"Hei princess" sapa Nathan pada seorang cewek cantik yang langsung menyambutnya dengan sebuah pelukan hangat. Kesan anggun menguar jelas pada sosoknya.

"Hei Nath, tumben nyamperin tapi nggak ngabarin dulu. Kangen ya?" tembak cewek tersebut. Matanya berbinar, senang dengan kedatangan sosok di hadapannya ini.

Nathan hanya tertawa renyah menanggapinya. "Gimana bisnis? Makin rame aja nih". Matanya kembali memperhatikan sekitar. "Ekspresso dong, kayak biasa"

"Em, like you see. Tapi kunjungan kali ini pasti bukan kunjungan biasa kan?" cewek itu bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju pantry, diikuti oleh Nathan. Nathan tampak berbeda dari biasanya. Jelas dia dapat merasakannya.

Nathan sudah mengisi separuh dari kisah hidupnya, dan dia sudah mewarnai hampir setiap lembar dikehidupan Nathan. Bisa dibayangkan betapa dekatnya mereka. Mungkin karena sama-sama merupakan anak tunggal dari dua wanita yang lahir dari rahim yang sama, keterikatan diantara mereka lebih dari persaudaraan biasa. Jadi sudah pasti dia memiliki intuisi yang tinggi tentang makhluk yang ada dihadapannya ini.

"Gue partneran sama Reva, Lex" terang Nathan memulai sesi curhatnya.

"Lexa, please. And so what ?" ralat Lexa. Dia sangat tidak suka jika ada yang menyebut namanya sesuka hati, Nathan tahu itu, tapi selalu saja, entah itu sengaja maupun tidak sengaja. Bad Habbit.

"Yah, nggak papa sih, gue cuma pingin lo tahu aja. Biar nggak ada gosip aneh-aneh dirumah" Jawab Nathan dengan cuek.

"Sialan lo, cuma itu doang ?" cibir Lexa, hatinya entah mengapa mengatakan pasti ada hal lainnya. Dia menatap Nathan sangsi.

Nathan nyengir lebar. Lexa memang paling tahu isi hatinya. Dan tentu saja bukan hanya itu. "Nope, gue janjian ketemu dia disini jam 7, yah setidaknya kalau terjadi sesuatu dan lain hal, itu dicafe lo, jadi gue nggak akan diusir paksa."

***

Reva berjalan memasuki kafe yang telah ditunjuk Nathan sebagai tempat janjian mereka dengan Ryzu untuk membahas konsep awal acara ulang tahun universitas mereka tahun ini. Not bad, cafe ini memiliki suasana yang nyaman, dindingnya dilapisi dengan wallpaper warna coklat susu dan peach, senada dengan interiornya. Lampion dengan warna lembut yang dilihatnya diluar tadi juga menjadi nilai plus. Pantas saja kafe ini terlihat ramai dan pengunjungnya rata-rata seumuran dengannya. Reva mengedarkan pandangan kesekeliling, mencari sosok Nathan.

"Va.." panggil Nathan sambil melambaikan tangannya melihat Reva yang celingukan saat memasuki kafe. Dia memilih kafe ini karena letaknya yang strategis juga nyaman. Jangan salah, dia bahkan sudah memikirkan matang-matang sebelum menentukan tempat janjian mereka. Nathan tidak ingin belum apa-apa sudah menuai aksi protes dari Reva.

Reva berjalan menghampirinya. Cewek itu tampak cantik dengan pakaian kasualnya, jeans hitam dan vest asimetris merah muda. Rambut hitam kecoklatannya dibiarkan tergerai. Simple, namun wajah juga gesture tubuhnya membuat apa saja yang dikenakannya terkesan lebih dari kata pantas. Seketika tatapan memuja yang tadi ditujukan pada Nathan, kini beralih ke Reva. Bahkan pesonanya pun bisa ditandingi oleh cewek yang satu ini. Lihat, Reva seolah ingin menyainginya dalam segala hal.

"Sorry, belum telat kan?" kata Reva sambil mengecek jam tangannya.

"Udah dijalan. Palingan juga sebentar lagi sampai. Dan.." Nathan menunjuk layar ponselnya, "Lo telat, 30 menit"

"Kak Ryzu juga belum datang" balas Reva yang disambut dengungan sebal Nathan. "Lo udah punya ide? Apa gitu?" tanya Reva membuka percakapan, to the point. Lebih cepat dibahas lebih baik kan, langsung pada intinya. Cepat mulai, cepat selesai, cepat pulang. Begitulah rencana yang sudah disusunnya. Jadi dia tidak perlu berlama-lama semeja dengan Nathan.

The SeasonWhere stories live. Discover now