Cha Memory (2)

340 33 25
                                        

Tembus 25 Komentar, saya gas publish part epilog! Hehe:>

***

"Hentikan! Ayah, hentikan itu!" teriak Kory sebelum Franklin benar-benar menekan tombol biru itu.

"Kory, apa yang kau lakukan? Jangan menghentikan ayah! Diam saja di situ!" bentak Ryan pada Kory.

Kory tak mempedulikan kata-kata Ryan. Yang ia pikirkan sekarang adalah bagaimana cara agar dia dan Ryan selamat. Tobot Zero terlihat masih mendobrak kaca, tapi kekuatan Zero dirancang tidak begitu besar sehingga sulit memecahkan kaca yang begitu tebal itu.

"Ada titik lemah dari sebuah kaca," gumam Kory sambil berpikir.

"Ryan, kau pasti tahu itu, kan?" kata Kory lagi.

"Tidak ada waktu untuk mencari hal itu. Oksigen mulai menipis dan kau harus segera keluar dari sini!" ucap Ryan sambil kembali menatap ayahnya.

"Ayah, tembak aku sekarang!" teriak Ryan.

"Jangan menembak Ryan! Atau ayah akan menyesal seumur hidup!" Kory ikut berteriak.

"Aku saja, ayah! Aku saja!" teriak Kory lagi.

Franklin bisa mendengar perdebatan antara kedua putranya di dalam sana. Tangannya ditarik ke belakang oleh Limo, sehingga Franklin tak jadi menekan tombol biru itu. Dia terdiam melamun memikirkan banyak hal. Namun, Franklin segera kembali ke alam sadarnya. Dia harus bertindak dan menekan salah satu tombol sebelum keduanya mati kehabisan oksigen.

"Jangan menghalangi aku, Limo!" bentak Franklin.

"Kau bodoh, Franklin! Zero bisa memecahkan kacanya sebentar lagi! Jangan mengorbankan satu untuk menyelamatkan salah satunya!"

"Sampai kapan Zero akan memecahkannya? Sampai keduanya mati kehabisan napas?" kata Franklin dengan suara gemetar.

"Aku harus menyelamatkan salah satu, setidaknya," lirihnya.

"Tapi apa kau benar-benar sudah siap dengan pilihanmu? Kau yakin ingin Ryan yang mati?" tanya Limo.

"Jadi, kau menyuruhku untuk menembak Kory?" tanya Franklin di tengah rasa frustasinya.

Limo menyela. "Tidak! Bukan itu maksudku! Kita bisa menunggu Zero sampai memecahkan kacanya, itu saja!"

"Tidak ada waktu lagi!" bentak Franklin sambil melihat kedua putranya yang terbatuk-batuk di dalam sana.

Dia menatap kedua anaknya yang sedang berdebat di tengah kesulitan ini. Si kembar terlihat ingin saling melindungi satu sama lain. Franklin bisa merasakan ikatan kasih sayang yang menguat antara putra kembarnya itu.

"Aku harus melakukan satu hal," gumam Franklin sambil menyentuh salah satu tombol di atas meja.

***

"Kory, aku sudah bersiap untuk mati. Aku terluka parah saat ini. Sedangkan kamu masih baik-baik saja, kau lihat?" ucap Ryan.

"Aku sebenarnya tidak mau mati! Aku masih mau hidup. Aku takut untuk mati," jawab Kory.

"Maka dari itu, aku saja yang harus mati!" balas Ryan.

"Tapi, aku ... aku jauh lebih takut jika kau yang mati, Ryan. Aku tak bisa membayangkan hidup tanpamu. Aku tahu, aku ini bukan tipe orang yang secara terang-terangan untuk menyatakan kasih sayang. Namun, aku akan jujur. Aku mungkin takut untuk mati, tapi aku jauh lebih takut jika menjalani hidup tanpamu. Kau adalah satu-satunya orang yang menganggap keberadaanku ada selama ini. Aku sangat membutuhkanmu."

Kory POV:

Namaku Kory Char. Aku adalah anak yang penuh kejutan, sangat menyenangkan dan juga keren. Namun, sepertinya aku menyadari hal yang lebih penting dari itu.

Choose Between ChaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ