Bab 3

357K 13.7K 641
                                    

    Hari pertama setelah pernikahan mereka

    Azka baru saja terbangun dari tidurnya, ia melirik kesebelahnya. Ada seseorang yang berbaring di sana, seseorang itu tidak lain adalah istrinya sendiri. Rasa canggung masih menggerogoti mereka. Sunyi, sepi, tidak ada suara.

    Azka tahu wanita yang berbaring di sampingnya sudah terbangun, tapi Azka ragu untuk menyapa wanita itu untuk sekedar mengucapkan selamat pagi padanya. Namun keinginannya untuk memulai semuanya dengan baik semakin lama semakin menuntutnya untuk bersuara dan membuat situasi menegangkan ini sedikit mencair dengan sebuah kalimat sapaan di pagi hari.

    "Selamat Pagi." Akhirnya kalimat sapaan itu keluar dari mulutnya setelah pemikiran panjang.

    Hening...

    Reya tidak ingin membalas sapaan Azka. Wanita itu memilih bungkam, dan tidak lama kemudian bangkit dari tidurnya lalu berjalan memasuki kamar mandi, mengabaikan Azka yang mencoba untuk memulai pembicaraan dengannya.

    Melihat sikap Reya yang tak acuh padanya hanya bisa membuat Azka menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan. Walau merasa tidak diacuhkan, Azka berusaha tetap sabar. Azka mengerti mengapa sikap Reya seperti itu kepadanya. Semua masalah terjadi karena kesalahannya.

***

    Merasa bosan karena lama menunggu Reya keluar dari kamar mandi, Azka memutuskan untuk turun lebih dulu. Satu hal yang selalu dilakukan Azka setiap pagi saat sedang dirumah adalah pergi ke dapur untuk mengambil minum.

    Saat ia melewati meja makan, ia milihat Marina sedang menyiapkan makanan. Melihat itu, Azka segera menghampiri Marina dan mendekat ke arah wanita itu hendak menyapa.

    "Mana istri kamu Ka?" tanya Marina mencoba membuka pemberbicaraan dengan Azka, dengan tangan yang tetap sibuk menyiapkan makanan.

    "Selamat pagi Ma." Azka tidak menanggapi pertanyaan Marina.

    "Kamu ini gimana sih, Mama tanya kok nggak di jawab?"

     "Reya masih di kamar mandi Ma," jawab Azka.

     "Gitu ya kelakuan istri kamu? Mentang-mentang pengantin baru, seenaknya aja bangun siang di rumah orang?" tanya Marina dengan sinis, seolah dengan sengaja memperlihatkan ketidak-sukaannya dengan Reya, menantunya sendiri.

    "Udahlah Ma, jangan dipermasalahkan," sahut Azka mencoba menyikapinya dengan bijak.

    "Ini ada apa sih pagi-pagi, kok Mama udah cemberut gitu?" Bramadi, ayah Azka yang baru muncul dari ruang tengah lalu mengambil posisi duduk di kursi meja makan.

    "Menantu kita, Pa, mentang-mentang pengantin baru seenaknya aja bangun siang. Dia kira ini rumah orang tuanya apa?"

    "Maksud Mama, Reya?" tanya Bramadi.

    "Kalau bukan dia siapa lagi? Kita baru punya mantu satu, Raka kan belum menikah," jawab Marina.

     "Kok nama aku dibawa-bawa?" Raka yang baru turun dari lantai atas langsung menghampiri ruang makan karena mendengar namanya disebut.

     "Kamu cepetan nikah dong Raka! Nggak malu apa di duluin sama adik kamu? Tapi inget, jangan sampai hamilin anak orang. Jangan buat Mama Papa malu lagi," sindir Marina yang jelas-jelas ditujukan untuk Azka.

     Azka yang merasa tersindir akan ucapan Mamanya hanya bisa diam, karena ia tahu betul bagaimana sifat sang Mama yang memang sering berbicara tanpa memikirkan perasaan orang lain.

Captain, I'm YoursWhere stories live. Discover now