Bab 2

225 17 1
                                        

"Hueek huekk"

Suara tangisan bayi perempuan yang baru lahir menggema di ruang bersalin. Bayi itu berada dalam gendongan seorang suster, tubuhnya mungil namun penuh semangat. Tangisnya seperti menyatakan keberadaan yang baru di dunia ini.

Di sisi lain ruangan, Kang Yohan berdiri kaku. Matanya tidak pernah beranjak dari pintu operasi yang masih tertutup. Ketika dokter keluar dengan wajah penuh kelelahan, hati Yohan berdebar. Harapannya yang terakhir hancur seketika saat dokter itu menundukkan kepala.

"Bagaimana dengan istriku?" tanyanya dengan suara serak, hampir seperti bisikan.

Dokter hanya bisa menghela napas panjang sebelum menjawab, "Maafkan kami, Tuan Yohan. Istri Anda tidak bertahan setelah melahirkan putri Anda."

Yohan memejamkan matanya erat, seolah ingin menahan segala rasa sakit yang mendesak keluar. Tangannya terkepal hingga buku-bukunya memutih. Soyeon, istrinya, bahkan belum sempat menjalani operasi pengangkatan kankernya. Pilihannya untuk menyelamatkan bayi mereka telah mengambil segalanya darinya.

Yohan tertawa kecil, tapi bukan tawa kebahagiaan. Tawa sinisnya memenuhi ruangan, membuat semua orang terdiam dan menahan napas.

"Dia benar-benar pergi... Dia hanya ingin melahirkan anak itu dan meninggalkanku," ujarnya dingin, dengan nada penuh kepahitan.

"Yohan," Taeyong, sahabatnya, mencoba menenangkan. Ia menepuk bahu Yohan, berharap bisa meredakan amarah yang jelas terlihat di matanya.

Suster yang menggendong bayi itu maju dengan ragu. "Maafkan kami, Tuan, ini putri Anda..."

Namun respons Yohan membuat seluruh ruangan terasa lebih dingin. "Aku tidak ingin melihat anak itu. Singkirkan dia dari hadapanku."

Bayi itu, yang masih menangis, digendong pergi oleh suster. Kehidupan barunya dimulai tanpa seorang ibu, dan kini, tanpa penerimaan dari ayahnya sendiri.

Pemakaman Kang Soyeon berlangsung dengan suasana suram. Banyak kolega dan kenalan dari Kang Yohan yang hadir, memberikan penghormatan terakhir pada istri salah satu pengusaha terbesar di Korea. Namun, suasana itu tak mampu menghapus kesedihan di hati Yohan. Sosok istrinya yang penuh kasih, yang selama ini mendampinginya dalam kesunyian, kini benar-benar tiada.

Taeyong mengambil alih menjamu para tamu, sementara Yohan hanya berdiri kaku, membiarkan hujan simpati melintas tanpa benar-benar menyentuh hatinya. Wajahnya yang dingin membuat orang lain enggan mendekat.

Keheningan dipecahkan oleh kedatangan seorang pria muda. Ketika Kim Daniel, pewaris GK Group, melangkah masuk, semua mata langsung tertuju padanya. Hubungan antara GK Group dan KY Group memang sudah lama seperti perang dingin, dan kehadiran Daniel menjadi kejutan besar.

Daniel membawa bunga tulip putih, simbol kesucian dan belasungkawa. Ia meletakkannya dengan hormat di depan altar Soyeon, sebelum menoleh ke arah Yohan.

"Aku turut berbela sungkawa atas meninggalnya istri Anda, Tuan Kang," ujarnya dengan nada tulus.

Yohan menatapnya dengan tajam, mencoba mencari maksud tersembunyi di balik kata-kata itu. "Sungguh mengejutkan kamu menghadiri pemakaman ini."

"Aku hanya ingin menyampaikan rasa terima kasihku," jawab Daniel, membuat Yohan mengerutkan kening.

"Terima kasih? Apa maksudmu?"

Taeyong buru-buru menyela sebelum suasana semakin memanas. "Mungkin ini bukan tempat yang tepat untuk membahas hal seperti ini."

Daniel menghela napas, mengangguk singkat, lalu pergi meninggalkan altar. Tapi rasa penasaran Yohan tetap membara. Apa hubungan antara Daniel dan Soyeon? Pertanyaan itu terus mengganggu pikirannya, bahkan ketika upacara selesai dan tamu-tamu mulai beranjak pulang.

when the devil call your nameWhere stories live. Discover now