Hari-hari Jungwon di kantor biasanya berjalan tenang. Sebagai omega yang bekerja di bagian administrasi sebuah perusahaan besar, ia terbiasa dengan rutinitas yang sibuk. Tidak terlalu mencolok, tidak terlalu banyak bicara, dan selalu menjaga jarak dengan para alpha di sekitarnya. Ia pikir hidupnya sudah berada di jalur yang aman—sampai suatu hari, semuanya berubah.
Pagi itu, seluruh kantor geger.
"Dengar-dengar direktur baru itu putra pemilik perusahaan sendiri," gumam Hana, rekan kerja Jungwon, saat mereka duduk di pantry.
"Alpha ya?" tanya Jungwon dengan nada acuh.
Hana mengangguk. "Alpha dominant." koreksinya.
Jungwon hanya mengangguk pelan, mencoba tak peduli. Tapi segalanya berubah saat direktur baru itu benar-benar muncul.
Langkah-langkah berat terdengar dari ujung lorong. Jungwon yang sedang membawa dokumen tanpa sengaja menabrak tubuh tinggi yang muncul dari tikungan.
"Brak!"
Dokumen bertebaran. Jungwon terhuyung, dan saat ia mendongak, pandangannya bertemu dengan mata gelap yang tajam milik lelaki itu. Dadanya seperti disambar petir.
"Maaf... saya tidak lihat jalan..." gumam Jungwon, buru-buru membungkuk.
Jay tidak langsung menjawab. Mata alpha-nya menatap tajam ke arah omega yang lebih pendek itu. Napasnya berubah tak teratur. Ada sesuatu dalam diri Jungwon yang entah kenapa... mengganggu.
"Siapa namamu?" tanya Jay, suaranya dalam dan tegas.
"Yang... Jungwon, Tuan." ucapnya dengan terbata.
Jay tidak mengatakan apa-apa lagi, hanya mengambil satu berkas yang jatuh dan menyerahkannya sambil matanya tetap terkunci pada Jungwon.
Sejak hari itu, jadwal tidur Jungwon kacau. Tubuhnya terasa panas dingin, seakan tubuhnya bereaksi terhadap sesuatu yang tak bisa ia jelaskan. Ia mencoba menenangkan diri, tapi setiap kali melihat Jay di kantor, lututnya lemas dan pikirannya kabur. Jungwon harap ini bukan masalah besar. Mungkin ini karena ia belum pernah bertemu dengan Alpha dominan sebelumnya, karena itu omeganya terganggu.
* * *
Beberapa minggu berlalu. Jungwon mulai bisa sedikit mengendalikan dirinya. Direktur baru itu juga jarang terlihat di perusahaan, karena itu hari-harinya terasa lebih tenang walaupun jadwal tidurnya masih berantakan.
"Kau kurang tidur ya? wajahmu pucat sekali" Jiyeon, kakak perempuannya bertanya dengan raut cemas.
Jungwon hanya tersenyum kecut lalu berkata pelan "Akhir-akhir ini tubuhku terasa kurang vit, sepertinya aku kurang olahraga"
"Apa kau benar baik-baik saja? Kalau kau kurang enak badan lebih baik tidak usah ikut makan malam nanti, Ayah akan menyampaikan pada keluarga Park jika kau berhalangan hadir"
sang ayah ikut menyahut. Walau wajahnya sudah keriput termakan usia, tapi raut khawatir itu tidak bisa disembunyikan.
Jungwon mengibas-ngibaskan tangannya kecil sebagai tanda jika dia baik-baik saja.
"Di pertemuan pertama bulan kemarin aku sudah tidak hadir ayah, kalau aku tidak hadir lagi kali ini rasanya tidak sopan. Lagipula aku harus tau seperti apa calon suami noona, aku ini kan pintar membaca raut wajah orang"
Jiyeon tertawa senang.
"Yang pasti dia tampaannn sekali..." kekehnya lucu. Kakaknya memang jadi lebih periang sejak pertemuan keluarga itu, sepertinya ia sangat menyukai calon suaminya. Baguslah.
.
.
.
.
.
Keluarga Yang sampai lebih dulu ke restoran yang dijanjikan. Sepanjang jalan tadi Jiyeon terus mengoceh tentang bagaimana kesan pertamanya ketika bertemu calon suaminya, membuat Jungwon sedikit penasaran. Entah setampan apa orang itu sampai membuat Jiyeon cinta berat begini.
10 menit kemudian pelayan mengetuk pintu ruangan VIP tempat mereka berada dan mengatakan jika keluarga Park sudah sampai.
Teh hampir tumpah dari cangkir Jungwon ketika hidungnya mencium aroma familiar itu lagi.
Celaka.
Malam itu, suasananya begitu formal dan canggung. Jay dan keluarganya datang dengan setelan rapi, aroma maskulin alpha-nya begitu kuat memenuhi ruangan. Tapi yang paling membuat Jungwon kaget adalah saat mata mereka bertemu... untuk kesekian kalinya, tubuhnya terasa panas.
Jay juga tampak gelisah. Tangannya mengepal di bawah meja, rahangnya mengeras.
Jungwon sama sekali tidak menyangka jika Jay Park yang dimaksud ayahnya adalah Direktur Park. Orang yang membuatnya merasa aneh akhir-akhir ini.
"Jungwon..." ucap Jay akhirnya, lirih dan pelan, tidak terdengar oleh siapapun, tapi gerak bibirnya masih terbaca oleh Jungwon yang duduk agak jauh.
Jungwon membuang muka dengan jantung berdetak kencang.
Ini tidak benar. Ada yang tidak beres antara dirinya dan calon suami kakaknya.
Menit berlalu bagai jam. Jungwon sudah mencoba fokus pada makanannya, tapi ia sadar dari seberang sana ada tatapan yang tak putus selalu mengarah padanya.
"Aku permisi ke toilet sebentar" pada akhirnya Jungwon beranjak.
Kakinya bahkan terasa lemas saat ia menuju kamar mandi. Tubuhnya mulai panas dingin, sama seperti beberapa waktu lalu.
"Apa kau merasakannya juga?"
Jungwon menoleh cepat, terkejut. Tubuhnya tersentak ketika mendapati Jay sudah berada tidak jauh di belakangnya.
"Merasa... apa?" Jungwon bertanya lirih, meski ia tahu apa yang dimaksud Jay.
Jay menatap dalam. "Kita adalah mate, Jungwon. Tubuhku... sejak pertama kali melihatmu, aku tidak bisa tidur, tidak bisa makan... Aku pikir aku sakit, tapi sekarang aku tahu."
Jungwon menarik napas gemetar. Pemikiran itu memang sempat muncul dibenaknya beberapa minggu terakhir, tapi setelah mengetahui jika pria yang kemungkinan merupakan mate nya adalah calon suami kakaknya, lebih baik Jungwon menyangkalnya sampai mati.
"Tidak... Itu tidak mungkin."
"Lalu apa kau bisa menyangkal ini?..." Jay bergerak cepat memerangkap tubuh Jungwon diantara dinding toilet. Tangan besarnya meraih tangan Jungwon, dan ketika kulit mereka bersentuhan, sengatan kecil yang menyenangkan sekaligus mendebarkan terasa.
Tidak hanya itu, pheromone mereka bagai saling menyatu, membuat tubuh keduanya terasa panas membara.
"Tubuh kita saling terikat Jungwon. Mau sekeras apapun kau menyangkal, Omegamu tetap membutuhkanku"
Jungwon melepaskan diri, matanya tampak kebingungan dan kehilangan arah.
"Kau akan menikahi kakakku. Ini... salah."
Jay mengepalkan tangannya. "Kita tidak bisa memilih takdir."
"Tapi aku bisa memilih untuk tidak menghancurkan kebahagiaan kakakku."
Suara Jungwon pecah. Tubuhnya mulai bergetar karena konflik batin. Pupilnya mengecil, aroma khas omega-nya perlahan mencuat lebih kuat tanpa ia sadari. Jay, sebagai alpha, merasakannya penuh.
Ruangan menjadi pengap oleh ketegangan yang hanya mereka berdua rasakan.
Pertemuan keluarga berakhir tanpa keputusan malam itu. Tapi bagi Jay dan Jungwon, satu kenyataan telah tertanam dalam: mereka adalah mate, terikat oleh ikatan yang lebih dalam dari darah dan janji.
Dan sejak malam itu, mereka tak bisa berpura-pura lagi.
.
.
.
Tbc
Tes ombak dulu ya
YOU ARE READING
Unexpected (JAYWON)
FanfictionBekerja di salah satu perusahaan besar dengan posisi menjanjikan dan gaji yang cukup untuk memenuhi gaya hidupnya sudah terasa sangat cukup untuk Jungwon. Ditambah dengan teman-teman kerjanya yang bisa dibilang sangat supportif, semuanya terasa semp...
