18

36 2 0
                                        

Suara deritan yang cukup memekikkan telinga kembali terdengar. Flo sesekali mengusap telinganya bentuk ketidaknyamanannya akan suara itu. Seiring berjalan, matanya melirik Dika yang berjalan di sampingnya. Kini mereka tengah berada di supermarket. Mereka diminta untuk membeli bahan-bahan masakkan yang kurang. Awalnya Flo mau menolak, tapi melihat antusias dan permintaan tolong dari tetangganya yang baik, dia tak enak untuk menolak.

“Seharusnya gue nggak milih troli ini.”

Pikirannya kembali ke masa ini. Dia menoleh ke Dika. Karena tinggi mereka berbeda, Flo harus mendongakkan kepala agar melihat Dika. “Trolinya kekecilan?” tanyanya setelah berpikir cukup lama apakah Dika sedang berbicara padanya atau tidak.”

“Bukan.” Dika meliriknya. “Suaranya buat nggak nyaman, ya kan?”

“Ah.” Flo mengangguk kecil. “Sedikit.”

“Sedikit? Perasaan dari tadi lo mengusap telinga terus.”

“Lo ngeliat?!” Flo menutup mulutnya yang tak sengaja menekankan suaranya. Dia nyengir. “Sorry.”

“Ya ngeliat. Gue kan punya mata.”

Mereka berbelok ke rak tepung dan berhenti di sana. Dika melihat catatan dan mengambil beberapa macam tepung seperti yang tertulis di catatan. “Ini beli berapa?” tanya Dika.

Flo mengeluarkan ponselnya. “Bentar aku chat tante dulu.” 

“Lama. Gue telpon mama gue dulu. Yakin dah, tante gak bawa hp.” Dika mengeluarkan ponselnya dan langsung menghubungi sang mama.

Menunggu keputusan. Flo mengambil kertas yang ditaruh Dika di troli. Ada tepung beras, tepung terigu dan beberapa list barang lainnya.

“Ma, yang ada di list beli berapa? Dika lupa.” Dika mengambil kertas dari tangan Flo. “Pinjam,” katanya pada Flo tanpa suara. Laki-laki itu lalu sibuk dengan obrolannya sedangkan Flo sibuk memperhatikan sekeliling.

Ada satu kelompok yang suaranya sangat keras hingga menarik perhatian. Mereka sepertinya tengah berdebat jajanan apa yang akan mereka masukkan ke dalam keranjang. Satu orang dari mereka sibuk melihat ponsel lalu melihat harga jajanan, sepertinya dia yang memegang uang. 

“Udah, yang lain aja. Nggak cukup duitnya.”

“Lha. Kok bisa? Masa udah habis? Lo ambil ya?”

“Jangan sembarangan kalau ngomong.”

Flo membuang muka saat salah satunya melihatnya. Dia tak mau ditahu memperhatikan mereka. Beruntungnya ketika dia kembali menoleh ke Dika, laki-laki itu sudah selesai menelpon.

“Nih, udah gue catat.”

“Lo selalu bawa pulpen?” Flo menerima lembaran kertas itu dan mulai memasukkan tepung yang dibutuhkan sesuai tulisan Dika.

“Jaga-jaga.”

“Lo artis?”

Dika tertawa kecil. “Enggaklah. Emangnya muka gue kayak artis?”

Flo menghendikkan bahunya. “No komen sih kalau itu. Ini udah. Mau yang mana lagi? Kecap?”

“Boleh.”

Mereka berjalan beringan dengan posisi yang sama. Dika yang mendorong troli, Flo berjalan di sampingnya. 

“Lo udah lama tinggal di sana?”

“Lumayan sih. Kenapa?” Flo memasukkan kecap, saos dan sambal sesuai dengan jumlah yang tertulis di sana. 

“Gue penasaran aja sama lo. Soalnya tante gue selalu ngomongin lo kalau ketemu gue. Kayaknya sih gue mau dijodohin sama lo.”

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 20, 2024 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Shooting StarWhere stories live. Discover now