[3] Ice Billionaire

33 1 0
                                    

Xaviera yang tertegun, tak lama kemudian tertawa. "Keknya aku mimpi, deh! Belum bangun ini! Bapak cuman khayalan! AW!" pekik Xaviera, sakit.

Ia mencubit dirinya sendiri dan sakit.

Menatap sekitaran, ia nyatanya masih berada di kantor.

Kemudian, menatap sang atasan lagi.

"Dan kamu gak mimpi." Pak Zayden menutup mata, seakan menahan amarah. Ia lalu menghela napas panjang setelahnya membuka mata. "Saya tanya sekali lagi ...."

"Kenapa Bapak mau saya jadi istri Bapak?" Xaviera memutus, tak masuk akal rasanya, mereka jarang bahkan ia rasa tak pernah sekalipun berkomunikasi, tak pernah dekat, tak pernah apa pun. Namun tiba-tiba, tiada angin tiada hujan, Pak Zayden melamarnya.

Gila apa?

"Karena ...." Pak Zayden menggantung kalimatnya. Entah kesekian kali berapa, ia menghela napas. "Oke, kamu bener. Begini saja, saya anggap pertanyaan tadi masih kamu gantung, saya angkat kamu jadi asisten pribadi saya agar kita kenal lebih dekat."

"Lah?" Xaviera menatap bingung.

"Satu bulan! Hanya satu bulan! Biarkan jawaban kamu tergantung hingga saat itu tiba!" Pak Zayden memejamkan mata, memakai kalung itu dan menyembunyikannya di balik jasnya. "Rahasiakan ini dari yang lain, bilang saja kamu saya angkat jadi asisten pribadi saya, itu pun jika ada yang bertanya."

Xaviera masih terdiam kala Pak Zayden berbalik, meski beberapa langkah ia lalu menghentikan langkahnya. Kepalanya sedikit mengenyamping.

"Panggil aja saya Gibran!" Setelah itu, Gibran berjalan menjauh, keluar dari ruangan tanpa mempedulikan beberapa orang yang nyatanya ada di depan ruangan, menatap takut-takut kagum ke arahnya.

Kembali, mereka masuk ke ruangan, menghampiri Xaviera yang duduk di kursinya dengan pikiran yang kalut.

"Ra, tadi ngomongin apa sama Pak Zayden? Lo gak dipecat, kan?" Xaviera, dengan tatapan kosong menoleh.

"Dia ... pengen gue jadi asisten pribadinya." Dan ia menuruti permintaan Pak Zayden, yang ingin ia panggil Gibran itu. Kala mereka bertanya alasannya, Xaviera tak menjawab.

Tak tahu jawaban apa yang tepat.

Dan pikirannya terlalu absurd untuk memikirkan kebohongan apa yang bisa ia buat dengan sebaik mungkin. Ia ... terlalu memikirkan kenapa pria itu ingin ia menjadi istrinya. Dasar stres!

Cerita ini tersedia di
Playbook: An Urie
Karyakarsa: anurie
Dan bisa dibeli di WA 0815-2041-2991

Pengasuh Duda [21+]Where stories live. Discover now