[1] Mas Farhan

118 1 0
                                    

"Mas, Mas Farhan." Wanita itu menggoyangkan pelan pria yang tertidur nyenyak di sampingnya, Farhan. "Mas, bangun, udah azan salat subuh, Mas ...."

Tubuh berbisep keras itu bergerak, namun tak terbangun.

"Mas ...."

"Eliza, kamu gak paham situasi aku, ya?" tanya si pria, tanpa membuka matanya. "Aku ini capek, habis acara-acara sialan pagi tadi, terus besok aku udah mulai kerja!" bentaknya, dan si wanita itu, Eliza, langsung terdiam. "Kalau mau salat, salat aja sendiri sana!"

"Mm ... tapi, Mas ...."

Mendengkus kasar, Farhan memutar badannya membelakangi Eliza. Azan Subuh sudah berakhir dan wanita itu menatap si pria terakhir kali, sebelum akhirnya turun dari kasur dan kemudian membersihkan diri, memakai pakaian tertutup dengan hijabnya. Setelahnya, pun berwudhu, menunaikan ibadah salat dan tetap terjaga hingga matahari mulai naik ke atas.

Eliza memasak untuk suaminya, dan bertepatan masakan selesai Farhan datang, duduk di kursi yang tersedia di meja yang telah tersaji sarapan lengkap di sana.

"Mana pembantu? Kamu masak sendiri?" Farhan mengambil menoel-noel potongan ayam dengan ujung garpu di tangan.

"Ibu sama Ayah Mas bilang, semua pembantu bakalan ikut sama orang tua Mas di rumah baru dan ngurus di sana. Aku, sebagai istri, bakal ngurus semua kebutuhan rumah tangganya."

"Emang sanggup?" Farhan mengangkat sebelah alisnya, kemudian mengautkan sesendok sayur oseng dengan garpunya. "Enak, gak, nih?"

"Insya Allah, aku sanggup, Mas. Dan Insya Allah, semoga Mas suka."

Farhan menyuapkan makan ke mulutnya, dan berlagak layaknya juri memasak sambil manggut-manggut. Tak ada komentar namun melihat Farhan terus makan dengan lahap, Eliza tersenyum dan duduk di seberangnya.

Tak ada percakapan di antara mereka hingga akhirnya, makanan pun tandas. Farhan duduk santai sementara Eliza mulai mengemasi peralatan makan yang kotor.

"Gimana masakannya, Mas? Enak?"

"Yah, mayan, lah." Eliza tersenyum mendengarnya, sementara si pria kini menatap jam tangan di lengan kanannya.

"Anu, Mas, jadi Mas beneran kerja? Kata Ayah sama Ibu, Mas bisa ambil cuti, kan?"

"Ck, kalau aku cuti kita gak bisa makan!" Eliza tersenyum kecut akan bentakan Farhan. "Kamu jangan aneh-aneh, deh. Sebagai atasan aku punya tanggung jawab besar sama perusahaan."

"Ma-maaf, Mas ... aku gak tahu ...."

"Ya iya situ mana tahu, lulusan SD doang." Farhan memutar bola mata sementara Eliza semakin ciut, ada rasa sakit hati meski ia tersenyum dengan hambar. Pria itu kini berdiri dari duduknya sambil membawa tasnya.

"Mas." Eliza menjulurkan tangannya.

"Apa? Minta duit? Perasaan udah dikasih, deh, mahar gede gitu langsung abis? "

"Sa-salim, Mas."

"Oh." Eliza mengambil tangan Farhan, mencium tangan pria itu, yang kemudian mulai berjalan menjauh keluar. Eliza mengekorinya yang lumayan cepat, tak ada sepatah kata lain, Farhan kini masuk ke mobilnya dan mobil berwarna hitam itu berjalan menjauh.

"Semoga Allah selalu melindungi Mas ...."

Eliza masuk ke rumah lagi, menutup pintunya, dan bertepatan ia mendengar suara pecahan sesuatu di kamar. Buru-buru, ia berlari ke sumber suara, di mana ia temukan ... foto pernikahannya yang baru terjatuh di lantai. Ia pungut benda itu yang piguranya terpecah belah. "Astaghfirullah ... firasat apa ini, ya Allah?"

Cerita ini tersedia di
Playbook: An Urie
Karyakarsa: anurie
Dan bisa dibeli di WA 0815-2041-2991

Pengasuh Duda [21+]Where stories live. Discover now