Yasudah kamu kembali bekerja."
Sagara langsung berlari meninggalkan ayahnya yang terus menatap bagaimana punggung ringkih anaknya yang terlihat sangatlah rapuh dimatanya. Sebenarnya dirinya berbohong perihal jam tangannya yang hilang, dirinya hanya ingin mengetahui reaksi anaknya, namun ternyata anaknya itu terlihat semakin ketakutan ketika dirinya berbicara kepadanya. ayah merasa dirinya sudah terlalu jauh dan juga sudah terlalu tinggi membuat dinding tidak kasat mata untuknya dan juga anak ketiganya.
Ayah kembali melangkahkan kedua kakinya untuk masuk ke dalam ruang kerjanya dan memperhatikan bagaimana tubuh kurus anaknya yang tengah membersihkan kolam berenang, dirinya terkekeh ketika melihat anaknya itu sedikit ceroboh dengan menumpahkan tumpukan daun yang sepertinya telah dibersihkan sebelumnya oleh anaknya itu kembali berserakan. Namun ayah menyadari jika anaknya itu sesekali berbicara sendiri atau bahkan melamun, tertawa seperti tengah ditemani oleh seseorang.
Ayah terkekeh kecil ketika melihat bagaimana wajah anaknya yang selalu terlihat ketakutan itu tersenyum bebas seperti mendapatkan suatu kebahagiaan. saat tengah memperhatikan anak ketiganya itu ayah tertegun mengingat dirinya sama sekali tidak tahu apa yang anaknya itu sukai atau hal yang membuat anaknya itu bahagia. berbeda dengan ketiga anaknya yang lain, ayah tahu makanan kesukaan, warna kesukaan hingga kegiatan kesukaan ketiga anaknya yang lain. tapi ayah tidak tahu apa makanan kesukaan Sagara, warna kesukaan Sagara atau bahkan hobi Sagara. Ayah tidak tahu menahu tentang itu.
"Maafkan ayah ya nak. karena ke egoisan kita sebagai orang tua, ayah sampai saat ini tidak tahu apa makanan kesukaan kamu, apa warna kesukaan kamu dan apa hobi kamu."
====================
"Mas ini teh manisnya, terus ini tadi aku buat sedikit kue bolu buat mas." Kata Sagara sembari menyimpan segelas teh hangat dan juga beberapa potong kue hasil buatannya kepada kakak pertamanya yang tengah mengerjakan beberapa pekerjaan.
Dika yang mendapatkan segelas teh dan juga kue itu hanya tersenyum. "Makasih Gar."
Sagara tidak langsung pergi meninggalkan ruang kerja kakaknya, melainkan masih diam disana.
Dika yang melihat adiknya masih betah berdiam diri di hadapannya itu menatap adiknya dengan penuh pertanyaan. "Kenapa?"
Sagara meremas tangannya dengan cukup kencang karena dirinya merasa sangat gugup. "Anu mas..aku mau minta tolong bisa gak?"
Dika menyimpan beberapa berkas yang sebelumnya ia pegang dan menatap ke arah adik keduanya itu dengan penuh perhatian. sebenarnya Dika tidak membenci adiknya, hanya saja jika dirinya ikut dekat dengan adiknya dirinya akan merasakan canggung.
07; I Can't
Start from the beginning
