18. Little Fam

1.1K 176 133
                                    

Hari-hari biasa yang diinginkan Geewoni terjadi. Mulai dari sarapan bersama, makan malam bersama, sejauh ini... semua berjalan lancar.
Geewoni menggandeng anaknya ke dalam taman kanak-kanak, bocah itu tampak lebih stabil belakangan ini.

“Anak-anak jangan dorong-dorongan ya....” Geewoni memperingatkan dengan suara yang bernada, memerhatikan satu per satu anak-anak membentuk kereta api untuk masuk ke dalam kelas.

“Awas jatuh sayang!” ia berteriak khawatir, bocah laki-laki langsung lompat dari ayunan.

“Uuuu kamu nangis kenapa?” Geewoni memangku gadis kecil yang menangis dengan wajah khawatir, wanita itu mengusap air mata pada pipinya dengan punggung tangannya. Lalu memeluk bocah cilik itu.

Hari-hari Geewoni selalu seperti ini, sudah bertahun-tahun dia menjadi guru paud, TK, guru les privat untuk anak-anak kecil. Geewoni tidak pernah bosan, pun dengan kesabarannya tak pernah padam.

“MA’AM! SOYI NGOMPOL!”

Wanita itu menghampiri gadis kecil yang menggigit bibirnya, menahan tangis karena roknya basah. Wanita ini tersenyum karena gadis kecil itu berkaca-kaca, “Kenapa gak bilang kalau mau pipis? Ayo ikut ma’am.” katanya, menggandeng bocah itu ke kamar mandi.

Guru lain membantu membersihkan bekas kencing di lantai, kemudian kelas kembali berjalan dengan baik.

“Ayo siapa yang sudah bisa berhitung?”

“Saya saya saya”

Geewoni memperhatikan satu per satu untuk berhitung dan membaca buku cerita, per kelas diisi sepuluh anak.

“Ayo kita tidur siang yuk! Waktunya tidur siang!” ia menggiring anak-anak kecil itu dari belakang, mereka berlarian menuju ruang tidur. Mereka dipisah berdasarkan jenis kelamin. Masing-masing dari mereka memiliki kantung untuk tidur siang. Semua ruangan dipastikan dingin agar anak-anak tidak kegerahan. Saat jam istirahat, semua mengawasi bocah-bocah sampai terlelap. Barulah ditinggal ke kantor.

“Kita akan selamanya mengenang mereka sebagai anak kecil. Lalu datang anak-anak kecil lainnya.” ucap salah seorang guru, lalu geleng-geleng.

Geewoni mengangguk setuju, wanita itu meminum airnya, sebelum memakan isi kotak makannya.

“Kalau kau punya anak sendiri, kau akan memperhatikannya sejak ia tumbuh dalam rahimmu, sampai tiba-tiba dia melanjutkan hidupnya sendiri. Puluhan tahun itu menakjubkan.” lanjut guru satunya. Geewoni hanya menyimak, dalam hati ia membenarkan.

“Pekerjaan ini sangat sulit, tapi banyak sekali yang memandang sebelah mata. Seolah mereka tidak pernah merawat anak-anak secara langsung. Anak-anak tumbuh dari karakter keluarga yang berbeda. Itu menakjubkan.”

Geewoni menyuapkan makanan ke mulutnya, ia memang tak terlalu berkomentar jika tidak diperlukan. Baginya, pekerjaan dan kehidupan pribadi adalah dua hal yang bertolak belakang.

“Anakku sekarang bisa menolak untuk dicium, padahal dia baru delapan tahun. Dulu, dia masih sekecil botol minum 1,5 liter dan tidak bisa jauh dariku. Aku merasa sedih karena dia sudah bisa mengutarakan pendapat pribadinya.”

Geewoni tersenyum mendengar perbincangan para guru itu, mungkin setelah ini gilirannya. Geewoni sangat gugup membayangkan janin akan tumbuh juga dalam rahimnya, dia ingin memiliki miliknya sendiri.

Sepulangnya dari TK, ia menunggu Suhyeon menjemput, sedangkan Haneul tertidur dalam gendongannya.
Wanita ini berdiri di dekat pos satpam, hari mulai gelap, belum terlalu sore, tapi mendung dan rintik hujan mulai membasahi tanah.
Mobil Suhyeon berhenti di pelataran parkir, lelaki itu membawa payung.

Blissful of Renewal | soohyun jiwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang