Minji menyimpan rahasia yang tidak diketahui oleh siapapun, bahkan teman satu apartemennya sendiri, Danielle.
Minji suka mimik!
Warning⚠️
- gxg
- cringe
- nudity
- affair
- sexual activity
Adalah hunian yang dipilih oleh dua anak muda bernama Minji dan Danielle untuk tinggal bersama selama masa kuliah. Walaupun mereka tak terlalu akrab, sebab jarangnya mereka berada di sana akibat kesibukan mereka sehingga sedikit adanya interaksi.
Pagi itu, apartemen itu cukup sunyi, hanya terdengar suara air mengalir dari dapur. Danielle berdiri di depan wastafel, mencuci piring bekas sarapan mereka dengan gerakan santai. Ia mengenakan kaos oversized dan celana pendek, rambutnya diikat asal.
Di meja makan, Minji duduk tegap dengan laptop terbuka di depannya. Matanya fokus pada layar, jari-jarinya mengetik cepat di atas keyboard. Seperti biasa, ketua himpunan teknik sipil itu selalu sibuk dengan tugas-tugasnya.
Layar laptopnya menampilkan aplikasi AutoCAD dengan desain struktur jembatan yang sedang ia revisi. Tugas kali ini adalah menganalisis ulang desain jembatan kecil berdasarkan studi kasus yang diberikan dosen. Minji harus memastikan perhitungan beban, efisiensi material, dan kestabilan struktur.
Danielle mencuri pandang. Matanya mengikuti garis rahang Minji yang tegas, caranya sedikit mengernyit saat berpikir, dan bagaimana jemarinya bergerak dengan cekatan di atas keyboard. Sederhana, tapi bagi Danielle, itu terlihat sangat menarik.
Danielle selalu memperhatikannya. Dan Minji tak pernah menyadari itu.
"Kak, ada acara nanti?" tanya Danielle, memecah kesunyian.
Minji tidak langsung menjawab. Ia menyelesaikan satu kalimat terakhir sebelum akhirnya menoleh. "Ada rapat program kerja himpunan. Kamu?"
Danielle menutup keran, mengeringkan tangannya dengan handuk. "Latihan MC buat event di fakultas. Kaya biasa."
Sejak semester satu, Danielle sudah menunjukkan bakatnya dalam berbicara di depan banyak orang. Ia pertama kali menjadi MC saat acara orientasi mahasiswa baru, setelah tanpa sengaja ditunjuk menggantikan senior yang tiba-tiba berhalangan hadir. Tanpa latihan, tanpa persiapan, Danielle tetap bisa membawakan acara dengan lancar, bahkan membuat suasana menjadi lebih hidup. Sejak saat itu, namanya mulai dikenal di fakultas, dan ia sering dipercaya menjadi MC di berbagai acara kampus.
Minji hanya mengangguk kecil, lalu kembali menatap layar laptopnya. Obrolan mereka selalu singkat, padat, tanpa basa-basi yang tidak perlu.
Danielle sudah terbiasa. Mereka bukan teman dekat. Hanya dua orang yang kebetulan berbagi atap karena kesepakatan orang tua mereka.
Sebelum merantau untuk kuliah, mereka bertetangga di kampung halaman, jadi ketika keduanya diterima di universitas yang sama. Keputusan untuk tinggal bersama di apartemen ini terasa masuk akal karena tentu ibunya Danielle mempercayai Minji yang lebih tua menjaga anaknya.
Minji datang lebih dulu karena ia lebih tua. Sekarang, ia sudah semester empat di jurusan teknik sipil, sedangkan Danielle baru memasuki semester dua di jurusan ilmu komunikasi. Kepribadian mereka jauh berbeda. Minji disiplin, tegas, dan kaku—tipikal anak teknik yang selalu sibuk dengan tugas dan proyek. Sementara Danielle lebih santai, ceria, dan selalu menebarkan energi positif ke sekelilingnya.
"Kak, aku mau belanja sore ini, stock fresh food kita habis. Kakak mau nitip sesuatu?" tanya Danielle lagi, menyandarkan diri di meja makan.
"Telur. Susu. Roti," jawab Minji tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya.
"Daripada kamu doyan makan rumput," balas Minji santai, merujuk pada kebiasaan Danielle yang gemar makan sayur dan buah.
Danielle langsung mengerucutkan bibirnya, lalu bersedekap dengan ekspresi tidak terima. "Itu bukan rumput! Sayur dan buah itu sehat, Kak! Kakak tuh yang aneh, masa hidup cuman makan roti doang!" protesnya dengan nada manja.
Minji yang biasanya terlihat serius justru terkekeh pelan. "Iya, iya. Terserah kamu deh," ujarnya, menutup laptopnya dan bangkit berdiri.
Danielle mendengus kecil, tapi diam-diam senang karena berhasil membuat Minji tertawa. Dada Danielle menghangat melihatnya.
Ia memperhatikan gadis itu yang kini merapikan lengan bajunya dan menarik napas panjang. Ada sesuatu dalam ekspresi Minji yang terlihat janggal, tapi Danielle tidak ingin terlalu memikirkan hal itu.
Karena yang lebih mengganggu pikirannya saat ini adalah bagaimana Minji bisa terlihat begitu menarik hanya dengan hal-hal kecil yang ia lakukan. Dan itu, bagi Danielle, adalah masalah yang tidak bisa ia katakan pada siapa pun.
Matanya tetap terpaku pada punggung tegap Minji yang menghilang di balik pintu kamarnya.
Minji masuk ke kamarnya, menutup pintu dengan pelan sebelum menghela napas panjang. Seharian ini pikirannya terasa lebih berat dari biasanya. Bukan hanya karena tugas-tugas yang menumpuk, tetapi juga karena sesuatu yang lebih personal.
Ia duduk di tepi tempat tidurnya, menarik laci meja samping dan mengeluarkan benda kecil yang selalu ia sembunyikan dari dunia luar: dot kesayangannya. Minji mengecek apakah ada bagian yang rusak. Tadi sebelum Danielle bangun, ia sudah mengedot. Dan dot itu terasa sedikit longgar, membuatnya gelisah pagi ini.
"Harusnya nggak separah ini," gumamnya pelan, mengamati karet dot yang mulai aus.
Menggunakan lem tembak kecil yang selalu ia simpan untuk hal-hal darurat, Minji dengan teliti memperbaiki bagian yang kendur. Jemarinya yang biasa terbiasa menggambar garis-garis presisi di AutoCAD kini dengan hati-hati memastikan dot itu tetap dalam kondisi sempurna.
Sayang kalau diganti, Minji sudah nyaman dengan dot ini.
Bagi Minji, ini bukan sekadar kebiasaan kekanak-kanakan. Dot ini adalah satu-satunya hal yang bisa membuatnya tenang di tengah tekanan hidupnya. Sejak kecil, ia sudah terbiasa menggigitnya saat merasa cemas menunggu ibunya pulang dan kebiasaan itu terbawa hingga sekarang—sebuah rahasia yang bahkan Danielle pun tidak boleh tahu.
Minji Kim
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Danielle Marsh
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.