Ia merasakan sesuatu yang sangat aneh, seakan ada sesuatu yang menarik dirinya setiap kali ia melihat Yohan. Tanpa sadar, Gaon menjauh dari keramaian dan duduk di salah satu sofa di pojok ruangan, mencoba menenangkan detak jantungnya yang semakin cepat.

Sambil menunggu kakaknya selesai berbicara dengan para kolega, Gaon menatap jam tangannya. Detak jantungnya yang cepat semakin membuatnya gelisah. Ada sesuatu yang sangat tidak biasa. "Apakah ada yang salah denganku?" pikirnya.

Beberapa menit kemudian, setelah jantungnya mulai kembali normal, Gaon mengirim pesan kepada Daniel untuk memberitahukan bahwa dia sedang menunggu di tempat duduk. Namun, pandangannya kembali terarah pada Yohan yang berdiri tidak jauh darinya, berbicara dengan beberapa orang. Detak jantungnya kembali meningkat.

"Kenapa bisa begini?" gumam Gaon pelan, bingung dengan apa yang sedang terjadi pada dirinya.

Setelah kejadian itu, beberapa hari kemudian

Gaon duduk di ruang pemeriksaan Hana, sahabat dekatnya yang juga seorang dokter. Hana menatap Gaon dengan penuh perhatian.

"Ada apa? Kenapa kamu datang ke sini? Terjadi sesuatu dengan jantungmu?" tanya Hana, masih mengingat kejadian sebelumnya.

Gaon mengerutkan kening. "Kemarin malam jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Aku rasa ada masalah denganku."

Hana mengangguk dan memeriksa Gaon. Setelah beberapa pemeriksaan, Hana memberi kesimpulan.

"Sepertinya tidak ada masalah dengan jantungmu. Tapi aku akan memberimu vitamin sebagai cadangan. Kalau memang terjadi sesuatu, bisa lebih cepat diatasi."

Gaon mengangguk, merasa lega. Namun, Hana tak berhenti bertanya. "Kalau boleh tahu, apa yang terjadi? Kenapa jantungmu berdetak begitu?"

Gaon terlihat berpikir sejenak. "Saat itu, aku sedang berkenalan dengan rekan kerja kakakku, Daniel. Dan begitu berkenalan dengan Yohan, jantungku tiba-tiba berdetak kencang."

Hana tersenyum, menatap Gaon dengan tatapan yang penuh makna. "Kamu yakin? Mungkin itu bukan karena masalah jantung. Itu hal yang wajar terjadi pada orang-orang... saat mereka jatuh cinta."

"APA?!" Gaon terkejut dengan penjelasan Hana. "Tidak mungkin, aku tidak mungkin jatuh cinta dengan orang itu!"

Hana hanya tertawa, "Coba saja temui dia lagi dan rasakan apakah perasaanmu tetap sama."

Beberapa waktu setelahnya, Gaon tak sengaja bertemu dengan Yohan lagi di rumah sakit. Saat Yohan sedang terburu-buru, dompetnya terjatuh. Gaon berlari untuk mengembalikannya, dan saat mereka berpapasan di depan ruangan dokter anak, Gaon merasa ada sesuatu yang berbeda.

"Kenapa kamu bisa berada di sini?" tanya Yohan dengan nada bingung.

Gaon memberikan dompet yang terjatuh, "Tuan Kang Yohan, ini dompetmu."

"Ah, terima kasih," jawab Yohan, menerima dompetnya dengan senyum. "Sepertinya aku buru-buru tadi."

Namun, pandangan Gaon langsung tertuju pada bayi kecil yang sedang menangis di gendongan suster. Elia, bayi yang sangat sulit ditenangkan, kini diam ketika Gaon mendekat.

"Kenapa dia berhenti menangis?" tanya Yohan, terkejut melihat Gaon begitu alami menggendong bayi itu.

Gaon tersenyum. "Aku tidak tahu... Mungkin aku hanya... merasa nyaman."

Dan, dalam kejadian yang tak terduga ini, Yohan hanya bisa menatap Gaon dengan penuh perasaan, bingung dan tak mengerti mengapa semua ini bisa terjadi begitu cepat

Gaon duduk di ruang tamu apartemen kecilnya, menatap keluar jendela yang menghadap ke kota yang terang benderang. Pikirannya melayang, teringat kejadian di pesta pernikahan itu. Bagaimana detak jantungnya tak terkendali saat pertama kali bertemu Yohan. Entah kenapa, meskipun ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu hanya reaksi fisik yang biasa, perasaan aneh itu tetap menggelayutinya.

when the devil call your nameحيث تعيش القصص. اكتشف الآن