Hari ini berjalan seperti biasa. Jake bangun pagi, bersiap untuk kuliah, sementara Heeseung sudah lebih dulu pergi ke kantor karena ada rapat pagi. Sebelum pergi, pria itu sempat meninggalkan pesan di ponsel Jake.
Heeseung: Good morning, Sayang. Aku harus pergi lebih awal hari ini, tapi jangan lupa sarapan sebelum kuliah, ya. Love you.
Jake tersenyum kecil membaca pesan itu saat sedang duduk di bus menuju kampus. Bahkan di tengah kesibukannya, Heeseung masih selalu mengingatnya.
Hari di kampus berjalan seperti biasa. Jake mengikuti kelas, mengobrol dengan teman-temannya, dan menghabiskan waktu istirahat dengan Sunoo di kafe dekat kampus.
"Jadi, bagaimana hubunganmu dengan Heeseung?" tanya Sunoo sambil menyeruput minumannya.
Jake tersenyum kecil. "Seperti biasa. Heeseung selalu baik, selalu perhatian... Aku masih merasa beruntung memilikinya."
Sunoo menatapnya sebentar sebelum tersenyum. "Aku senang kau akhirnya mendapatkan seseorang yang benar-benar memperlakukanmu dengan baik. Kau pantas mendapatkannya, Jake."
Jake hanya tersenyum. Kadang ia merasa sebal karena Sunoo selalu bertindak seperti kakak yang terlalu protektif, tapi di sisi lain, ia tahu bahwa sahabatnya hanya ingin ia bahagia.
Setelah selesai dengan semua kelas hari itu, Jake pulang ke apartemen. Ia tidak bekerja hari ini, jadi ada waktu untuk bersantai sebelum Heeseung pulang. Ia mengganti pakaian dengan kaos longgar dan celana pendek, lalu berbaring di sofa sambil menonton film di laptopnya.
Sekitar pukul tujuh malam, pintu apartemen terbuka dan Heeseung masuk, tampak sedikit lelah tapi tetap tersenyum ketika melihat Jake.
"Aku pulang," katanya, suaranya terdengar hangat.
Jake bangkit dari sofa dan berjalan mendekat. "Selamat datang di rumah," jawabnya, lalu tanpa ragu melingkarkan lengannya di pinggang Heeseung.
Heeseung terkekeh dan mencium puncak kepala Jake. "Kau sudah makan?"
Jake menggeleng. "Aku menunggumu."
"Aku tahu kau akan bilang begitu," Heeseung menghela napas kecil, tapi wajahnya tetap terlihat lembut. "Ayo, kita pergi makan malam di luar."
Mereka akhirnya memutuskan untuk makan di restoran kecil favorit mereka di dekat apartemen. Restoran itu memiliki suasana yang nyaman, dengan lampu-lampu kecil yang menggantung di langit-langit dan alunan musik jazz yang lembut di latar belakang.
"Pesan apa?" tanya Heeseung sambil membuka menu.
Jake berpikir sejenak. "Hm... Aku ingin pasta."
Heeseung tersenyum. "Baiklah, aku juga. Kau mau dessert?"
Jake mengangguk. "Tentu saja."
Setelah memesan makanan, mereka mengobrol santai sambil menunggu. Heeseung menceritakan tentang betapa bosannya rapat hari ini, sementara Jake berbagi cerita tentang dosennya yang terlalu banyak memberikan tugas.
"Kadang aku berpikir untuk berhenti kerja dan menjadi full-time sugar daddy-mu saja," canda Heeseung.
Jake tertawa. "Oh? Kalau begitu aku akan berhenti kuliah dan hanya mengandalkanmu untuk hidup."
Heeseung pura-pura menghela napas berat. "Ya Tuhan, aku harus bekerja lebih keras kalau begitu."
Mereka tertawa bersama, menikmati momen-momen kecil seperti ini. Tidak ada drama, tidak ada kecemasan—hanya kebahagiaan sederhana dari dua orang yang saling mencintai.
Setelah selesai makan, mereka berjalan pulang sambil bergandengan tangan. Udara malam terasa sejuk, dan Jake merasa nyaman berada di samping Heeseung.
"Kau bahagia?" tanya Heeseung tiba-tiba, suaranya pelan tapi penuh makna.
Jake menoleh dan menatapnya, lalu tersenyum. "Ya. Sangat."
Heeseung mengeratkan genggamannya. "Aku juga."
Malam itu, mereka pulang dengan perasaan hangat di hati masing-masing. Hari ini mungkin berjalan seperti biasa, tapi bagi mereka, kebersamaan ini adalah sesuatu yang selalu berharga.
YOU ARE READING
Fragile, Yet Loved (HEEJAKE) END
FanfictionJake masih terjebak dalam bayang-bayang masa lalunya. Luka yang ditinggalkan oleh mantan kekasihnya tak semudah itu sembuh. Trauma yang menahannya sering kali muncul tanpa peringatan, membuatnya merasa lelah dan rapuh. Namun, di sisinya ada Heeseung...
