"bunda, ayah Wein berangkat dulu ya." Pamit gadis itu sambil menciumi punggung tangan kedua orang tuanya.
"Iya, hati-hati. Jangan ngebut!"
"Aman bun." Jawabnya langsung melajukan motornya menuju kampusnya.
Saat waktunya istirahat, Wein memutuskan untuk langsung berjalan menuju kantin karena sudah ditunggu oleh teman-temannya.
Setelah melihat dua orang yang dari tadi ia cari keberadaannya, Wein tersenyum saat tiba-tiba ide jahilnya muncul.
Perlahan-lahan, Wein berjalan kearah mereka dengan badan yang sudah ia bungkukkan.
Saat sudah tepat di belakang teman-temannya....
"Dorr!!!"
"WOI!" Kaget temannya yang langsung menoleh ke belakang.
"Yeee, ngapain si tolol." Ucap Rayya yang langsung menjitak kepalanya.
"Duh. Gaseru banget si mainnya jitak-jitakan." Gerutu Wein yang saat ini sudah duduk di hadapan mereka sambil mengusap-usap kepalanya yang panas akibat tadi terkena jitakan.
"Elo lagi gajelas." Ucap Yura, gadis tinggi yang duduk di sebelah Rayya.
"Haaahh, kenyang banget gue." Ucap Wein sambil mengelus perutnya yang kini sudah sangat penuh.
"Gimana ga kenyang. Soto satu nasi tiga." Ucap Yura memutar bola matanya, sedangkan Rayya hanya tertawa melihat itu.
"Itu namanya perut kenyang kantong tenang. Kuat nih gue sampe malem ga makan lagi." Jawab Wein sambil mengambil minum Yura dan meminumnya dengan santai.
"Yeee, jangan dibiasain gitu. Kena penyakit baru tau rasa lo." Ucap Rayya memperingati karena khawatir dengan kebiasaan buruk temannya itu.
"Eh nanti malem mau nongkrong ga?"
"Duh, lagi tipis duit gue Ray. Besok-besok aja ya."
"Yaelah, nanti kita nongkrongnya kaya biasannya aja. Di kafenya Yura. ya ga yur?"
"Yoi, ayo gas." Jawab Yura bersemangat.
"Tapi maleman dikit ya? Biasa lah. Gue kerja dulu."
"Iya, nanti lo kabarin aja bisanya jam berapa." Ucap Rayya menutup perbincangan, karena waktu sudah menunjukkan kelas selanjutnya akan segera dimulai.
Wein adalah mahasiswa semester akhir. Dia adalah gadis yang pandai dan rajin.
Hari-harinya ia habiskan untuk kuliah dan bekerja paruh waktu untuk membiayai biaya pendidikannya dengan uangnya sendiri.
Bunda dan ayahnya sudah tidak sanggup lagi kalau harus membayar biayanya kuliah. Karena ia sangat ingin melanjutkan pendidikannya, jadilah ia memutuskan untuk bekerja paruh waktu untuk membantu kedua orang tuanya.
Ia bekerja sebagai pelayan di salah satu restoran yang bisa dibilang cukup mewah.
Restoran milik om dari salah satu temannya. Dengan Ray sebagai orang dalam, membuat Wein mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang cukup untuk membayar biaya kuliahnya yang menurutnya cukup besar itu.
Wein's POV.
Pukul 23.30 PM
"Pras, pulang duluan ya." Pamitku pada teman kerjaku yang masih betah mengelap kaca-kaca besar di sisi ruangan.
"Oh iya. Hati-hati ya." Ucap Pras lalu langsung mengalihkan perhatiannya kembali ke kaca di depannya.
Ku lajukan motorku membelah jalanan malam.
Setelah sampai kafe yang ku tuju, aku langsung memarkirkan motorku di depan kafe tersebut. Tempat parkir.
Ku tolehkan pandanganku pada kerumunan yang ada di sebrang jalan.
Author's POV.
Di dalam, sudah ada kedua teman yang saat ini sedang bergurau dengan satu sama lain sambil menunggu kedatangan teman mereka yang lain.
"Guys." Bagai pucuk dicinta ulan pun tiba, teman yang sudah sangat ditunggu-tunggu itu datang dengan muka yang lusuh dan lelah.
Wein duduk di samping kedua temannya itu.
"Nih, lemes banget kayaknya." Ucap Ray sambil menyuguhkan kopi yang tadi ia sempat pesan untuk temannya itu.
"Biasalah. Orang kaya banyak yang songong. Tadi cuma ga sengaja ketabrak aja ngamuknya kaya orang kesetanan." Adu sang teman sambil meminum kopinya.
"Yaudah sabar aja. Namanya juga kerja." Kini Yura menenangkan.
Mereka bertiga mengobrol banyak. Dan tertawa dengan candaan masing-masing.
"Eh itu di depan apaan sih? Rame banget. Udah jam segini padahal." Tanya Wein heran sambil melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah satu pagi.
"Ohhh, itu. Kata pak Didi lagi grand opening toko tas sama pakaian gitu. Biasalah, ownernya tajir, ga heran tamunya banyak." Jawab Ray terhadap pertanyaanku.
"Iya anjir, rame banget. Sampe besok juga bisa tuh kayaknya." Ucap Yura ikut menimpali.
"Eh, gua ke toilet bentar ya." Dengan ekspresi wajah menahan sesuatu, Wein langsung buru-buru menuju toilet.
Selesai dari toilet, Wein langsung kembali menuju meja tempat temannya berada.
Cafe milik temannya ini adalah cafe yang buka 24 jam. Jadi walaupun sudah jam segini, tempat ini tetap masih memiliki pengunjung.
Saat di perjalanan menuju mejanya, Wein dikagetkan dengan seseorang yang fokus dengan handphonenya sehingga tidak melihat jalan di depannya dengan cukup keras menabraknya hingga ia terjatuh.
'Apes-apes. Tabrak aja terus tabrak. Orang pada ga punya mata apa gimana dah.'
Dengan perasaan yang sangat jengkel. Ia langsung bangkit dan langsung mengomel kepada wanita yang tadi menabraknya.
"Mbak, kalo jalan liat-liat lah. Punya mata tuh dipa-" Ucapannya terpotong saat ia sudah sepenuhnya bangkit dan melihat sosok wanita di hadapannya tersebut.
Ia mengedipkan matanya beberapa kali guna memastikan penglihatannya.
'Wow.....'
"Permisi?" Ucap wanita di hadapannya sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Wein.
"A-ah iya." Tersadar dari lamunannya, Wein berdehem sebentar sambil berusaha bersikap tenang.
"Sorry ya, kamu gapapa?" Tanya suara lembut wanita itu.
"Kenalin, Wein." ucap sang gadis dengan bodohnya sambil mengulurkan tangannya untuk di jabat.
Dengan raut wajah bingung karena gadis di depannya itu tiba-tiba memperkenalkan diri. Ia menatap tangan yang masih setia menunggu untuk di jabat itu.
Karena merasa tidak enak. Wanita itupun akhirnya menjabat tangan gadis di depannya walaupun hanya sebatas ujung jarinya saja.
"Oh, iya. Sekali lagi sorry ya." Ucap wanita itu lalu langsung keluar dari cafe meninggalkan gadis yang tadi ditabraknya.
'Kacau' pikir Wein yang masih diam di tempatnya dengan mulut yang terbuka menatap perempuan cantik itu keluar dari kafe.
•
•
•
•
•
Thank you.
YOU ARE READING
Make It Possible.
RomanceWein devanka adalah gadis miskin yang tidak sengaja menaruh hati pada wanita muda cantik yang kaya. Kailyn Xaviera, wanita cantik yang merasa hidupnya menjadi tidak tenang setelah kehadiran gadis aneh di dalam hidupnya yang terus menggangu hari-hari...
