Cha Problem (2)

313 34 19
                                        

Ryan terbangun dari pingsannya. Dia merasa tubuhnya sangat kaku dan itu benar. Tubuh Ryan diikat ke dinding oleh besi pipih. Dia benar-benar tak bisa menggerakkan tubuhnya, tapi yang pasti kepalanya bisa bergerak untuk melihat sekeliling. Dia melihat bagaimana lantai ruangan itu menjadi kotor karena darah yang terus menetes dari hidungnya.

Saat dia menoleh ke depan, di hadapannya ada sebuah mesin yang mirip seperti senapan. Dia berpikir, mungkin ini adalah tempat untuk mengeksekusi orang. Dia menoleh ke arah kanan, dan ia melihat sosok Kory juga diikat sama persis seperti dirinya.

Kory juga diikat di dinding, terpaku oleh besi pipih yang melingkari tubuhnya. Sayangnya, Kory belum sadarkan diri. Kepala anak itu masih tertunduk. Matanya tertutup, tanpa kesadaran, meski tubuhnya masih berdiri tegak karena besi pipih yang membuat tubuhnya menempel di dinding.

"Kory, Kory," ucap Ryan dengan suara serak. Semakin Ryan bersuara, kepalanya terasa lebih nyeri. Sepertinya pukulan balok kayu sebelumnya telah membuat efek negatif yang parah pada Ryan.

Darah terus mengalir di hidungnya, tapi Ryan berusaha untuk tetap tenang. Dia menggerakkan tubuhnya sekuat tenaga, mencoba untuk membebaskan diri. Namun, karena tangannya juga ikut terikat, Ryan tak bisa berbuat banyak hal. Di hadapannya ada sebuah senapan yang mungkin akan menembak kapan saja.

Oh, ya. Di hadapan Kory juga ada hal yang sama. Ada sebuah senapan yang sama persis seperti yang ada di hadapan Ryan. Keduanya bisa ditembak kapan saja. Ryan ingin segera bebas, dan menyelamatkan Kory. Namun, semakin ia bergerak, kepalanya terasa semakin sakit.

"Kory, bangun ...," lirih Ryan.

"Kau lebih kuat dariku, kan?" katanya lagi.

"Jangan bilang, kau sudah ...,"

"Mati?"

"Tidak mungkin,"

"Kory! Kory! Buka matamu! Kau dengar aku? Kory, jangan mati di sini! Kory! Bangunlah!"

Ryan hanya bisa panik dalam keadaan seperti ini. Namun, kepanikan itu langsung mereda saat melihat Kory mendongak. Kory sepertinya mulai mendapatkan kesadarannya. Kory menatap sekeliling, dan tatapannya bertemu dengan Ryan.

"Ryan?"

"Kory? Kau sudah bangun, syukurlah!"

"Ryan, kenapa kita diikat di sini?" tanya Kory.

"Seseorang sepertinya ingin mencelakai kita. Aku tidak ingat apa yang terjadi. Tapi aku tidak bisa membebaskan diri sendiri. Aku sudah mencoba! Kepalaku terasa sakit, aku tak bisa bergerak banyak," jawab Ryan.

Kory berusaha untuk bergerak dan mencoba membebaskan diri. "Tenanglah, aku akan mencoba untuk bebas dan akan membantumu."

"Ngomong-ngomong, Ryan, hidungmu berdarah!"

"Aku baik-baik saja. Pikirkan saja cara untuk keluar dari sini sekarang," kata Ryan.

Selang mencoba beberapa saat, Kory tak kunjung bebas dari ikatan besi itu. Dia kelelahan dan pasrah dengan keadaannya. Dia terdiam menatap senapan di hadapannya, seperti sedang menunggu kapan akan ditembak. Terlihat kekecewaan di wajah Ryan.

"Hei, Ryan! Ngomong-ngomong, aku merasa sesak," kata Kory kemudian.

"A-aku juga," bisik Ryan.

***

Saat Franklin dan Limo bergerak mengikuti meja yang bergerak itu, tiba-tiba mereka sampai di suatu tempat. Dinding besi dari tempat itu otomatis terangkat, dan ada lapisan kaca setelahnya. Dibalik lapisan kaca itu, terlihat Ryan dan Kory yang sedang berdiri menempel di dinding dan dalam keadaan diikat. Franklin mendekat, lalu mencoba memukuli lapisan kaca tebal itu. Ia ingin segera menemui anak-anaknya.

Choose Between ChaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora