•••

Sore telah menyala. Allan barusaja menyelesaikan kuliahnya. Ia segera bergegas menuju parkiran setelah menghubungi seseorang yang berada di seberang sana.

"Mau kemana kak?"

Allan menghentikan pergerakan memakai helmnya setelah mendengar suara seseorang yang tidak asing di telinganya. Kembali menyimpan helm pada motor lalu menatap seseorang yang kini juga tengah menatapnya dengan penuh tanya.

"Ketemu Kayla" jawab Allan singkat.

Entah mengapa, setelah mendengar ucapan Maira semalam membuat Allan menjadi sedikit risih.

"Kamu ngapain disini?. Kan gak kuliah disini?" tanya Allan bingung.

"Sengaja mau ketemu kakak aja sih"

Belum sempat Allan menjawab. Namun Maira sudah kembali membuka suaranya yang berhasil membuat Allan membulatkan matanya tidak percaya.

"Boleh peluk gak?" tanya Maira penuh harap.

Allan tidak menjawab, dan itu membuat Maira menyunggingkan senyumnya bangga. Dengan perlahan Maira maju satu langkah guna mengikis jarak keduanya.

Netranya fokus menatap obsidian kelam itu dengan dalam. Dengan perlahan Maira mengangkat tangannya bersiap meraih bahu lebar milik Allan. Namun, dengan segera Allan menepisnya dengan kasar.

Allan menatap tajam pada Maira yang kini tengah menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Namun Allan tidak perduli. Ia dengan segera berlalu meninggalkan Maira begitu saja.

Allan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi menuju Caffe tempatnya membuat janji dengan seseorang.

Memarkirkan motornya asal. Lalu masuk kedalam Caffe dengan langkah lebarnya. Pandangannya ia sapu guna mencari keberadaan seseorang yang sejak tadi sudah menunggunya.

"Kak Allan!"

Allan mengalihkan pandangan pada arah sumber suara. Ia dengan cepat menghampirinya dan dengan sekali tarik berhasil membuat seseorang itu berada dalam dekapannya.

"Hei, kenapa?" tanya Kayla lembut.

Allan tidak menjawab. Ia semakin mengeratkan pelukannya. Menyembunyikan wajahnya dibahu sempit milik kekasih kecilnya seraya menghirup kuat aroma yang selalu berhasil membuatnya merasa tenang.

"Kakak lama ya?. Maaf ya sayang" ujar Allan setelah melepaskan pelukan keduanya.

"Gak papa kak. Mau pesan apa?" tanya Kayla seraya menuntun Allan untuk duduk.

"Terserah kamu aja. Apapun bakal kakak makan, kok" jawabnya tersenyum tulus.

•••

Maira mengusap pipinya kasar. Airmatanya tidak berhenti menetes sejak tadi. Hatinya terasa begitu sesak, dan sakit melihat bagaimana kasarnya Allan padanya.

Ia bahkan baru memulai, tapi Allan seolah sudah menunjukkan penolakannya dengan begitu tegas dan keras.

Maira kembali membuang nafas kasar. Netranya menatap sendu sekumpulan dedaunan yang terombang-ambing karena angin.

"Gak papa Mai. Jangan nyerah!" ujarnya bermaksud untuk menyemangati dirinya sendiri.

Maira berjalan menuju kamar mandi. Membasuh wajahnya dengan air agar kembali segar, kemudian menghela nafas berat sebelum memutuskan untuk turun kelantai bawah.

Maira menghampiri sang ibu yang tengah sibuk berkutat dengan laptopnya disofa ruang televisi. Mendudukkan diri disana seraya menyandarkan tubuhnya pada tubuh sang ibu.

"Kenapa, hm?" tanya ibu mengusap pelan surai Maira.

"Kangen aja" jawabnya manja.

Ibu terkekeh sekilas. Kemudian kembali fokus pada laptopnya dan membiarkan Maira tetap bersandar pada bahunya.

"Bu, Kayla sama kak Allan siapa yang cinta duluan?" tanya Maira tanpa merubah posisi.

"Hm, setau ibu sih kak Allan. Soalnya kamu tau kan, Kayla itu gak pernah percaya diri. Tapi kak Allan berhasil meyakinkannya"

"Setulus itu cintamu buat Kayla kak"

"Kenapa?" tanya ibu bermaksud menanyakan maksud Maira menanyakan hal itu.

"Tanya aja. Soalnya kak Allan kan ganteng, siapa tau aja Kayla yang maksa" jawabnya.

Ibu tertohok mendengar jawaban Maira. Hatinya merasa seperti tertusuk ribuan jarum saat mendengar Maira melontarkan kata-kata yang tidak terdengar baik ditelinganya.

Ibu tidak lagi membuka suara. Ia hanya diam dan fokus kembali menatap laptopnya.

Perasaannya menjadi gusar. Takut akan kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan. Bagaimana jika Allan hanya mempermainkan Kayla-nya?. Bagaimana jika Allan hanya berpura-pura mencintai Kayla-nya?.

Yang diucapkan Maira memang benar. Allan itu memiliki paras yang sangat tampan. Tubuhnya tinggi dan tegap, rahang tegas, mata eagle, hidung mancung dan bibir tebal sebagai pelengkapnya.

"Semoga pikiranku salah" gumam ibu mencoba menepis pikiran jeleknya.













The Different Where stories live. Discover now