lima

227 36 13
                                        

HAPPY READING ✨
jangan lupa tinggalkan jejak
vote ⭐ & komen 💬 yaa!

Inspired? Good. Imitating? Please no.
Gaya itu tumbuh, bukan ditiru.
Find your own rhythm. Write with your soul.

⋆。゚☁︎。⋆。 ゚☾ ゚。⋆

Pagi menyambut dengan cahayanya yang hangat, tapi bagi Rara, pagi adalah musuh bebuyutan. Kebiasaan buruknya yang satu ini kayaknya udah mendarah daging—telat. Matahari udah tinggi, jam udah nunjukkin 07.20, dan dia masih aja menggeliat mager di atas kasur, nyari nyawa yang entah kabur ke mana.

“WOAH!! gue telat lagi!” teriaknya, matanya melotot seketika, seolah seluruh dunia baru aja menampar kesadarannya.

Tanpa mikir panjang, dia langsung ngibrit ke kamar mandi, bersih-bersih secepat kilat. Mandi ekspres, gosok gigi sambil loncat-loncat, dan make up tipis yang dia oles sambil lompat ke kanan-kiri.

Beberapa menit kemudian, Rara udah muncul lagi lengkap dengan seragam olahraga—karena hari ini memang jadwal pelajaran olahraga. Celana training biru dengan strip putih, jaket seragam yang dia pasang setengah doang, dan jepit rambut pita pink andalannya dia sematkan di satu sisi kepala. Buku, tumbler, alat tulis, semuanya dimasukin ke dalam tas dengan gerakan setengah panik setengah hafal luar kepala.

Rara turun ke bawah sambil lompat-lompat kecil,  nyari sepatu yang ketendang entah ke mana. Begitu ketemu, langsung dia pake sambil lompat-lompat dan keluar rumah secepat kilat, lari kayak atlet 100 meter.

Biasanya dia bareng Kafka, tapi tadi Kafka udah bilang kalo pagi ini dia harus ambil motor di bengkel. Alhasil, Rara harus jalan kaki sendirian. Masalahnya? Dia paling benci berangkat sekolah terlalu pagi, dan sekarang dia udah terlalu siang.

Beberapa menit kemudian, Rara sampai di depan sekolah dengan napas ngos-ngosan. Jam tangan di tangannya nunjukin angka 07.40.

“Kacawww, bisa dihukum gue!” gumamnya panik. Dia masih berdiri di seberang jalan, ngintip dari balik pohon pinggir jalan, nyari celah aman buat masuk.

Dan di sana, sosok yang paling ditakuti siswa-siswi yang telat: Pak Bobi, sudah berdiri tegap dengan ekspresi galak khas penjaga gerbang yang merasa punya kekuatan seperti dewa pagi.

Rara berpikir cepat, matanya menelusuri sekitar. Dan tiba-tiba, satu ide gila terlintas di kepalanya. Ia pun berbalik dan mulai jalan ke arah belakang sekolah.

“Jirr, tinggi banget temboknya,” gumamnya sambil mendongak ke atas, melihat tembok belakang sekolah yang menjulang.

“Sial emang, udah gue ga jadi bawain bekal buat Kendra, sekarang... harus manjat nih tembok biar gue ga di hukum! Sial banget hari-hari gue,” dumelnya sambil lihat ke kiri-kanan, lalu matanya menangkap sesuatu—tangga tua yang entah kenapa bisa ada di sana.

Tanpa pikir panjang, dia mulai manjat. Tangannya gemetar, kakinya agak goyah, tapi semangat takut dihukum jadi tenaga supernya pagi ini. Akhirnya, dia berhasil sampai atas. Tapi begitu nengok ke bawah...

“Terus ini gimana turunnya?” tanyanya pada diri sendiri, napasnya mulai sesak, bukan karena capek, tapi karena panik.

“ehem!”

Suara itu memotong kegugupannya. Rara tersentak, matanya langsung mencari sumber suara dan... matanya menangkap sosok cowok berdiri di bawah.

Kendra

Cowok itu berdiri di sana, udah di dalam pagar sekolah, tangannya dimasukin ke kantong, dan satu tangannya nyelipin rokok ke sela jarinya. Asapnya tipis, ngambang di udara.

when I chase you [DIRA] - On Pause Donde viven las historias. Descúbrelo ahora