11. Merpati

41 16 11
                                    

KABUT kesuraman meliputi wajah Ursa selepas aku menceritakan apa yang selama ini terjadi padaku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

KABUT kesuraman meliputi wajah Ursa selepas aku menceritakan apa yang selama ini terjadi padaku. Dia merapatkan rahang, tak begitu yakin ingin mengatakan apa.

"Mengapa bisa," Ursa memijat pelipisnya seperti tak habis pikir. "Rambutmu berubah warna menjadi putih saat kau kabur dari Kevra?"

"Aku tidak tahu jelasnya kapan," koreksiku, kemudian beringsut ke posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang. "Bisa saja saat aku jatuh dari tebing, atau saat aku mondar-mandir di dalam hutan sendirian, atau saat aku terkapar di gudangmu. Aku sudah lama tak melihat bayanganku sendiri sejak kabur dari Kevra."

Ursa yang duduk di atas kursi anyam di dekat ranjang, memberikan tatapan memicing seperti sedang mengulum permen pahit. Aku menjadi gelisah ditatap seperti itu. "Kau masih menganggapku pembohong?"

Dia menelengkan leher. "Sejak kapan aku menganggapmu pembohong?"

"Wajahmu mengatakan semuanya."

"Tidak, River," Ursa membuang napas berat. "Sama sekali tak terbersit di pikiranku bahwa kau berdusta. Sedari tadi aku hanya menyelidiki beberapa kemungkinan yang bisa terjadi. Pasti ada penjelasan di balik keanehan yang kau alami, dan tugas kita sekarang adalah mencari tahu itu."

"Ada berapa kemungkinan yang berhasil kau selidiki?"

"Yang pertama tentang orang tuamu." Ursa memelankan suaranya. "Mereka adalah pihak pertama yang mengajarimu menulis dan membaca. Itu berarti, kemungkinan besar mereka memiliki hubungan erat dengan Kaum Putih. Barangkali dulu pernah menjadi bagian dari kami."

"Apa menurutmu mereka Kaum Putih?"

"Mungkin saja," kata Ursa, lalu tatapannya merambat naik. "Rambutmu mengatakan semuanya. Walau, untuk suatu sebab, aku juga tidak tahu mengapa warnanya baru muncul sekarang."

Tanganku yang kutumpangkan pada selimut saling menaut jari satu sama lain. Misteri ini begitu meresahkan. Siapa aku sebenarnya? Dan mengapa sejak kecil aku tinggal di Kevra? Ibu tak pernah menceritakan secara detail masa lalunya padaku. Dia begitu pendiam dan selalu bisa menguasai diri.

"Siapa nama ibu dan ayahmu?" tanya Ursa.

"Lara dan Nale."

"Sayang sekali, ibumu meninggal dan tak sempat mengatakan apa pun kepadamu. Barangkali kau bisa menemukan sedikit petunjuk bila dia meninggalkan pesan."

"Oh, dia tentu meninggalkan pesan," kataku. "Ingat soal mimpi yang kuceritakan padamu? Sebetulnya itu bukan mimpi. Pada saat-saat terakhirnya, Ibu menyuruhku pergi ke Miron, atau kembali, atau ... menemuinya. Entah apa yang sedang dia coba katakan. Pesannya terpotong karena ibuku meninggal duluan."

Hatiku menciut ketika menyebut kata meninggal. Ini sudah berlalu cukup lama sejak kematiannya, tetapi aku masih kesulitan mengenyahkan ingatan tragis saat Ibu meninggal di pangkuanku. Kukepalkan tangan, kuusap kulit di buku-buku jariku dengan lapisan perasaan gelisah.

Doves and DisgraceWhere stories live. Discover now