Zian, mau tak mau memandangi Freya yang fokus mencicipi minumannya. Gadis itu, entah kenapa jadi kelihatan lebih seksi sekarang.
Entahlah, Zian sudah gila sepertinya. Bahkan pemuda itu sampai menahan napas. Tak berkedip sedikitpun. Sedangkan Freya justru meminumnya pelan-pelan. Karena ia yakin sedang diperhatikan sekarang.
Zian menelan ludah. Menahan debaran jantungnya hanya karena melihat pemandangan itu. Bahkan meskipun gadis itu telah selesai, Zian masih memandangnya intens. Menatap mata cantik itu yang kini menatapnya. Menatap bibir cantik itu yang kini masih menyisakan minuman sedikit di ujungnya, membuat Zian tiba-tiba saja ingin mengusapnya dengan bibirnya sendiri.
Astaga, apakah Zian sudah gila sekarang?
"Kenapa, Zi?" Pertanyaan Freya membuyarkan seluruh pikiran Zian. Gadis itu tersenyum manis. Sepertinya memang menyadari perubahan Zian. Ia semakin mendekat, berdiri di depan pemuda ini hingga lengan mereka saling bersentuhan. "Lo terpesona ya sama gue?" bisiknya sensual.
Zian mengerjap. Tau bahwa dirinya sekarang sedang dipermainkan. Wajahnya memerah. Zian menatap Freya sejenak, menarik napas sambil mencoba menguasai diri. Dia lalu melangkah mendekat, membuat Freya otomatis mundur setengah langkah. Tatapannya berubah, intens dan agak mengintimidasi, membuat Freya sedikit tercekat.
"Oh, gue terpesona, ya?" Zian balas dengan nada rendah, sedikit menantang. "Kalau lo udah tahu, kenapa harus nanya lagi, hmm?"
Freya tersenyum tipis, tapi dalam hati dia mulai merasa terjebak. "Yaa... penasaran aja," ujarnya, suaranya agak goyah sekarang.
Zian melangkah lagi, semakin mempersempit jarak mereka. Tatapannya tajam mengunci pandangan Freya, membuat gadis itu semakin salah tingkah. "Gue kasih tau, ya," bisik Zian, suaranya nyaris seperti desahan. Membuat jantung Freya berdegup tak karuan.
"Kalau gue terpesona sama lo, mungkin gue nggak akan cuma diem di sini aja," lanjutnya dengan nada misterius.
Freya menggigit bibirnya, sedikit ragu tapi penuh harapan. "Maksudnya?"
Zian tersenyum tipis. Ekspresi Freya yang setengah ragu namun berharap itu entah kenapa menggelitik perasaannya. "Maksud gue... kalau gue mau," katanya perlahan sambil mengangkat tangannya, membuat Freya menunggu dengan deg-degan.
Tapi, bukannya melakukan sesuatu yang diduga Freya, Zian malah menempelkan jarinya ke dahi Freya, lalu mendorongnya pelan. "Jangan macem-macem sama gue, Freya," katanya sambil nyengir nakal, menyisakan Freya yang bengong karena kecewa tapi juga nggak tahan untuk nggak tertawa.
Freya spontan mengeluh, wajahnya sedikit merah. "Ih, lo nyebelin banget sih, Zi!" protesnya, tapi ujung bibirnya sudah tersenyum lagi, nggak bisa nahan geli.
Zian hanya mengangkat bahu sambil menyeruput minumannya. "Nah, siapa sekarang yang terpesona, hmm?" tantangnya sambil melempar tatapan penuh kemenangan.
Freya melotot kecil, sambil berusaha mengalihkan pandangan. Tapi, senyum di wajahnya nggak bisa disembunyikan. "Oke, kali ini lo menang. Tapi jangan seneng dulu, ya, Zi! Nggak akan selamanya kayak gini."
Zian hanya tersenyum kecil, seolah menunggu giliran Freya untuk balas menantang kapan saja.
"Seru banget." Suara lembut milik Nella, mengalihkan perhatian dua anak manusia ini. Nella memperhatikan keduanya. Kini suasana terlihat lebih mencair, tidak sedingin tadi. "Freya, gimana bobanya? Enak?"
Freya mengacungkan jempol pada Nella, mama Zian kesayangannya itu. "Enak banget, Te. Ini beli dimana sih, kayaknya Freya beli di shopee nggak gini." Gadis itu kini malah melihat-lihat kemasan yang belum terbuka.
Nella tersenyum lembut. Freya memang begitu, selalu ceria dan manis. Cocok sekali untuk anaknya yang dingin. "Itu Tante beli di Taiwan, waktu perjalanan bisnis. Kamu bawa aja beberapa, atau coba semua rasa. Tante masih punya banyak. Soalnya Zian sama Raya suka banget."
Freya terkikik kecil. "Waduh, jadi enak nih, Te. Tapi beneran nggak apa-apa?" tanyanya, setengah khawatir tapi setengah lagi senang mendapat perhatian dari keluarga Zian.
Nella mengangguk penuh kasih. "Ambil aja, Freya. Tante seneng kamu bisa mampir."
Freya tersenyum lebar, merasa seperti bagian dari keluarga ini. Sementara Zian, yang sejak tadi diam memperhatikan interaksi mereka, cuma bisa menyembunyikan senyum di balik gelasnya. Entah kenapa, melihat Freya begitu akrab dengan mamanya membuat hatinya terasa hangat.
Zian menatap Freya dan mamanya yang larut dalam obrolan ringan. Gadis itu memang cantik, ceria dan ramah, cocok dengan mamanya. Sekarang, dia bisa memaklumi kenapa Freya menjadi gadis satu-satunya calon menantu idaman mamanya ini. Sepertinya, akan terus begini.
***
YOU ARE READING
Endless Affection
RomanceFreya sangat menyukai Zian. Bahkan sebelum Freya mengenal kata cinta itu, saat mereka masih sama-sama kanak-kanak. Tapi sayangnya, Zian tidak pernah peduli padanya. Ini adalah cerita tentang kasih sayang yang keterlaluan. Cinta yang keterlaluan. Hat...
Bab 8: Pipipip Calon Mantu
Start from the beginning
