Disclaimer; Cerita ini fiktif. Mohon untuk tidak melibatkan kisah ini dalam dunia nyata. Narasi ini juga sangat tidak layak dibaca pembaca di bawah umur. Jadi mohon kesadarannya. Terima kasih.
— Sebuah hotel ternama, 2020.
"Ayasha, Teknik Geofisika 19?"
Dadaku menegang ketika orang asing di depan menyebut dengan jelas nama dan pendidikan yang sedang kujalani. Terlalu terlambat menarik bathrobe yang sudah teronggok di bawah lantai sebab tubuh nyaris telanjang ini sudah tertonton mata.
Dia kenal gue?
Pertanyaan itu memborok di dalam otak, menerka-nerka darimana si tampan ini tahu namaku. Akan tetapi, meski begitu harus tetap wajah professional yang ditunjukkan. Katanya, kepuasan pelanggan itu nomor satu.
"Tiga jam kan?" Sebisa mungkin suara mendayu tanpa takut itu kukeluarkan di depan mata elang yang sedang membidik pakaian tidak benar ini.
Memalukan.
Langkah kakiku berjalan menapaki marmer perlahan, mengikis jarak antar diriku dan lelaki di atas sofa. Semakin tipis jaraknya, aku makin tahu bahwa wajah tampan itu benar-benar nyata.
Bagus, Yasha! Seenggaknya lo nggak akan pura-pura keenakan meski rasanya pengen mual.
Aku duduk di pangkuannya, mengambil tempat di atas paha keras dan kokoh lelaki asing yang akan menjadi milikku—atau sebaliknya, akulah yang akan dimiliki olehnya dalam semalam. Aku pandangi wajahnya, menyua iris gelapnya yang memandangku penuh arti. Tatapannya lembut, tapi tajam dan tegas. Lelaki ini, dia benar-benar tampan.
Tapi kenapa dia memilih untuk menyewaku? Bukankah lebih baik untuk menggunakan wajahnya yang tampan membodohi pria atau wanita di luar sana? Aku yakin akan ada banyak orang yang rela membuka paha tanpa dibayar sepertiku.
Hah, benar. Jika kalian tahu apa pekerjaanku malah jawabannya benar. Pekerjaanku seperti yang kalian pikirkan.
"Jadi bener beritanya?"
Aku mengangkat bahu ringan, "Ya seperti yang lo tau, tapi perjanjian tetep perjanjian. Nggak ada record di sesi ini, Ganteng," jawabku sembari mencuri kecup pada bibirnya yang memerah karena bekas whiskey.
Ah anjing. Rasanya kuat banget.
Dia mengangguk-angguk sok paham. Lelaki ganteng yang aku pastikan adalah salah satu teman kampusku itu menarik tubuhku makin dekat, semakin menipiskan jarak antara kita dan aku yakin sesi ini akan dimulai.
Napasnya terembus wangi di hidungku. Bau mint menthol bercampur lemon yang menyegarkan. Sangat lembut dihirup dibanding aroma napas perokok yang sejujurnya membuatku ingin muntah tiap menghirupnya.
Hidung kami bergesekan, dia menyentuhku amat lembut. Bibirnya yang lembut dan manis itu menciumku dengan manis tanpa terburu-buru. Gerakannya jauh lebih manusiawi, cenderung berhati-hati seolah kami adalah pasangan kekasih yang akan melakukan seks.
Pikiran itu cepat-cepat kuhapus. Ingat! Nggak ada cinta saat berkerja adalah motto yang harus dijunjung tinggi. Jika sebagian orang menanamkan rasa cinta pada pekerjaannya, maka sebaliknya. Aku—kami tak boleh melakukannya.
Dia mengangkat tubuhku dengan ringan, dibaringkan tubuhku yang sempat disentuh-sentuh dengan jemarinya sampai aku melenguh.
Suara mendayu dan menjijikkan itu keluar dari mulutku secara alamiah, lebih lagi saat ia merampas dan merobek pakaian pinjaman yang sudah pasti akan kukenakan biaya tambahan di akhir sesi nanti.
Dia menjilat bibir, matanya menatapku dengan napas terengah sedang aku menatapnya sayu. Pandangan menggoda yang kerap kugunakan pada mereka. Jemarinya yang besar itu menyentuh kancing kemejanya, melepas satu per satu kain bermerek itu untuk dihempaskan seolah tak ada harganya.
"Yasha," napas panasnya menyentuh paha dalamku sampai aku menggelinjang karena sentuhannya.
"Hmh?"
"Berapa harga lo?"
CUT!
Cast ;
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nathanael Juandatama
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ayasha
aintlova's note ;
halo ini adalah draftku hehe, mohon maaf kalau ada typo ya? aku sudah mengeceknya dengan hati-hati semoga suka ya?