5

80 7 0
                                        


---

Sejak kejadian di atap itu, Jay makin nempel sama gue. Parahnya, Jake juga nggak mau kalah.

Gue ke kantin, Jay narik gue buat duduk sama dia.
Gue ke lapangan, Jake tiba-tiba muncul dan ngerangkul gue dari belakang.
Gue ke kelas, dua-duanya malah rebutan kursi di sebelah gue.

Gue ngerasa kayak kucing peliharaan yang diperebutin.

Hari ini pun sama. Gue baru aja selesai makan siang dan mau balik ke kelas, tapi tiba-tiba Jay menarik kerah seragam gue, nyegah gue pergi.

"Mau ke mana?" tanyanya santai.

"Ke kelas." Gue berusaha melepas tangannya.

"Nggak boleh."

Gue mengerutkan kening. "Kenapa?"

Jay nggak jawab. Dia cuma nyengir, lalu tiba-tiba ngerangkul gue dari samping.

Dan tepat saat itu juga, Jake muncul dari arah lain. "Eh, ada Sunghoon."

Gue mendesah. "Lu jangan kayak nemuin berlian gitu tiap liat gue."

Jake ngakak. "Ya abisnya, Jay terus yang nempel sama lu."

Gue melotot ke Jay. "Gue bukan tempelan."

Jay nyengir. "Tapi lu tetep ada di samping gue sekarang, kan?"

Jake tertawa kecil, lalu tiba-tiba nyeret gue ke arahnya. Jay sempat melotot, tapi nggak bereaksi berlebihan.

"Ayo kita cabut bentar," kata Jake.

Jay langsung nyela. "Ke mana?"

Jake nyengir. "Rahasia."

Gue mendesah. "Lu kira gue nggak punya kelas?"

Jake menepuk bahu gue. "Satu jam doang. Udah, ikut aja."

Gue baru mau nolak waktu Jay tiba-tiba ngomong.

"Kalau Sunghoon pergi sama lu, gue ikut."

Jake mengangkat alis. "Lu serius?"

Jay mengangguk, wajahnya tenang. "Ya."

Gue melotot. "Kalian pikir gue barang yang bisa dibawa ke mana-mana?"

Jay dan Jake saling pandang, lalu... mereka berdua nyengir.

"Gue sih iya," kata Jake.

"Setuju," tambah Jay.

Gue ngerasa kepala gue pusing. Gue pikir bakal enak punya dua pacar.

Ternyata, gue yang malah jadi mainannya mereka.

---

Gue ngedengus kesal. "Gue nggak mau cabut kelas."

Jake cemberut, tapi masih nyengir. "Yah, padahal gue udah niat ngajak kencan diam-diam."

Jay melipat tangan di dada. "Kencan diam-diam? Kalau ada gue, berarti nggak diam-diam lagi."

Jake ngakak. "Iya juga, ya."

Gue mendesah. "Kalian ini kenapa, sih? Gue udah pacaran sama kalian, tapi malah ngerasa kayak tahanan."

Jay menepuk kepala gue pelan. "Karena lu emang tahanan kita, Sunghoon."

Jake langsung nambahin, "Tahanan dua orang pacar yang sama-sama nggak mau kehilangan lu."

Gue menatap mereka bergantian. Jay dengan ekspresi santainya yang bikin gue nggak bisa nebak apa yang ada di kepalanya. Jake dengan senyum usilnya yang kelihatan bercanda, tapi bisa berubah serius kapan aja.

Gue ngerasa terjebak, tapi anehnya... gue nggak kepikiran buat kabur.

"Udah, ikut aja," bujuk Jake lagi. "Cuma sebentar."

Gue mendengus. "Ke mana, sih?"

Jake melirik Jay. "Menurut lu, kita ke mana?"

Jay diam sebentar, lalu nyengir kecil. "Tempat yang nggak ada orang lain, biar Sunghoon nggak bisa kabur."

Gue melotot. "Sialan, kenapa kalian jadi kompak gini?"

Jake ngakak, sementara Jay cuma menatap gue dalam. "Karena kita punya satu kesamaan, Sunghoon," katanya pelan.

Gue mengangkat alis. "Apa?"

Jay menarik kerah seragam gue mendekat, sementara Jake langsung merangkul gue dari belakang.

Bersamaan, mereka berdua bicara.

"Kita sama-sama nggak mau ngelepasin lu."

Gue membeku.

Sial.

Gue beneran nggak bakal bisa kabur dari mereka.








•Caget Between Two•Место, где живут истории. Откройте их для себя