Three and... Four? What?!

3 1 2
                                        

Ada keheningan sesaat setelah aku mengucapkan pengakuan itu. Aku yakin dia harusnya tidak kaget lagi, aku rasa Noah sedang mencari kata yang tepat untuk menjawab.

"Mari kita duduk disana, Putri," ucap Noah setelah beberapa saat.

Ucapannya terdengar biasa, namun suaranya menjadi sedikit lebih berat, seakan menahan sesuatu, dan tangannya menggenggam tangan ku lebih erat. Aku membiarkannya menuntun ku untuk duduk di bangku taman yang ada di pinggir danau.

Untuk sesaat hanya ada suara desiran angin sore yang sejuk dan suara angsa-angsa ku di danau. Mereka terdengar gelisah, mungkin khawatir melihat ibu mereka bersama seorang laki-laki selain Kieran. Di samping itu, suasananya benar-benar canggung.

"Apakah akan sakit?" Pertanyaan mendadak Noah membuat ku menoleh ke arahnya.

"Apa yang akan sakit?" Tanya ku.

Noah menoleh ke arah ku, "Jika aku menatap mata mu."

Pertanyaannya membuat ku kehilangan kemampuan berpikir dan berbicara untuk sesaat. Tidak ada yang pernah bertanya seperti itu sebelumnya.

"Aku tahu kau mengetahuinya," ucap ku.

"Aku ingin mendengarnya darimu," jawab Noah.

"Apa bedanya jika itu dari ku?"

"Akurasi kebenarannya lebih tinggi."

Aku menaikkan alis ku mendengarnya, ia terdengar seperti sangat mempercayai ku. "Bagaimana kau bisa membuktikan itu? Bagaimana jika aku berbohong?"

Noah tersenyum, setidaknya itu yang bayangan samar wajahnya lakukan. "Aku dapat membedakan kebohongan dan kejujuran," ucapnya dengan bangga.

Aku menaikkan sebelah alis ku mendengar nada percaya dirinya yang tinggi. "Katakan saja kau begitu mempercayai ku," ucap ku.

Noah terkekeh pelan mendengar ucapan ku. "Yah... Aku tidak punya alasan untuk tidak mempercayai mu, kan?" Ujarnya sambil menatap ke depan, ke arah danau.

Aku menekuk kedua alis ku mendengar ucapannya, apakah dia memang semudah itu mempercayai orang? "Kita baru bertemu selama dua hari."

Noah terdiam setelah mendengar ucapan ku lagi, masih menatap kedepan. Aku tidak yakin ekspresi wajahnya seperti apa saat ini, tidak mungkin kan dia baru sadar?

Aku rasa Noah berpikir ini adalah dongeng dimana dua orang yang baru bertemu dapat langsung mempercayai satu sama lain. Sayangnya ini bukan, Pangeran.

"Kau benar," gumamnya tanpa melihat ku. Nada suaranya terdengar seperti baru menyadarinya. "Karena itu kita harus lebih sering bertemu," tambahnya dengan nada yang lebih ceria.

"Kita akan bertemu setiap hari, Pangeran. Kita sekelas, kau lupa?" Ucap ku sambil terus menatap ke arahnya.

"Tentu aku ingat. Maksud ku kita harus lebih sering berbicara, berjalan-jalan, dan mengenal satu sama lain dengan lebih baik," ucap Noah sambil menoleh ke arah ku dengan senyuman.

Aku terdiam beberapa saat mendengar ucapannya, ada perasaan aneh yang timbul dalam diri ku. Rasanya asing, namun nyaman. Tiba-tiba saja aku teringat ucapan Gilda dulu, 'Jika Anda memiliki teman, hati Anda akan menjadi lebih hangat dan kehidupan menjadi lebih nyaman.'

Apakah ini maksud Gilda? Jadi begini rasanya punya teman?

"Tentu," ucap ku setelah beberapa saat. "Kita harus melakukannya."

***

Ting...

Suara dentingan gelas kaca beradu dengan spatula besi tipis menjadi satu-satunya suara yang ada di ruangan teratas menara ku.

Once Upon A CurseМесто, где живут истории. Откройте их для себя