Chapter 12: An Unexpected End

12 3 0
                                        

Empat hari kemudian, Karin pergi ke kampus untuk mengumpulkan tugas penelitiannya. Pikirannya terus memikirkan keberadaan Dareen yang menghilang dan tidak ada kabar. Keberadaan Dareen yang belum pulang-pulang terus mengganggu konsentrasinya.

Setelah mengumpulkan tugas, ia berjalan menuju halte bus. Sepanjang jalan, ia merogoh ponselnya dan mengetik pesan singkat:

"Kak Dareen, jemput aku di halte dekat kampus ya."

Ia menekan tombol kirim, berharap kali ini ada balasan. Namun, layar ponselnya tetap sepi. Ia menggulir pesan-pesan sebelumnya, pesan-pesan yang sudah ia kirim sejak Dareen menghilang. Semuanya belum terbaca. Bahkan tanda centang biru pun tidak ada.

Karin menghela napas panjang, merasa hampa.

Tiba-tiba, suara klakson mobil membuyarkan lamunannya. Karin langsung mendongakkan kepala, menatap ke arah suara itu. Senyum semangat muncul di wajahnya, berharap mobil itu adalah milik Dareen.

Kaca mobil perlahan turun, memperlihatkan seseorang yang tersenyum ke arahnya.

Namun, senyum Karin segera memudar. Bukan Dareen yang ada di sana, melainkan Elvano.

"Hei, Karin," sapa Elvano dengan nada santai, senyumnya tetap ramah.

"Kamu nggak pulang? Pulang bareng aku yuk!" ajak Elvano dengan senyuman lebar.

Karin terdiam kaku di atas kursi halte. Harapannya retak seketika. Tadi ia sudah membayangkan Dareen muncul dan menjemputnya, tetapi realitas kembali mengecewakannya. Tidak ada Dareen. Hanya kekosongan yang menyakitkan.

Elvano turun dari mobilnya, berjalan mendekati Karin, dan membuka pintu mobil untuknya, "Aku antar kamu pulang ya," katanya lagi, kali ini dengan nada lembut.

"Ah, i-itu nggak usah, Kak. Makasih," Karin mencoba menolak dengan sopan, meski suaranya terdengar ragu.

"Kenapa nggak mau? Kakak sudah bukain pintunya buat kamu, loh," balas Elvano dengan sedikit bercanda.

Karin akhirnya menyerah. Dengan enggan, ia masuk ke dalam mobil Elvano. Pikiran praktis mulai bermain di benaknya, uang jajannya mulai menipis sejak Dareen menghilang selama empat hari, dan kakaknya, Kevin, jarang ada di rumah.

Selama perjalanan, Elvano terus bercerita. Suaranya cukup berisik, dan topiknya acak, dari kuliah hingga hal-hal yang tidak terlalu penting. Karin hanya mengangguk kecil atau bergumam sesekali. Namun, pikirannya melayang jauh, membayangkan keberadaan Dareen. Ia merasa lelah, tapi tahu ia tidak boleh tidur sebelum ada kabar pasti tentang Dareen.

Tiba-tiba, mobil berhenti. Elvano memutar setir, menarik rem tangan, dan melambaikan tangannya di depan wajah Karin.

"Karin?" panggil Elvano.

Karin masih terpaku, tidak menyadari mereka sudah sampai.

"Karin, kamu melamunin apa sih? Kita sudah sampai, loh!" seru Elvano sambil mendekatkan wajahnya.

"Karin!"

Cubitan kecil di pipi Karin sukses membangunkannya dari lamunannya. Ia tersentak, menatap Elvano dengan mata terbelalak.

"Ah, maaf... kamu nggak apa-apa?" tanya Elvano dengan nada bingung dan sedikit khawatir.

Karin buru-buru membungkukkan bahu, berterima kasih sekilas, "Terima kasih atas tumpangannya, Kak. Sampai jumpa di kampus!"

Ia berlari terbirit-birit masuk ke dalam rumah. Harapannya sederhana, yaitu Dareen sudah pulang. Namun, seperti biasa, ia hanya mendapati rumah yang sunyi.

Dengan napas berat, Karin merebahkan tubuhnya di sofa, menutup matanya, dan membiarkan rasa lelahnya menyelimuti dirinya.

Kapan Kak Dareen pulang?

Breaking The ScaleDonde viven las historias. Descúbrelo ahora