06 : Potrait

168 21 3
                                    

Tidak banyak yang bisa dilakukan selesai sarapan. Wu Xie duduk menghadapi laptop, mencari informasi lagi tentang tanaman rumput biru. Dia hanya bisa fokus selama lima belas menit sebelum bayangan wajah Xiao ge melayang-layang dalam pikirannya seperti hantu.

Dia meninggalkan laptop, menuju jendela kamar dan memandangi langit musim panas biru cerah. Mungkin di seberang sana Xiao ge pun tengah menatap langit yang sama. Dia terpaku pada jendela usang rumah tua itu, tapi tidak melihat apa pun.

Akhirnya Wu Xie beralih pada ponsel, hampir sama bingungnya seperti sebelumnya. Pemuda yang dia lihat di halaman pada malam itu pastilah Xiao ge. Wu Xie masih tidak tahu apa yang terjadi padanya atau mengapa ia melihatnya-atau apa yang dia inginkan.

Lagi-lagi tatapannya beralih lagi, menyipitkan mata ke jendela rumah tua. Matahari menyinari kaca dengan sangat terang sehingga ia tidak bisa melihat apa pun di baliknya.

"Xiao ge," bisiknya. "Mengapa kau di sana dan mengatakan telah menungguku sekian lama? Beri tahu aku apa yang harus dilakukan."

Tidak ada yang menjawab. Tidak ada wajah yang muncul di jendela. Tapi Xiao ge ada di sana, Wu Xie tahu dia ada. Mungkin tengah menatap padanya. Wu Xie berharap punya seseorang untuk diajak bicara, seseorang yang percaya padanya. Ada beberapa rahasia yang terlalu besar untuk disimpan seorang diri. Pikirannya berputar dengan ide-ide. Dia akan pergi lagi ke rumah itu, berharap pintunya tidak terkunci seperti semalam. Dia akan menemui Xiao ge, menemaninya berkeliling Taman Bulan. Tetapi ia tidak bisa pergi ke sana di siang hari atau Paman Li akan mengoceh, dan beberapa orang mungkin akan curiga. Dia harus menunggu sampai larut malam ketika semua orang sedang tidur.

Tunggu, apakah tidak ada yang tahu bahwa seorang pemuda hidup sendiri di rumah itu?

Dia harus memastikan sekali lagi pada Paman Li. Mundur dari jendela dengan langkah tidak sabar, Wu Xie keluar kamar dan menuruni tangga.
Paman Li tengah sibuk mencuci buah-buahan di wastafel ketika Wu Xie berdiri ragu di pintu dapur. Jendela dapur itu menghadap halaman samping, memungkinkan cahaya matahari menerangi ruangan. Sesaat Wu Xie menyipitkan mata ke luar jendela. Salah satu bagian rumah tua terlihat dari sini, dinding berlumut yang mengerikan.

"Ada apa lagi, Nak?" Paman Li menoleh, sudah paham dalam sekali lihat bahwa tuan mudanya masih sedikit linglung.

"Ada seseorang tinggal di rumah tua itu," ia berkata tanpa basa-basi.

Paman Li meletakkan sebutir apel di keranjang, memiringkan wajahnya dalam ekspresi geli.

"Oya? Katakan siapa dia."

"Aku tahu kau pasti tidak mudah percaya. Namun aku bersumpah telah melihatnya, dia seorang pemuda yang sangat rupawan. Hampir seusia denganku. Namanya Xiao ge."

Paman Li menghela napas, mematikan kran air dan benar-benar menghadap Wu Xie sekarang. Tatapannya seakan menuduh bahwa Wu Xie sudah gila.
"Jenius sekali, kau membuat lelucon dengan sempurna. Bahkan memikirkan nama."

"Paman, aku serius."

"Tidak ada nama itu semenjak aku menginjakkan kaki di sini dan melayani nenekmu."

Tak mampu berkata-kata, Wu Xie memijat pelipisnya, terlihat sangat bingung.
"Mungkin kau lupa. Mungkin saja salah satu penyewa yang tidak sempat kau kenal."

"Kau sudah selesai, jagoan tampan?" Paman Li tersenyum sekilas, menggelengkan kepala kemudian kembali sibuk dengan buah-buahan.

"Kau harus tidur siang. Sepertinya ada ketukan yang salah di kepalamu."

Wu Xie mendengus gusar.
"Jadi, apa kau pikir aku telah melihat hantu?"

Paman Li mengangkat alis, tampak percaya diri.
"Tidak ada hantu di sana, ataupun di rumah ini."

In The Light of The Moon (Pingxie) Where stories live. Discover now